Bar
Sabtu
11.45 p.m.
"Udah Johnny, jangan sedih terus," ucap Shea pada cowok yang duduk di sampingnya. "Masih ada aku." Ia tersenyum lebar sambil menunjuk dirinya sendiri. Kemudian, ia mengambil gelasnya dan meminum habis isinya. Perlahan-lahan kepalanya mulai terasa ringan.
Johnny yang sedang menunduk langsung menegakkan kepalanya lalu menoleh. "Kamu ngomong gitu kalo engga ada Yuta kan?" Ia baru saja diputusin pacarnya. Bukan yang pertama kalinya. Ia juga sebenarnya tidak peduli. Ia pikir tidak perlu sampai pergi ke tempat ini tapi sejam yang lalu ia tak sengaja memberi ide ini dan cewek di sebelahnya langsung menyetujuinya.
Shea nyengir. "We are best friend forever." Ia memberi penekanan pada kata forever sambil mengangkat jari telunjuknya. "Aku tetap ngomong gitu walaupun ada Yuta."
Johnny menurunkan gelasnya dari bibirnya. Ia tak percaya pada pendengarannya atau ia baru saja salah dengar karena musik yang disetel di bar terlalu keras?
"Apa aku perlu bicara pada mantan cewekmu supaya balikan denganmu?" tanya Shea lagi.
"Hah? Enggak, enggak perlu," sembur Johnny cepat. Ia memperhatikan ekspresi wajah Shea yang sedang tersenyum sendiri di depan botol birnya—ekspresi yang tidak wajar ditampakan orang yang sadar. "Wait, you are drunk."
"So, what you're gonna do?" Shea terdengar menantang Johnny.
Johnny hampir menganga. Mereka baru minum beberapa gelas—oke, ternyata sudah ada tiga botol di depan mereka setelah Johnny menghitungnya. Sepertinya mereka terlena dengan suasana bar itu. Bar itu lebih mirip café sebenarnya. Nuansa lampunya yang berwarna kuning temaram, musik jazz yang mengalun ditambah suara dentingan gelas dari meja sebelah, sofa empuk yang berada di pojokan—satu-satunya yang tersisa saat mereka datang—telah membuat mereka tidak sadar berapa gelas minuman beralkohol yang sudah mereka habiskan.
Sebelumnya ini pernah terjadi, tapi bukan di tempat umum seperti ini. Johnny teringat mereka pernah melakukan kenakalan semacam ini waktu SMA. Ia lupa kalau Shea punya toleransi yang rendah—atau mungkin toleransinya terhadap minuman beralkohol terlalu tinggi? Johnny tahu teman masa kecilnya akan melakukan hal gila kalau dibiarkan. Ia menyingkirkan kedua gelas gelas dan botol-botol minuman yang ada di meja bar mereka.
"Shea, kamu pernah kayak gini cuma di depan aku, kan?" tanya Johnny out of context. Entah kenapa ia merasa khawatir Shea melakukan ini di depan pacarnya atau... Tunggu, dia tidak seharusnya memikirkan hal ini.
"Iya, belum pernah di depan Yuta."
Ternyata pendengaran Johnny tidak salah waktu Shea menyebutkan nama Yuta sebelumnya. Ia tidak peduli soal itu. Argh, sebenarnya aku peduli. Sedikit, ucap Johnny di pikirannya. Sepertinya, Johnny terlalu lama berada di samping Shea hingga ia merasa seakan-akan keamanan Shea adalah tanggung jawabnya. Yeah, Shea biasanya tidak membicarakan Yuta saat sedang bersama Johnny. Ini pasti efek minuman keras yang diminumnya.
"Shea, kita pulang sekarang," kata Johnny setelah melirik sekilas jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Tengah malam. Untung saja sekarang malam minggu. Peraturan jam malam di kost-nya Shea tidak berlaku saat ini. (Sebenarnya peraturannya masih ada, hanya saja sepakat untuk dilanggar oleh para anggota kost-nya.)
"Enggak mau," jawab Shea ketus.
Johnny mulai menyesal kenapa tadi ia mengajak Shea pergi malam ini. Sebenarnya ini acara mendadak. Ia setengah melamun waktu menelepon Shea buat mengajaknya pergi. "Ini sudah tengah malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade | Nakamoto Yuta
Fanfiction⌜ Baginya, Yuta adalah bintangnya. Inspirasinya. Baginya, Johnny adalah mataharinya. Pelindungnya. Hingga suatu hari, Shea harus kehilangan salah satunya. ⌟ ⌜𝐬𝐚𝐮𝐝𝐚𝐝𝐞 ; a feeling of longing, melancholy, nostalgia ⌟