Namaku Amelia Natasya. Usiaku 14 tahun. Saat aku pindah ke sekolah ke salah satu SMPN di kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Aku berasal dari sebuah kota kecil di Jawa Barat. Karena suatu alasan, aku diputuskan pindah sekolah ke kota kelahiran Ibuku.
Dan kini sudah tiga tahun sejak aku lulus dari sana. Aku akan menceritakan sedikit bagian masa sekolahku. Satu bagian yang kuanggap merupakan bagian "terkelam" dari kenangan putih biru.
Dan ini kisahku
...
Juli 2017
Hari ini adalah hari pertama Amel, tetapi ia lebih senang dipanggil "Lia". Lia mengikuti kegiatan Masa Orientasi Sekolah atau biasa disebut MOS di sekolah barunya.
Hari ini, Lia diantar oleh ayahnya menggunakan motor bebek. Dengan penampilan yang bisa dibilang berantakan (rambut dikucir tiga dengan karet nasi, rok yang sangat berdebu dan usang, baju yang berantakan). Sepanjang perjalanan menuju sekolah barunya, entah sudah berapa banyak pasang mata menatapnya aneh. Bahkan ada yang terang-terangan menertawakan penampilannya.
Saat menyadari itu Lia langsung menunduk malu dan menguatkan hati agar tidak menangis dan mengontrol amarahnya.
Dan setelah beberapa menit Lia sudah berada di depan gerbang SMPN 1 Balikpapan.
"Kalau sudah selesai jangan lupa telpon ayah ya, biar ayah jemput" kata Pak Bambang (Ayah Lia)
"Siap Ayah" sahut Lia sambil mencium tangan Pak Bambang. Ia masih berdiri saat ayahnya berlalu pergi.
Lia menoleh ke kanan dan kiri. Banyak sekali murid-murid sebayanya yang memakai aksesoris indah. Ia melihat dua orang siswi berseragam rapi tengah melakukan pemeriksaan terhadap murid-murid seperti Lia di depan gerbang sekolah.
Lia bergumam "Mungkin mereka panitia MOS" ia berjalan mendekati dua orang siswi tersebut.
"Dik, udah diperiksa belum?" Tanya salah seorang siswi pada Lia, Lia melihat name tag yang dikalungkan pada leher gadis itu. Gadis itu bernama Gea.
"Belum kak, saya baru datang" jawab Lia sopan sambil tersenyum. Meskipun ia merasa jika dua orang di hadapannya seumuran dengannya.
"Jam segini kok baru datang? Lima menit lagi acara sudah dimulai loh." tegur siswi disamping Rina dengan nada yang sangat ketus. Rina namanya.
Lia memandang Rina tak suka karena Lia merasa Rina terlalu sombong padahal baru menjadi panitia tetapi kata-katanya sangat ketus.
Lia menahan emosi. Padahal yang lain juga masih banyak yang telat seperti dirinya.
Lia tidak menyahut. Ia membiarkan Gea memeriksa kelengkapan atributnya. Setelah hampir menunggu sekitar 3 menit, Gea mempersilahkan Lia untuk masuk dan bergabung dengan kumpulan murid baru lainnya.
Lia seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Dia tidak mengenal satu pun orang disini. Ia juga kurang mengerti apa yang mereka ucapkan karena mereka menggunakan bahasa Banjar, sedangkan Lia berasal dari Jawa Barat (Sunda).
Akhirnya, dia menemukan satu tempat kosong di samping gadis berkerudung putih di depan sana.
"Bolehkah aku duduk di sini"tanya Lia pada gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Yang Sesungguhnya
Non-FictionKisah lika liku persahabatan seorang gadis bernama Lia yang tidak seindah eskpetasi nya menjadi pengalaman tidak terlupakan.