I. Eyes

134 14 6
                                    

Pagi menjadi momen paling ditunggu sepanjang hari bagiku. Mentari terbit, udara segar, dan burung berkicau. Kecuali sekolah. Seperti pagi ini, aku sudah tiba di sekolah 10 menit sebelum bel masuk berbunyi.

Jadwal pelajaran pertama ku hari ini adalah olahraga. Teman-teman di kelasku terlihat sibuk, apalagi semenjak ada peraturan tidak tertulis yang mengatakan bahwa yang berkuasa untuk mengganti seragam menjadi baju olahraga dikelas adalah yang laki-laki. Sementara bagi perempuan, mereka mendapat giliran mengganti baju dikelas setelah jam pelajaran olahraga habis.

Beruntung aku termasuk anak yang cerdik, jadi tidak perlu repot-repot mengganti seragam dengan baju olahraga ditoilet wanita yang terletak dilantai 1 sekolah, sementara kelasku berada dilantai 3. Hanya butuh waktu 15 menit untukku menanggalkan seragam di kelas saat yang lain sibuk berhamburan keluar, karena baju olahraga sudah dipakai sebagai dalaman seragam putih abu-abu dari rumah.

------

Materi olahraga yang dipelajari hari ini adalah bola voli. Pak guru telah menentukan pasangan dari masing-masing anak. Aku berpasangan dengan Kleo, si anak pintar bermata 4.

Sebelum menilai, Pak guru memberikan waktu 30 menit untuk berlatih dengan pasangannya masing-masing. Aku dan Kleo memilih untuk berlatih dilapangan atas dekat dengan ruang guru karena tidak ada seorang-pun dari temanku yang latihan disana.

Teriknya matahari tidak menghalangi semangat para murid untuk mendapat nilai terbaik. Seperti aku dan Kleo yang daritadi hanya sibuk mengambil bola yang menggelinding kesana-kemari tanpa arah.

"Kleo, mau tukeran tempat nggak? Di tempatku silau. Nanti kalau kamu kesilauan, kita gantian lagi," pintaku.

"Sebentar dulu, Na. Aku juga enggak kuat panas. Kamu disitu dulu sampai waktu latihan sudah habis. Nanti saat pengambilan nilai, aku yang bagian silau deh," bujuknya.

Aku terpaksa menyetujui permintaannya kali ini karena aku sedang dalam mode malas untuk berdebat.

------

Sudah hampir 30 menit telah berlalu. Namun pengambilan nilai terpaksa diundur dan waktu latihan ditambah 15 menit jadi total 45 menit.

"Kleo, gantiannya sekarang aja ya. Aku sudah nggak kuat," bujukku.

Panggil aku lemah terhadap panas karena memang aku punya penyakit darah rendah yang mudah pusing bahkan pingsan bila terkena panas secara terus menerus.

"Sekarang? Boleh deh. Eh tapi kamu keliatan pucat banget, mending kita ke UKS saja."

Sepertinya aku sudah berada dititik akhir dari kemampuanku sampai dia khawatir begitu. Tapi aku tidak ingin izin sakit di jam olahraga apalagi semenjak guru olahragaku digantikan oleh yang sekarang. Sudah tidak bisa bersantai. Kalau ada yang izin, pasti diberikan tugas pengganti membuat makalah dengan persyaratan rumit.

"Santai saja, Kleo. Aku masih bisa berdiri dengan tegak. Lagipula aku malas mengerjakan tugas pengganti."

"Ya sudah. Tapi kalau sudah nggak kuat, bilang saja padaku. Nanti aku antar ke UKS."

Tumben sekali dia peduli pada orang lain. Padahal biasanya hanya diam saja kecuali ada yang mengusiknya.

Biar ku jelaskan bagaimana penampilan Kleo setiap harinya. Selalu berpakaian rapi. Bermata 4 alias berkaca mata dengan mata kiri minus 4 dan mata kanan minus 1½. Dan tidak pernah melanggar peraturan sekolah. Namun dibalik penampilannya yang culun, Kleo termasuk siswi di kelasku yang berani melawan ketidakadilan. Entah itu dia yang menjadi korban atau orang lain. Keren, kan?

Segera kuanggukan kepalaku sebagai tanda persetujuan atas perkataannya dan bertukar tempat dengannya.

------

Pak Guru telah kembali dan sudah menilai pasangan dari absen nama A sampai J. Sekarang saatnya aku dan Kleo untuk pengambilan nilai bola voli.

Selama pengambilan nilai berlangsung, pusing kembali menyerang kepalaku padahal aku tidak berada ditempat teriknya matahari. Kuhiraukan rasa sakit itu dan tetap melanjutkan permainan.

Kleo segera menarik tanganku sesaat setelah pengambilan nilai dilakukan.

"Na, mata kamu ..."

Heran. Aneh banget Kleo tiba-tiba menarikku dan menanyakan masalah mataku.

"Kenapa, Kleo? Ada kotoran?"

"Bukan. Mata kamu warna hitam. Iya, hitam."

"Hitam? Oh iya, emang bola mataku warna hitam 'kan kita orang Asia," sanggahku. Memang benar 'kan rata-rata orang Asia memiliki bola mata hitam ditengahnya.

"Bukan itu. Hitam semuanya."

"Jangan bercanda kamu. Aku nggak pernah pakai softlens ke sekolah. Lagipula, emang kita mau shooting film horor pakai softlens serba hitam gitu."

Terlihat kepanikan diwajah Kleo yang aku tidak pahami alasannya.

"Sudahlah, lebih baik kita kembali ke lapangan sebelum ditegur oleh Pak Guru."

Kuabaikan ucapannya yang tidak jelas itu dan segera kutarik tangannya untuk kembali ke lapangan.

Jangan hina aku karena menganggap omongan Kleo tidak jelas. Karena selama pengambilan nilai, dia tidak memakai kacamatanya padahal angka minusnya sudah tinggi.

------

Setelah kejadian tadi, Kleo masih terlihat kaget. Bahkan dia terlihat kosong selama pembelajaran hari ini. Sungguh aneh.

Jam pelajaran hari ini telah selesai dan saat ini aku sedang menunggu ibuku menjemput. Tak sampai 30 menit, ibu sudah sampai dengan motor manualnya. Bisa dibilang keluargaku tidak begitu kaya raya, bahkan kata cukup saja kadang sulit untuk diucapkan. Tapi semuanya terasa cukup bagiku dan keluargaku.

Bertempat tinggal di rumah yang dekat dengan sekolah merupakan satu keuntungan besar bagiku. Karena tidak butuh waktu lama untuk bisa sampai dirumah dan beristirahat diranjang kesayanganku.

Setelah berleha-leha sejenak, aku menuju kamar mandi untuk melaksanakan mandi sore sebelum mulai mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan besok.

Mengamati wajahku sebentar dikaca sebelum mandi adalah salah satu kebiasaanku.

Hitam. Seluruh bola mataku berwarna hitam. Mulai dari mengedipkan bahkan mengusap dan menyiram mataku dengan air telah aku lakukan namun tetap hitam.

Apa yang terjadi padaku?

The Dark Told MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang