Sekarang aku lagi di sekre jurnalistik, salah satu ekskul di sekolah yang coba aku ikuti karena aku rasa bakatku memang ga jauh-jauh dari menghias majalah dinding sekolah dengan berbagai info menarik seputar sekolah dan edukasi.“Binar, gue lupa kalau kemaren gue nugasin lo wawancara. Lo wawancara siapa ya? Danish atau Junkyu?”
“Kemarin disuruhnya Danish. Emang kenapa?”
Sasa, salah satu teman se-ekskul ku itu langsung angguk-angguk, “Ngga. Gue takut ketuker soalnya Hana udah keburu wawancara Junkyu.”
“Oh, kalaupun ketuker gapapa, kok. Hehe, gue belum nyiapin materi wawancaranya, nih.”
Sasa tampaj berpikir, “Tapi udah chat Danish buat nanyain jadwal dia yang kosong?” aku mengangguk. Danish itu kapten futsal sekolah dan aku ditugaskan wawancara dia seputar liga antar sekolah yang dilaksanakan minggu lalu. Danish dan timnya berhasil membawa piala Juara 1 yang sekaligus membuktikan bahwa ia dan timnya mampu mempertahankan gelar kebanggaan sekolah.
Alasan itu akan menjadi topik wawancara nanti dan aku bahkan belum kepikiran apa saja yang harus aku tanyakan pada dia. Untungnya waktu di chat kemarin, Danish bilang dia free Sabtu ini. Jadi, aku masih punya waktu tiga hari untuk menyiapkan pertanyaan terbaik untuk wawancara nanti.
“Kalau gitu lo punya tiga hari buat bikin daftar pertanyaannya, Nar.” aku mengangguk, “Gue bakal siapin pertanyaan terbaik dan berkualitas biar majalah dinding kita keren dan bisa lolos seleksi lomba majalah dinding sekolah tingkat kota!”
“Of course. I can lean on you, am I?”
“Yes, you are.”
Setelah itu Sasa izin keluar bentar untuk menemui anggota jurnalistik lain yang sedang wawancara. Karena bosan, sambil nunggu bel masuk, aku diam aja di dalam ruangan sambil membaca beberapa hasil wawancara dari anggota lain.
Wow, interesting!
Ga salah, anggota yang lain hasilnya pada keren-keren. Aku kembali meyakinkan diri aku kalau aku juga bisa dapat hasil wawancara bagus kaya mereka.
“Emm.... Binar?” dengar namaku disebut aku langsung menoleh, tepatnya ke arah pintu sekre yang terbuka kecil memperlihatkan Junkyu disana.
“Iya, nyari siapa Junkyu?” tanyaku karena cowok itu kelihatan menyapu seluruh isi ruangan, padahak disini cuma ada aku.
“Hana.”
“Oh, Hana ga ada. Ini gue cuma sendirian disini. Kalau emang penting lo bisa bilang ke gue ntar biar gue sampein ke Hana.”
Junkyu masuk dengan gestur canggung. “Apa itu?” aku tau itu kotak pensil tapi alasan aku nanyain itu adalah Junkyu tiba-tiba letakin kotak pensilnya di depan aku.
“Hana tadi wawancara gue dan dia pergi tanpa bawa kotak pensilnya.”
“Ooh.... Hana anaknya pelupa emang. Makasih, ya! Ntar gue kasih kalau orangnya udah dateng.”
“Makasih, Nar.” aku angguk-angguk lalu mengambil kotak pensilnya.
“Emm... Nar,” aku refleks menoleh saat Junkyu kelihatan bingung. "Kenapa? Kok kaya bingung gitu?”
“Iya bingung, hehe. Pulang sekolah ini, apa lo bisa ketemu gue bentar?” aku berpikir sebentar, “Ada yang mau diomongin? Kenapa ga sekarang aja?”
“Maunya, tapi kayanya ga pas tempatnya.”
“Mo ngajak ghibah?” aku ketawa mengejek sementara Junkyu malah garuk-garuk tengkuk. Keliatan canggung.
“Gue becanda, Kyu.”
“Jadi, bisa?”
Gue mengangguk, “Kebetulan hari ini gue bawa sepeda sendiri ga sama bapak. Jadi, amanlah. Mau ngomong dimana emang?”
“Rooftop.”
---
Semoga hari esok menjadi bagian baru mimpi kecilmu lebih dekat dengan kenyataan.
---
•
•
•◦menuju lembar keenam◉◦
KAMU SEDANG MEMBACA
kau bukan rumah ─junkyu
Fanfiction☁ミ✲ junkyu ─untuk kamu, yang tak pernah singgah apalagi menetap. "waktu itu perkataanku tak lengkap, maka hari ini akan ku lengkapi kerumpangan itu bersama ucapan berbahagialah selalu dimanapun kamu."