Tiga

1.8K 415 94
                                    





"Kakimu sudah enakan, Na?" Jisoo yang sedang berkutat dengan coffe machine, menoleh saat Jaemin muncul di dapur.

"Mm, Puji Tuhan Kak," Ada raut bahagia dari wajah Jaemin, dia tak bisa menutupi perasaan bersyukur dalam suaranya, "Sudah lumayan, setidaknya nggak nyut-nyutan lagi," Dia duduk di kursi meja makan, mengambil cookies yang masih terhidang hangat lantas mencicipinya, "Repot juga kalau harus jalan pakai kruk, badan sakit semua."

Jisoo tersenyum mendengarnya.

Setelah seminggu berlalu dan beberapa kali datang terapi ke rumah sakit, kondisi kaki Jaemin sudah berangsur membaik, dia senang bisa lepas dari bantuan kruk, tentu saja tak enak rasanya berjalan dengan kruk sepanjang hari.

Sekarang hari-hari terasa lebih cerah, apalagi Jaemin takkan dihadapkan lagi pada pandangan  prihatin tetangga—  seakan dia akan cacat selamanya. Terkadang hal ini membuatnya jengkel dan menjadikan alasan mengapa Jaemin jarang keluar rumah.

Ya, meskipun bisa kambuh sewaktu-waktu, dia bersyukur, setidaknya dia bisa kembali berjalan normal seperti biasanya, suasana hati Jaemin menjadi lebih bagus karena itu.

"Tentu, sehat adalah segalanya, ya kan?" respon Jisoo sambil meletakkan secangkir kopi hitam di atas meja makan— menu wajib Jinyoung di setiap paginya, "Aku senang akhirnya kau nggak murung dan bermuram durja lagi."

Jaemin menoleh penasaran menghadap Jisoo, "Kemarin-kemarin aku pemurung banget ya Kak?"

Jisoo tersenyum lalu menambahkan, "Nggak pakai banget, tapi Ann bilang kau jadi sering melamun dengan ekspresi murung waktu menemaninya bermain, kau ingat?"

"Oh, maafkan aku." Jaemin meringis, dia tidak sadar telah melakukan kebiasaan itu, pantas saja Leanna akhir-akhir ini menolak ditemani main saat Jaemin menawarkan diri, Jisoo langsung tertawa.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, kami bisa memahamimu, Na." Jisoo berjalan membuka kulkas dan mengambil segelas jus jeruk yang setengah jam lalu sengaja dia dinginkan di dalam kulkas, Jisoo mengangsurkan jus itu ke Jaemin, "Kenapa kau suka sekali minum jus dingin pagi-pagi, enggak pengen nyoba minum kopi, Na?"

"Trims," Jaemin menerima gelas dan meminum jusnya seteguk, "Aku bukan pencinta kopi seperti Kak Jinyoung, takut candu," jawabnya.

"Ah ya, benar, jangan sampai kecanduan, tahu sendiri kakakmu itu bahkan sampai tahap mengaku pusing kalau sehari tidak minum kopi." Jisoo melanjutkan ketika ponsel Jaemin bergetar, Jaemin meraih ponselnya dari saku dan menatap nomor si penelepon dengan dahi berkerut.

Nomor tanpa nama ini lagi..

Dua hari berturut-turut nomor ini kerap menghubunginya, Jaemin tidak pernah mengangkat dan biasanya cuma mendiamkan saja sampai deringan panggilannya berakhir, dia tidak tertarik meladeni panggilan iseng.

Siapa sih yang nggak punya kerjaan nelpon terus? Jaemin mengeryit, jelas merasa terganggu.

"Kenapa nggak diangkat, Na?" tanya Jinyoung masuk ke dapur sambil menenteng jas kerja di lipatan lengannya, Jinyoung menatap bergantian ke arah Jaemin dan ponsel itu selagi mengambil cangkir kopinya.

"Telepon iseng," Jaemin mengangkat bahu, "Dari kemarin nelpon terus, nggak tahu siapa." dia mematikan ponsel setelah deringan kelima.

"Coba dihubungi balik, siapa tahu penting." saran Jisoo sambil menyalakan televisi kecil yang tertempel di dinding dapur, chanel televisi sedang menayangkan program berita pagi. Jisoo lalu berlalu untuk membangunkan Leanna di lantai dua.

Jinyoung menarik kursi di samping Jaemin, "Ada cewek yang kira-kira lagi naksir kamu? Mungkin telepon dari cewek pengagum rahasia, Na."

"Ah..nggak mungkin sih kak, " Elak Jaemin, "Temen cewek sih ada, tapi nggak sedekat itu sampai bisa naksir, lagipula rata-rata sudah punya pasangan semua."

Hiraeth - Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang