17. Pemeran Utama

34 1 2
                                    

Yang punya hajat galibnya adalah si pemeran utama. Dalam hal ini maka Raka dan Ola-lah lampu sorot malam ini. Namun Aluna enggan merasa kecil hanya karena menjadi figuran di cerita mereka berdua. Dia ingin menjadi pemeran utama di ceritanya sendiri.

Dengan pertimbangan penuh, Aluna bersolek dan memilih pakaian terbaiknya malam ini; yang tidak lebih mencolok dari si pengantin perempuan, yang tidak memberikannya kesan akan kekalahan, dan yang membuatnya terlihat teguh tegar. Pilihannya jatuh pada atasan satin tanpa lengan berwarna biru langit, bawahan satin berwarna hijau teal yang menggantung hingga tungkai kakinya, dan juga luaran organza berwarna hampir mirip dengan bawahannya.

"Buset!" Sebuah kepala menyembul dari balik pintu. "Emang boleh, ya?"

"Boleh apa?"

"Emang boleh se-effort ini buat kondangan mantan lo?"

Aluna memutar kedua bola matanya tak acuh. Hampir saja hiasan meja di depannya melayang ke arah kakaknya itu. Denis tidak dapat menahan dirinya untuk meledek Aluna habis-habisan setelah melihat adik perempuan semata wayangnya yang biasanya berpenampilan effortless dalam semalam menjadi orang yang berbeda.

"Aduh! Apa-apaan ini, masa dandanan kamu biasa aja, Lun?" Mama yang penasaran dengan penampilan Aluna setelah mendengar komentar Denis pun melakukan hal yang sama. Bedanya, jika Denis menganggap penampilan Aluna berlebihan, mama menganggap sebaliknya.

"Ya ampun guys, kalo dandanannya luar biasa, yang ada pengantinnya nggak jadi nikah karena yang cowo kepincut sama aku," kata Aluna tanpa memedulikan omongan kakak dan mamanya. Tangannya sibuk merapikan riasan rambutnya. Merasa sia-sia menasehati Aluna, pasangan anak dan mama tersebut meninggalkannya.

Sekali lagi Aluna mematut diri di depan cermin. Ia tidak tahu untuk apa dan siapa dia berdandan seperti ini. Sebagian dari dirinya ingin memberi kesan pada Raka bahwa sepeninggalnya, dia baik-baik saja. Lihat, aku makin cantik. Lihat, aku nggak menangis. Dan lihat, aku udah maafin kamu. Namun Aluna juga tidak memungkiri, sebagian lainnya ingin menampilkan versi terbaiknya pada Arian.

Selesai memakai heels-nya, Aluna keluar dari kamar dan tampak Arian sedang berbincang dengan papanya. Sudah menjadi kebiasaan di keluarganya untuk siapa saja yang mengajak Aluna pergi, maka harus meminta izin terlebih dulu. Ini berlaku ke semua orang tanpa syarat dan ketentuan berlaku; artinya baik laki-laki maupun perempuan akan harus melakukan hal yang sama.

Di tempatnya berdiri sekarang, Aluna terdiam melihat Arian dengan kemeja batik hijau gelap yang memeluk tubuhnya, serta rambut yang dinaikkan dan mengekspos dahinya. Biasanya dahi Arian selalu bersembunyi di balik poninya. Ini hal yang baru. Aluna tidak bisa tidak berdebar saat melihatnya. Walaupun dia sendiri tidak yakin apa alasannya.

Suara langkah kaki ber-heels membuat kedua laki-laki di teras serentak menoleh pada sumber suara. Ketika pandangan Aluna dan Arian bertemu, senyum keduanya tidak terhindarkan.

"Pa, Luna berangkat dulu," ujar Aluna sambil menyalami tangan papanya diikuti Arian setelahnya.

"Pulangnya malem?" tanya papa.

"Belum tau," jawab Aluna singkat.

"Oke, hati-hati ya. Papa titip salam buat Raka," ujar papa yang hanya dibalas acungan jempol oleh Aluna.

***

Setelah berpamitan, Aluna dan Arian memasuki mobil dan mulai melaju ke gedung pernikahan Raka dan Ola. Tempatnya tidak terlalu jauh. Jika jalanan lancar, mungkin membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk tiba di sana. Bermodalkan alat navigasi, Arian menyetir dengan tenang.

