Minggu pagi yang cerah, secerah wajah keluarga bahagia ini. Prakoso sebagai kepala keluarga itu sedang menuju ke kamarnya. Sehabis tadi menyiapkan mobil, Prakoso memilih ke kamar untuk merebahkan diri sambil menunggu istrinya menyiapkan makanan. Rencananya, Prakoso, Areta—istri Prakoso, dan Una serta Siti, anak-anak mereka, akan jalan-jalan ke taman.
"Una, Siti. Ayo makan dulu sayang," panggil Areta dari dapur yang terletak di lantai satu.
Rumah mereka itu dua tingkat. Di lantai satu ada ruang tamu, dapur, ruang makan, ruang keluarga, dan gudang. Di lantai dua, terdapat semua kamar mereka.
Una dan Siti yang masih tidur jadi terbangun mendengar panggilan itu. Mereka menggeliat. Bisa-bisanya mereka baru bangun tidur padahal akan jalan-jalan.
"Aku duluan mandi, ya," ucap Una langsung ke kamar mandi.
Siti geleng-geleng kepala. "Kok dia bisa sih habis bangun langsung mandi?"
Lima belas menit berlalu, Una sudah keluar dari kamar mandi dan siap untuk pergi. Siti buru-buru ke kamar mandi, ia tak mau telat untuk hari yang paling ditunggu-tunggunya.
"Kakak, aku duluan ke bawah." Una turun duluan tanpa menunggu balasan Siti.
"Iya. Bilangin ibu tunggu Kakak sebentar," teriak Siti takut tak didengar Una.
Mendengar derap langkah, Areta berbalik badan. "Eh Una, Ibu cariin dari tadi baru kelihatan. Siti mana?"
"Ka Siti lagi mandi, Bu. Katanya tunggu sebentar," papar Una.
Areta mengangguk singkat. "Ibu pergi ke kamar samper Ayah dulu, ya."
"Iya, Bu. Aku mau makan es krim dulu. Boleh 'kan, Bu?" tanya Una menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Boleh dong." Areta terkekeh singkat.
Una segera menuju kulkas. Tempat kesukaan sekaligus makanan kesukaannya ada di sana. "Wah! Es krimnya banyak banget."
Una memakannya dengan lahap. Baru saja ia akan menyuapi es krim ke mulutnya, seseorang menahan tangan Una. "Ups, bagi dua." Siti mengambil es krim Una.
"Ka Una, ih. 'Kan masih banyak di kulkas," rengek Una.
"Kalau gitu tinggal kamu ambil yang baru." Siti berlalu begitu saja meninggalkan Una.
"Nyebelin," celetuk Una yang ditertawai Siti.
Una mengambil es krim lagi dan langsung putar balik ke ruang makan. Terlihat sudah ada Prakoso, Areta, dan Siti di sana.
"Anak Ayah satu ini nih, ya. Kerjaannya makan es krim terus," ejek Prakoso bercanda.
"Ih, Ayah. Kak Siti juga tadi ngambil es krim aku," jelas Una cemberut.
"Bohong tuh, Ayah," sanggah Siti.
"Ih, bo–"
"Udah-udah, ayo makan. Habis ini kita langsung ke taman," potong Areta menyudahi perdebatan kakak adik ini.
"Nah betul, tuh. Kamu emang terbaik deh, sayang," imbuh Prakoso mengusap-usap pucuk kepala Areta.
Pipi Areta memerah. "Ih, Prak. Malu diliatin anak-anak."
"Ga apa-apa kali, Bu. Kita juga udah sering lihat kalian kayak gini. Iya 'kan Na?" kekeh Siti.
"Betul. Ibu udah bertahun-tahun sama Ayah masih aja suka kayak kepiting rebus pipinya," goda Una terbahak.
"Udah ah. Ayo makan nanti sampai sana terlalu siang," rajuk Areta.
Setelah makan, mereka semua berangkat ke taman. Dalam waktu sebentar, keluarga bahagia itu sudah ada di taman.
Baru saja sampai di taman, Una sudah heboh duluan. "Wah! Bagus banget pemandangannya. Ka Siti fotoin Una dong di situ tuh tuh." Una menunjuk tempat yang memang sangat cocok dijadikan spot foto.
"E–eh tunggu." Siti melepaskan tangannya dari genggaman Una.
Una mengernyitkan dahi. "Kenapa, Kak?"
"Ajak Ibu sama Ayah dong. Biar foto keluarga sekalian."
Una menarik tangan Siti lagi. "Boleh. Ayo!"
"Ayah, Ibu, ayo ke sana. Kita foto sekeluarga," ajak Una.
"Ayo Yang," ajak Prakoso menggandeng tangan Areta.
"Lah? Terus aku ditinggal sendiri?" Siti menunjuk dirinya sendiri dan langsung berlari menuju keluarganya.
"Eh yang fotoin siapa dong?" gumam Una bingung.
"Mas," panggil Prakoso.
Mas-mas yang dipanggil itu menghampiri Prakoso. "Iya? Ada apa, ya?"
"Tolong fotoin kita dong. Mau foto keluarga nih," pinta Prakoso merangkul Areta.
Mas itu mengangguk singkat. Siti memberikan kameranya.
Cekrek
Cekrek
Cekrek
"Pak, nih." Mas itu mengembalikan kamera Siti.
"Satu lagi dong. Ini istri saya udah cantik banget masa cuma tiga kali foto."
Mas itu tersenyum, tersenyum paksa.
Cekrek
Cekrek
"Ayah, ke situ yuk. Tempatnya indah banget," usul Una menunjuk arah timur.
"Saya pu–"
"Mas tukang foto, fotoin lagi, ya," sosor Prakoso membuat Mas itu diam.
Setelah satu setengah jam foto-foto akhirnya selesai. "Mas, makasih udah mau fotoin. Nih, buat mas." Areta tersenyum memberikan selembar uang biru.
"Sayang, jangan senyum-senyum. Senyum kamu terlalu manis," tegur Prakoso merangkul pinggang Areta posesif.
"Ayah, aku laper."
"Ayo kita cari rumah makan," ajak Prakoso yang disetujui semua.
Di rumah makan, Una antusias melihat menu makanan yang ada. "Ayah aku mau itu sama es krim."
"Jangan es krim terus dong nanti sakit gigi."
"Ah. Ya sudah deh," desah Una kecewa.
Mereka pun memilih menu makanan. Menunggu 15 menit sampai makanan pun tiba. "Ayo makan. Una, Siti jangan lupa doa, ya. Areta sayang juga jangan lupa doa." Prakoso memperingati.
Setelah doa, keluarga bahagia ini memakan dengan lahap hingga habis.
"Mau ke mana lagi, nih?" tanya Prakoso membalikkan garpu dan sendoknya.
"Pulang aja, Prak. Anak-anak pasti capek," usul Areta bersandar di bahu Prakoso.
"Oke sayang."
"Tapi Bu, jangan lupa beli es krim buat stok di rumah," sahut Una.
Prakoso tergelak. "Mirip banget sama kamu dulu, sayang."
"Jangan diingatin dong." Areta tersipu.
Prakoso merangkul Areta. "Iya, iya. Ayo pulang."
Prakoso, Areta, Una, dan Siti pun pergi ke minimarket dahulu baru pulang kembali ke rumah.
Sesampainya di rumah, mereka langsung ke kamarnya masing-masing.
"Hari yang indah ya, Kak," kata Una membaringkan tubuhnya.
Siti menoleh. "Indah banget."
"Aku bersyukur banget punya keluarga harmonis kayak gini," tambah Siti.
Una mengangguk tersenyum. Keluarga harmonis dengan anggota keluarga yang rupawan. Sungguh, keluarga paket komplit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prata Story
Romance(END dan belum revisi) Definisi keluarga harmonis adalah keluarga mereka. Namun suatu ketika, banyak masalah melanda membuat mereka berubah dan ada sekat. Dimulai datangnya masa lalu, rahasia yang terbongkar, dan keposesifan membuat semuanya bertamb...