Ia mengintai rumah itu.
Sudah beberapa bulan ia melakukannya. Ia bahkan sudah tahu kapan sang penghuni rumah akan tidur.
Lalu ia menghitung sampai sepuluh, sang bodyguard keluar dari dalam rumah lalu melakukan tugasnya memeriksa sekeliling rumah.
Akan tiba waktunya. Tak lama lagi, ia akan menuntaskan tugasnya. Dan dana akan mengalir ke rekening rahasianya. Dan itu akan lebih dari cukup.
Terus bergerak. Jangan takut. Ia menyeringai dingin.
Tak pernah sekalipun ia takut. Tak pernah sekalipun ia merasa ingin mundur. Ini benar-benar pekerjaannya.
Ia menyelinap perlahan masuk ke dalam rumah itu. Pelan dan pasti. Langkahnya anggun, gemulai dan tanpa suara. Dia berjalan bagai angin malam.
Tidak ada yang menyadari kehadirannya. Walaupun rumah itu dijaga ketat oleh para pengawal.
Sasarannya sedang berbaring di ranjang.
Semudah itukah?
Ia mengeluarkan belatinya yang terselip di pinggangnya.Bukan pistol. Ia tidak mau menggunakan pistol jika tak perlukan. Pistol terlalu berisik meskipun memakai peredam suara sekalipun ia tetap tak menyukainya.
Matilah kau!
Ia menghujam belati yang sudah pernah ia gunakan untuk membunuh banyak korban ke sasarannya. Namun ia terhenyak.Tidak ada darah! Sasarannya tidak tidur di ranjang.
Oh! Sial!
Namja raksasa menarik tangannya, memelintirnya. Ia berusaha menendangnya. Tidak berhasil. Lalu ia berusaha mencabut pistolnya. Namja itu tahu gerakannya. Ia menangkap tangannya dan mengambil alih pistolnya. Sekarang kedua tangannya dipelintir namja itu. Namja itu mendesaknya ke tembok. Ia masih mencoba menyerang tapi kekuatannya kalah dengan namja itu. Ia tahu dari postur tubuhnya yang tinggi dan kekar, kalau namja yang ada di belakangnya ini adalah sasarannya. Ia pun merasa kalau inilah akhir dari karirnya sebagai pembunuh.
"Nuguya?" tanya namja itu berbisik dingin. Ia bergidik. Suaranya rendah dan bengis.
"Bunuh aku!" balasnya. Namja itu tercengang. Suara yeoja.
"Tidak secepat itu. Katakan siapa yang mengutusmu?" tanyanya sambil menodongkan pistol di kepalanya. Sang pembunuh mendengus. Ia siap mati.
Setiap ia menjalan tugas, ia sudah siap mati. Ia tidak akan membuka mulut tentang apapun yang bisa membahayakan komplotannya.
Lalu namja itu menarik kasar bahu sang pembunuh dan memaksa untuk melihat wajahnya. memegang dagu sang pembunuh untuk melihat wajahnya. Namja itu menarik masker penutup mulut yang dipakai sang pembunuh.Dan ia terpana.
Sang pembunuh bayaran memiliki wajah malaikat. Matanya meski berukuran sipit, bersinar dan kecerdasan terpancar dari sana, hidung mancung, bibirnya mungil, dan namja itu bisa membayangkan senyuman yang muncul dari bibir itu adalah senyuman yang menyejukkan.
"Neo?"
Sang sasaran merasa nafasnya sesak. Tidak biasanya hatinya melemah. Mata sang pembunuh bayaran memancarkan suatu aura sehingga ia tersedot dalam pusaran badai yang tiba-tiba menyerang sistem kerja otaknya.
Sampai ia melakukan sesuatu hal di luar kendalinya.Menciumnya.
Aku bisa membunuhnya... Nanti... Setelah ini, pikir namja itu dalam hati.
Namja itu mengambil pistol yang disembunyikan sang pembunuh di pinggangnya. Lalu ia mencium yeoja itu dengan kasar.
***
Bunuh dia sekarang!
Ia sedang tidur.
Dicari belatinya.Ia bergerak pelan dan tanpa suara. Tetapi tangannya yang kokoh dan bertatto malaikat kecil memeluk wanita itu dengan erat.
Sial!Pistol!
Ya, di bawah bantal.
Tangan pembunuh itu diselipkan ke bawah bantal.
Dapat!
Ditarik pistol dari bawah bantal. Lalu diacungkannya pistolnya ke kepala sasarannya.
Ini akhir dirimu, Cha Seungwon!
Namja itu menggeliat tapi sama sekali tidak bangun. Ia tertidur sangat nyenyak. Keringat dingin bercucuran di kening sang pembunuh ketika ia menyaksikan kalau namja itu tersenyum dalam tidurnya. Wajah yang sangar dan kejam dipayungi alis lebat. Ketika tersenyum, wajahnya tampak aneh.
Bunuh dia!Tarik pelatuknya, Dangye! Semua akan berakhir! Uang! Kau butuh uang. Mereka butuh uang.
Dipejamkannya matanya.
Dua jam yang lalu.
"Siapa namamu?" bisiknya pada sang pembunuh . Lidahnya menggelitik kulit leher wanita itu.
"Aku dilarang menyebutkan namaku," jawab wanita itu sambil memeluk lehernya.
"Kau tahu siapa aku, aku pasti akan tahu siapa kau," balasnya dengan suara berbisik. Sang pembunuh tertawa.
"Kau tidak akan bertemu denganku lagi setelah ini," bisik sang pembunuh. Ia menggeram.
"Tidak ada yang bisa menghalangiku,", desisnya di antara ciumannya.
Sekarang,
Tarik pelatuknya! Bunuh dia!
Aku tidak bisa.
Bunuh dia, bodoh! Jangan pikirkan apa-apa lagi.
Shiro!!! Shiro!!!
Kalau kau tidak membunuhnya maka karirmu hancur.
Benar, karirku sebagai pembunuh bayaran hancur. Dan aku akan dikejar oleh orang yang membayarku.
Sang pembunuh menatap namja yang sedang terlelap dalam mimpinya itu.
Ne, aku harus membunuhnya. Misi harus selesai.
Diarahkan pistolnya ke kepala namja itu lagi.
Sejam yang lalu.
Sang pembunuh mencium bibirnya yang cemberut. Mengapa ia cemberut? Tapi bukankah bibirnya memang seperti itu? Bentuknya tegas ditunjang oleh rahang yang kokoh juga dihiasi kumis yang kasar.
"Harusnya aku membunuhmu, kau membahayakan nyawaku," bisiknya di telinga sang pembunuh.
"Lalu mengapa tidak kau lakukan?" tanyanya. Namja berwajah sangar itu menyeringai.
"Karena aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi padamu," bisiknya.
Sekarang.
Aku tidak bisa!
Wanita itu bangkit. Secepatnya memakai pakaiannya dan melarikan diri dari rumah itu. Rumah yang telah diintainya selama beberapa bulan ini.
Mission uncomplished.
Tbc
Christie Sue : Saya menulis ulang dua versi untuk dua page berbeda. Terima kasih buat teman-teman, "teman-teman", dan SR. Christie Sue tak akan bisa ada tanpa kalian semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Family (Edit and Reshare Version)
FanfictionWanita itu diperintah untuk membunuh Ace, Cha Seungwon. Tapi ia jatuh hati padanya. Pria yang telah memiliki dua anak gadis itu berjanji untuk melindungi wanita itu. Hanya ia tidak tahu apakah itu sekedar untuk membalas budi atau pria itu memang men...