Tadi itu kali pertama Arian berkunjung ke dalam rumah Aluna, bohong jika dia tidak nervous. Kendati sudah dipersilakan masuk dan dijamu secangkir teh hangat, melihat sekeliling ruang tamu rumah ini membuat Arian seketika merinding. Bagaimana tidak, terpajang foto keluarga berukuran besar menampilkan figur ayah Aluna dengan seragam polisi, kemudian ibunya mengenakan seragam Bhayangkari. Di sisi kedua orang tuanya, berdiri Aluna dan juga pria yang sepertinya kakaknya.

"Papa kamu polisi?" tanya Arian begitu Aluna muncul dari bagian dalam rumah.

"Kok tau?" Aluna senyum-senyum, setengah berharap Arian melontarkan guyonan "bapak kamu polisi?" yang kemudian diikuti kalimat "soalnya kamu memenjarakan hatiku" seperti yang tenar di tahun 2010-an dulu saat Aluna masih SMP.

"Tadi aku lihat foto di ruang tamu," jawab Arian serius.

"Oh." Aluna jadi geli sendiri dengan imajinasinya. "Emang aku belum pernah cerita ya?"

"Belum. Aku pikir malah PNS, karena kamu suka bilang 'papaku dinas'."

"Ya kan emang PNS." Gadis itu terkekeh. "Papaku polisi senior di bareskrim, tahun depan pensiun sih kayaknya. Terus kakakku, dia dosen honorer gitu di salah satu uni swasta Jakarta. Sekarang gantian dong, kalo keluarga kamu gimana?"

Laki-laki itu berdehem sebelum membuka suara. "Ayahku budayawan, Bunda dulunya arsitek di firma biasa gitu, tapi sekarang lebih sering ambil freelance aja. Terus, adik aku dua: Biru sama Jingga namanya. Biru baru masuk kuliah, Jingga mau masuk SMA."

Aluna menutup mulutnya tidak percaya. "Kenapa keluarga kamu keren gitu, ya? Profesi orang tua kamu, nama adik-adik kamu juga. Boleh aku tanya lebih lanjut, nggak?"

"Sensus kali, ah!" Arian mencibir sambil tertawa. Walaupun begitu,sepanjang perjalanan Aluna tetap bertanya dan Arian tetap menjawab hingga tak terasa mereka telah tiba di parkiran hotel yang menjadi venue resepsi pernikahan Raka dan Ola.

Arian dapat melihat perubahan ekspresi Aluna yang tiba-tiba jadi tegang. Ditepuk-tepuknya punggung tangan Aluna untuk memberikan sedikit ketenangan. "Udah, take it easy aja," katanya. Dan embusan napas Aluna terdengar berat.

Aluna tampak terdiam untuk berpikir. Semuanya sudah dipersiapkan dan rasanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Gadis itu pun mengangguk-angguk yakin. Tapi Arian justru mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan mengulurkannya kepada Aluna.

"Nih, kamu simpen," katanya dengan wajah yang menurut Aluna mencurigakan. Bibirnya terkulum seperti menahan tawa.

"Buat apa?" Aluna memicingkan matanya, was-was dengan jawaban Arian.

"In case kamu kelewat sedih ngeliat mantan udah jadi suami orang," jawab Arian sambil menahan tawa.

"Iseng!" Aluna mengangkat tangannya untuk memukul lengan Arian, namun sebelum dia berhasil melakukannya, tangan Arian sudah lebih dulu menangkap tangan Aluna. Dia menepuk-nepuknya lagi dengan lembut.

"Siap?" Arian menoleh kepada Aluna, memastikan bahwa gadis itu tidak akan mundur lagi. Aluna tidak menjawab, tapi Arian dapat mendengarnya lagi-lagi menghela napas untuk mengumpulkan nyalinya.

"Harus siap, aku pemeran utamanya," katanya seraya mengeratkan pegangan tangannya pada Arian.

***


New update karena ngerasa berutang sama diri sendiri. Ceritanya pasti akan selesai, walaupun ga dalam waktu dekat ini 🥲

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alluring AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang