"Tidur mulu."
Suara rendah itu mampu menarik kembali kesadaran sesosok pemuda yang hampir jatuh tertidur. Pemuda tersebut segera mengucek mata dan memakai kembali kacamatanya. Padahal ini baru pertama kali ia beristirahat setelah membantu para pendamping siswa-siswi kelas 10 mendirikan tenda. Sebenarnya ia juga tak mengerti bagaimana caranya, tetapi mereka tetap kekeuh meminta bantuan.
Pemuda berkacamata besar kotak itu meregangkan tubuh sejenak. Tertera jelas pada almamaternya sebaris nama; Ranjana Yada H. Sebuah rangkaian asma nan begitu indah. Sementara tersangka yang membuat Yada terbangun adalah kembarannya, Yuka. Mereka hanya terpaut 10 menit ketika lahir. Yada menyandang status sebagai kakak karena melihat dunia lebih dahulu, sedangkan Yuka menjadi adik.
Namun, pada kenyataannya sekarang Yuka lebih terlihat sebagai seorang kakak. Baik dari segi apa pun. Tubuhnya bugar karena sering pergi ke gym bersama kakak mereka. Yada tak terlalu suka berolahraga hingga tubuhnya mirip seperti bambu yang diberi nyawa.
Yuka dan Yada termasuk sepasang anak kembar yang memiliki banyak perbedaan. Entah itu dari segi fisik maupun segi sifat atau perilaku. Yuka memiliki jiwa kepemimpinan yang begitu kuat, pandai bersosialisasi, hingga memiliki banyak koneksi di mana-mana. Sementara itu, Yada adalah sosok penyendiri. Kegiatannya tak banyak, begitu juga dengan orang yang dikenalnya.
Mereka memang bukan kembar identik, juga memiliki banyak perbedaan dalam hal non-fisik. Meski begitu, hal ini tak menghalangi kekuatan batin yang terjalin di antara mereka. Kepekaan mereka pada satu sama lain begitu kuat hingga mereka bisa langsung tau kalau salah satu dari mereka merasa sakit atau sedih.
"Nggak pulang, Ka?" tanya Yada berbasa-basi. Subjek yang ditanyai malah merebahkan diri di sofa setelah melepas almamater kebanggaannya. "Ka?" ulangnya.
"Di sini aja sampai malam. Besok pagi baru pulang. Lo mau liat api unggun nggak?" balas Yuka.
"Mau. Tapi males, pengen cepet pulang. Lagian ngapain sih lo ngajak gue ikutan di sini. Bikin capek aja."
Kekehan Yuka mengalun merdu. Dalam hitungan detik, ia kembali bangkit. "Di rumah juga lo nggak ngapa-ngapain. Mending di sini. Biar bisa bersosialisasi. Lo udah 16 tahun dan temen lo cuma si Rion doang. Bergaul dikit lah," katanya.
"Biarin. Orang cuma Rion doang yang mau temenan sama gue." Yada memberi pembelaan. Well, perkataan Yuka itu benar. Sejak duduk di bangku sekolah, teman Yada hanya Rion seorang. Entah ini takdir atau apa, tetapi mereka selalu satu sekolah dan kelas mereka pasti tak berjauhan. Malah saat SMA ini mereka sekelas.
Sesungguhnya tak ada yang salah dengan Rion. Hanya saja pergaulan cowok itu sudah terlalu liar. Di SMA ini sudah terlibat dua kasus tawuran dan hampir di keluarkan. Untung saja Yada adalah tipikal orang yang malas bergerak. Disuruh jalan santai saja malas, apa lagi tawuran. Pasti tidak akan mau. Namun, dengan begitu Yada tak ikut terjerumus dalam pergaulan Rion.
"Eh iya, tadi ada Mas Eren nggak?" Suara Yuka kembali terdengar, tetapi dengan topik yang berbeda. Eren itu kakak sulung mereka.
Yada menggeleng tak tahu. Ia tak memerhatikan sekitar. "Mana gue tau, gue 'kan ikan."
"Lo jangan kelayapan ke mana-mana. Itu ada satu yang nempelin lo deh kayanya. Dari mana aja, sih?" kata Yuka.
Mendadak bulu kuduk Yada langsung merinding mendengar penuturan sang kembaran. Ia mengusap tengkuknya. Kemudian menoleh ke kanan kiri. Ia menatap Yuka takut. "Gak dari mana-mana. Cuma bantuin masang tenda."
"Awas lo kesurupan. Gue nggak bisa bantuin."
"Ih, lo nakutin anjir!" pekik Yada dengan mata mendelik. Ia segera lari menghampiri Yuka dan duduk merapat. Mendesak Yuka sampai pemuda itu benar-benar terhimpit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Purnama Habis
Teen FictionYada bukanlah seseorang dengan motivasi kuat dalam menjalani hidup. Sering kali ia berpikir untuk menyerah, tetapi beberapa hal membuat ia urung. Ia hanya berharap hari ke hari segalanya semakin membaik, tetapi seiring sang waktu berjalan, malah duk...