Prolog

2.3K 61 4
                                    

"Kalau mau, gue bisa bantuin lo buat lupa sama semua hal yang udah bikin lo nangis kayak gini."

🌻

Bicara tentang cinta, mungkin akan menghabiskan berlembar-lembar kertas untuk menulis penjelasannya. Sebab pada dasarnya, cinta itu sebuah keambiguan. Ada yang menganggap cinta sebagai sesuatu yang dibutuhkan seumpama ikan yang butuh air untuk hidup, ada pula yang menganggapnya seperti ikan tanpa sepeda. Hanya ada dua tipe manusia; yang menganggap cinta sebagai sebuah kebutuhan atau yang menganggap cinta sebagai sebuah ketidakharusan.

Juga, pasti tak sedikit dari orang-orang yang percaya bahwa jodoh tidak akan ke mana. Pasti akan datang, cukup menunggu dengan sabar, dan berakhir dengan sebuah akhir bahagia seperti kisah Cinderella. Tidak, tidak. Cinta dan jodoh tidak seperti itu. Manusia memang tidak bisa memilih untuk melabuhkan hati pada dermaga yang seperti apa, tapi manusia bisa memilih awak kapal yang seperti apa yang akan berlayar bersamanya. Begitu kalau istilah puitisnya.

Tapi sayangnya, pasti akan tetap ada yang beranggapan bahwa jodoh 'tak akan ke mana'. Jadi, dia hanya menunggu seperti orang bodoh sembari berharap sosok itu melirik ke arahnya dan menyadari seperti apa isi hatinya. Sayangnya, dongeng-dongeng diciptakan agar orang-orang tak terlalu fokus pada dunia dengan realita yang menyesakkan dada, lalu membuai untuk tenggelam dalam angan-angan kisah hidup yang menyenangkan untuk sejenak sebelum akhirnya kembali tersadar bahwa hidup tak seindah itu.

Sejak tiba di ruangan itu dia hanya diam. Makanan yang berjejer rapi di atas meja terlihat tak menarik sama sekali. Padahal, dia adalah tipe cewek yang paling suka makan. Datang ke pernikahan seseorang adalah surga kedua setelah rumah menurutnya. Tapi entahlah, semua yang ada di sana terlihat tak menarik mata dan membuat kaki terdiam untuk tidak mengisi perut yang kosong sejak beberapa hari terakhir.

Nafsu makannya lenyap karena kabar pernikahan sang pujaan hati terdengar.

Bahkan, dia masih ingat bagaimana wajah dengan senyum yang terpatri lebar pada wajah yang selalu membuat cewek itu berdecak kagum tatkala menghampiri dan menyerahkan undangan berwarna biru langit itu padanya. Ah, rasanya bahkan lebih sakit saat dia melihat pacarnya pergi dengan cewek lain sementara dia kesepian waktu zaman kuliah dulu. Sebab pada kenyataannya, dia terlalu melabuhkan harap pada sesuatu yang tak mungkin bisa dia dekap.

Memang, ya, manusia itu suka sekali begitu.

Awalnya Nara tak mau hadir. Sudah beribu alasan dia ucapkan, tapi rekan-rekan di kantornya terus memaksa. Jadi, mau tak mau dia harus tetap hadir dengan wajah kusut dan juga mata sembab. Padahal sudah berusaha mati-matian ditutupi dengan make up, tapi tetap saja terlihat kacau. Harusnya Nara tampil cantik, harusnya dia terlihat paling menawan bahkan lebih menawan dari pengantin wanitanya.

Namun, tatkala kaki melangkah masuk ke dalam ruangan di gedung pernikahan itu, Nara kembali mengalami perasaan insecure. Bahkan lebih dari yang dulu. Tatanan ruangan ini sangat bagus dengan warna putih mendominasi, jangan lupakan dengan live music accoustic yang menenangkan, serta pengantin wanita yang terlihat menawan di atas pelaminan. Nara bahkan yakin seratus persen bahwa dia akan terlihat lebih burik kalau berdiri di sebelah wanita itu.

Melangkah pelan dengan jantung yang berdetak begitu kuat, Nara kembali tertampar kenyataan saat kakinya berhasil melangkah mendekati kedua orang yang terlihat memancarkan rona kebahagiaan di wajah mereka. Iri, satu kata yang terlintas di dalam kepala. Harusnya dia yang berada di samping lelaki itu, 'kan? Nara menggelengkan kepalanya, sebelum akhirnya tersentak tatkala sang atasan berteriak di depannya.

"Widih, nikah juga lo, bro!" teriak Fajri--sang atasan Nara di kantor.

Keduanya saling melempar tawa renyah, sebelum berakhir saling memeluk erat. "Iya, dong. Doain, ya, biar cepet dapat momongan!" ujar Rizal yang sukses membuat kedua pipi sang istri merona.

DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang