Selama ini aku tak punya hal yang benar-benar aku suka. Saat Ibu berkata aku mahir dalam sesuatu aku hanya belajar hal itu tanpa menikmatinya. Sama halnya dengan piano, basket, dan sains. Mereka bilang aku berbakat tapi yang kurasakan hanya kosong. Ku fikir aku akan terus merasa kosong, tapi siang itu untuk pertama kalinya aku merasakan sensasi paling aneh. Entah kenapa aku merasa sangat menikmati, nyaman, dan ingin mengulanginya lagi.
Nama kelasku dipanggil oleh pembawa acara. Theo menepuk punggungku sebelum berjalan mengikuti Jimmy yang sudah lebih dulu sampai ke atas panggung. Aku menjadi orang terakhir yang sampai dan segera memposisikan diri di balik keyboard.
Sorak sorai sudah terdengar, mengelu-elukan nama Theo. Benar kata Ara, semua siswi di depan panggung ini adalah fans Theo. Pada kondisi ini, fakta ketampanan Theo dan kepopulerannya sebagai anggota band sangat merugikanku. Fans-fansnya membuatku meneguk ludah gugup.
Dapatkah aku bernyanyi dengan kondisi gugup begini?
Theo mengalungkan gitar lalu tersenyum dan melambai pada fans-fannya. Hanya hal kecil, tapi malah membuat para sisiwi itu berteriak makin histeris. Bahkan aku melihat banyak siswi yang berlarian dari dalam kelas mereka lalu ikut bergabung berdiri didepan panggung.
Ditengah-tengah kerumunan siswi-siswi itu, aku melihat Ara mengangkat kedua tangannya. Dia berjinjit dan menjulurkan leher. Saat aku sedang memutuskan lebih baik memandangi dahi atau rambut Ara, Theo memulai intro.
Sambil terfokus pada dahi Ara, aku mencoba fokus. Bertekad menyanyikan lagu ini hanya untuk satu orang.
Anehnya, begitu mulai bernyanyi aku malah merasa tenang. Tak ada ketakutan kalau suaraku crack, atau nadanya fals. Aku justru larut dalam lagu, menikmatinya.
Pandanganku mulai menyapu seluruh penonton. Ternyata bernyanyi di depan banyak orang tak seburuk itu.
Tanpa sadar lagu sudah hampir selesai. Seluruh nada-nada tinggi berhasil aku lalui. Aku tersenyum puas. Saat aku kembali mencari Ara, aku menyadari gadis itu terpaku dengan kamera ditangan. Bukan terpaku padaku tentu saja. Tatapannya justru terkunci kepada rekan satu bandku.
*
"Keren banget sih lo"Jimmy memukul lenganku keras sekali. Hampir saja aku tersungkur di lantai kalau tidak menghantam dinding kelas IPA 7. "Eh sorry-sorry."
Theo yang berjalan dibelakangku tertawa saat melihat ku yang hampir jatuh.
Setelah penampilan selesai, kami bertiga kembali ke dalam kelas IPA 7 untuk menunggu pengumuman. Hanya tiga kelas lagi yang akan tampil, jadi lebih baik tetap ada di sekitar panggung.
"Gimana rasanya jadi vokalis?"tanya Theo.
"Seru juga ternyata."Aku mengakui. "Gue bikin kesalahan nggak tadi?"
"Yang bener raja Khaf. Gue sampe heran kenapa lo bisa sebagus tadi. Suara lo keren banget, mana nyanyinya sambil main keyboard lagi."sepertinya Jimmy mengatakannya dengan sungguh-sungguh.
"Nggak mau jadi vokalis aja Khaf?"kali ini Theo yang bertanya.
Aku mengangkat bahu. Sebenarnya menyenangkan sekali menyanyi didepan orang banyak. Masalahnya aku tak tahu bagaimana cara mengulangi kejadian tadi.
"Kalau kaya gini, kita bakalan menang."
"Nggak lah. Kelas lain masih pada bagus-bagus."Theo mengibaskan tangannya. Dia menunjuk luar kelas dengan dagu. "Tuh kelas 12 IPA 5 bagus juga mainnya."
"Ye nggak percaya. Ini kan penilaiannya nggak cuma dari juri guru tapi juga vote semua orang. Gue percaya fansnya Theo bakal dedikasi buat ini. Kalau menang pokoknya lo harus ngijinin gue gantiin Arman."
"Masuk tiga besar deh gue ijinin jadi drummer."Theo terkekeh.
Aku mengerutkan dahi. Aku sempat mendengar kalau Theo punya band. "Arman itu drummer band lo?"
Theo mengangguk. "Tapi dia mau keluar."
"Kenapa keluar?"
Theo hanya mengangkat bahu.
*
"PEMENANG ACARA LOMBA ANTAR KELAS ADALAH12 IPA 1!!!!"
Aku, Jimmy, dan Theo saling pandang. Beberapa detik kemudian kami tersadar dan langsung mendorong Jimmy pergi menuju panggung.
Aku dan Theo terbahak saat melihat Jimmy hampir jatuh karena berjalan dalam kebingungan.
"Kayaknya fans lo kerja keras banget sampai kita menang."
Theo terkekeh. "Nggak tau aja lo fansnya Jimmy lebih barbar."
"Berarti habis ini lo ngijinin Jimmy gabung band lo ngegantiin Arman?"
Mendengar itu Theo tersenyum miris. "Maunya sih gitu, tapi band gue udah bubar."
"Tapi kata Jimmy..."
"Gue belum bilang dia."Theo menyandarkan punggung pada kursi.
"Kenapa band lo bubar?"
"Mereka nggak mau ganti vokalis. Masalahnya, vokalis gue yang lama udah nggak bisa nyanyi disini lagi. Dia pindah sekolah."
Aku hanya mengangguk kecil. "Kalau gitu alasannya nggak bisa diapa-apain ya."
Theo tersenyum miring. "Bisa sih sebenernya."
"Gimana caranya?"
"Kalau lo gabung jadi vokalis, dan kita bikin band baru."
To be continued....
halo halo....
Gimana nih kabarnya? Beberapa hari yang lalu aku tuh ngerasa down banget. Insecure parah. Untungnya bts ngasih asupan bertubi-tubi. RUN BTS, Jimin live, besoknya Jungkook sama Suga.
Ambyar aku sama senyumnya Jimin, rambut panjangnya jungkook, dan suga yang nge-gitar.
Oia jangan lupa ninggalin jejak ya kalau suka sama cerita ini, dan follow akun ini juga. Tenang aja akan langsung aku folback kok, hehehehe....
terakhir,,,
mampir ke youtubeku ya...
Makasih 😊💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAGIO
Teen FictionAwalnya Khafa tak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Segala hal, apalagi cinta, butuh waktu untuk tumbuh dan dirasakan. Ibarat musik semuanya harus mengalun dengan tempo yang tak terlalu cepat dan mengalun lembut (adagio). Khafa percaya...