10. Start

2.6K 261 37
                                    

Selamat membaca

Kini Ara sedang fokus berkutik dengan ipad nya setelah tadi menghabiskan waktu dengan kakaknya. Mungkin yang Ara pikirkan memang tak separah itu, atau mungkin memang belum terjadi.

Fokus mencerna kejadian yang datang beberapa saat yang lalu.

"Aku gak tau apa dia memang gak sengaja atau emang sengaja, kedua paket aneh kemaren itu selalu dasarnya warna merah. Seakan kayak mereka tau kelemahan ku." Gumam Ara sambil menulis di ipad nya.

Selesai mengerjakan P/R, inilah kegiataan Ara. Mencerna semuanya.

"Hint nya terlalu sedikit dan masih banyak kemungkinan. Ini cakupan nya masih terlalu luas, aku gak bisa nempersempitnya karena bahkan aku udah gak punya paket teror itu."lanjut Ara lagi kemudian meletakan ipad nya di meja serta pennya.

"Hah..." Ara menghela nafas mencoba mencerna kejadian yang terjadi di sekitarnya.

Sibuk memikirkan kejadian yang menerornya, pikiran Ara tiba-tiba tersambung ke saudaranya.

Dia masih bingung satu hal atau mungkin ego nya. Dia ingin menerima kakak tirinya dan memperlakukan mereka selayaknya kakak kandung Ara, tapi dia takut dia terlalu pede padahal kenyataannya kakak tirinya hanya melakukan formalitas terhadap Ara.

Iya, memang sebesar itu ego Ara.

"Bodoamat ah." Ujar Ara pasrah dengan meninggikan suaranya kemudian bangkit berdiri memilih berjalan menuju ke balkonnya.

Membuka pintu pembatas balkon dan kamarnya, Ara merasakan suasana yang berbeda.

Dia rindu dengan rumah lamanya. Awalmya dia pikir dengan pindah ke rumah barunya, ia bisa memulai lembaran baru, ternyata tidak. Dia terus terjebak di masa lalu.

Kakaknya juga merasakan kehilangan yang besar seperti Ara, namun tidak sebesar rasa kehilangan Ara.

Selayaknya keluarga pada umumnya, anak perempuan akan lebih dekat dengan ayahnya dan sebaliknya, anak lelaki akan lebih dekat dengan ibunya. Begitu juga dengan Ara. Di bandingkan dengan ibunya, Irene, dia lebih dektlat dengan ayahnya, Donghae.

Sosok Donghae sangatlah berpengaruh dalam hidup Ara. Ialah yang membuat Ara menjadi wanita kuat yang ceria.

Menatap langit malam yang gelap disertai suara kebisingan Seoul di malam hari, "Papa masih di samping Ara kan pa?" Tanya Ara pelan sambil tersenyum sendu.

"Ara gak lebay kan pa? Wajar kan?" Tanya Ara lagi sambil tersenyum sendu.

Ya walaupun hanya candaan, Ara selalu intropeksi diri apakah dia terlalu berlebihan atau tidak.

Apa yang Ara alami sangatlah wajar. Coba kalian di posisi dia saat masih duduk di bangku sd kalian harus menyaksikan ayah kalian meninggal, tepat di depan mata dia. Bahkan selain itu, dia juga harus mencoba menutupi traumanya.

Mengalami kecelakaan mobil yang tragis di masa kecil itu bukanlah hal yang mudah untuk di lupakan begitu saja apa lagi jika itu di hari pentingnya.

Iya. Hari yang awalnya penuh dengan tawa, dan kebahagian, namun siapa yang menyangka akan di tutup dengan sebuah kejadian yang sangat tragis.

Tentu saja kalau bukan karena status keluarganya yang terpandang, Ara mungkin sudah di buly dan di katai anak sial oleh teman-temannya.

Berjalan masuk kembali ke kamar dan membuka laci lalu mengambil sebuah walkman, lalu Ara kembali duduk di balkon.

Park Family [SEVENTEEN × NCT 2020] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang