DICIOTTO
♥
"Gimana Rose? kamu suka flat ini?" tanya Maxi setelah mereka melihat-lihat beberapa flat. Dan yang terakhir adalah yang paling menarik bagi Rose. Tempatnya tidak terlalu besar, hampir sebesar flat milik Jeffrey dengan satu kamar, dapur, dan ruang tamu. Harganya juga cukup terjangkau, belum lagi jaraknya tidak terlalu jauh dari kantor.
"Iya, suka."
"So, ini sudah fix untuk kamu? Gak mau cari flat lain lagi?"
"Yang ini aja."
"Oke," dan setelah itu mereka tampak berbincang-bincang dengan pemilik flat sebelumnya. Tentang kesepakatan yang akhirnya akan terjalin di antara mereka.
Setelah selesai dengan mencari flat, Maxi mengajak Rose pergi sebentar. Hanya jalan-jalan di sekitaran Historic center, sambil menikmati suasana malam hari di Verona yang cukup ramai.
Dengan satu cup mochaccino espresso di tangannya, Rose memandangi hiruk pikuk suasana malam hari kota romantis ini. Banyak orang-orang yang keluar malam hari hanya sekedar untuk berkumpul bersama teman ataupun berkencan dengan pacar.
Maxi membenarkan syal yang tersampir di leher Rose, udara sedang dingin walaupun musim panas telah tiba. Jaket tebal Rose sepertinya masih belum cukup menghangatkan tubuh kecilnya. "Sepertinya a cup of mochaccino masih belum cukup untuk menghangatkan tubuh, iya kan?"
Rose mengangguk, ia menaruh cup yang dipegangnya pada sebuah dudukan batu dengan tinggi setengah tubuhnya. Menggosok-gosok kedua telapak tangannya untuk menghantarkan udara hangat.
"Kedinginan?"
"Iya, musim panas disini rasanya kayak udara pagi buta di puncak." jawab Rose dengan gaya lucunya, ekspresinya benar-benar polos dan apa adanya.
Maxi tertawa, tingkah Rose memang sangat polos. Sekarang ia tak lagi heran jika mendengar kata baby terus keluar dari bibir Jeffrey saat memanggil Rose. Gadis ini memanglah bayi, bayi lucu dalam wujud gadis 24 tahun bertubuh tinggi dan ramping, berkulit putih mulus dengan kedua pipi kemerahan, serta rambut pirang panjang. Mau dilihat dari segi manapun, semua orang bisa menilai bagaimana cantiknya seorang Roseanne Belle. Mungkin kata beautiful and pure akan sangat cocok untuk mendefinisikan gadis yang sedang menggosok-gosok kedua telapak tangannya itu.
Maxi menggenggam tangan Rose, memasukan kedua tangan Rose pada masing-masing saku mantel tebalnya. "Udah lebih baik?"
Pipi Rose panas, tindakan manis Maxi benar-benar membuatnya malu sekaligus tersanjung. Bagaimana mungkin ia tak malu jika mereka berdiri berhadapan dengan posisi yang sangat dekat. Belum lagi kedua tangan Rose yang masuk ke dalam saku mantel Maxi. Posisi itu akan terlihat seperti ia yang sedang memeluk Maxi jika dilihat dari belakang.
"Grazie, Maxi... tapi Kayaknya gak usah sampe dimasukin gini hehe," kekeh Rose dengan canggung. Ia hanya berusaha menghindari tatapan menilai dari setiap orang yang melewati mereka. Namun Rose sadar, ini Verona dan bukan Jakarta! Mereka tak akan mungkin ada waktu untuk sekedar membicarakan sepasang manusia berbeda jenis yang terlihat sedang bermesraan--walaupun sebenarnya tidak, mereka juga tak ada waktu untuk mencibir orang lain. Karena itu bukanlah urusan mereka. Kadang sikap cuek seperti ini lah yang dibutuhkan.
Maxi tertawa canggung, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Apakah sikapnya berlebihan? Apakah Rose tak nyaman dengan sikapnya? Maxi jadi merasa tak enak, ia hanya takut Rose menjadi risih. "Ah maaf jika kamu gak nyaman."
Rose menggeleng, bukannya tidak nyaman. Ia hanya tak terbiasa di perlakukan semanis ini oleh pria. Maklum, Rose belum pernah dekat dengan pria lain, selain Keenan dan Jeno--sepupunya. Lalu Jeffrey?
KAMU SEDANG MEMBACA
Juliet's House
Fiksi PenggemarCita-cita seorang Roseanne Belle dari kecil hanyalah tinggal di kota cantik dan romantis dengan kisah cinta klasik, seperti Verona. Semua itu berawal dari kegemarannya membaca novel romance berjudul Romeo dan Juliet karya William Shakespeare. Setel...