04. Bahagia itu ada

93 14 3
                                    

Disinilah aku sekarang, duduk di dekat jendela sebuah kedai mie. Kedai yang sederhana namun cukup ramai pengunjung. Hal itu terbukti dari barisan para pelanggan yang ada di luar kedai. Kabarnya kedai ini sudah berdiri sejak lama dan terkenal akan rasa dari berbagai jenis mie yang dijual.

Ketika aku sibuk memperhatikan setiap sudut kedai ini, mataku menangkap sosok Park Sunghoon yang tengah melayani pembeli. Ia terlihat cekatan, ramah dan... tampan. Ah, tunggu dulu. Kenapa tuhan sungguh tidak adil? Bagaimana bisa ia tetap terlihat mengagumkan di balik apron merah tua dengan logo kedai bertuliskan 'dangsin' itu? Laki-laki itu benar-benar definisi kata sempurna, setidaknya begitu menurutku. Mungkin kalian juga akan berpikiran sama sepertiku bukan?

"Maaf ya lama," ucapnya ketika ia berjalan mendekat ke arahku sambil membawa seporsi mul naengmyeon yang tadi ku pesan.

"Nggak apa kok, makasih," balasku sembari tersenyum padanya.

Ia membalas senyumku, "Yaudah aku balik kerja ya."

Sunghoon kembali untuk melayani pembeli setelah aku mengangguk sebagai jawaban. Aku pun mulai menikmati naengmyeon yang kini sudah berada di hadapanku. Sekilas seperti tak ada sesuatu yang spesial. Ya, hanya mul naengmyeon biasa berisi mie, kuah kaldu, sayuran dan juga daging. Namun saat naengmyeon itu mulai memasuki mulutku, aku paham apa yang membuat kedai ini begitu terkenal.

Dan setelah menghabiskan makananku aku memutuskan tetap tinggal, entahlah rasanya enggan untuk pergi. Pemandangan ini sungguh terlalu indah jika di sia-siakan. Ya siapa yang mau melewatkan momen pria tampan bermarga Park yang penuh peluh itu tengah membuka satu kancing bajunya sembari mengibaskan buku menu di depan kipas angin. Ah, kurasa aku sudah gila.

Saat aku memperhatikannya tiba-tiba ia melihat ke arahku. Sial, kamu tertangkap basah Lee Hana!

"Kok belum pulang? Udah malem, nggak di cariin?"

"Di cariin? Siapa juga yang mau nyariin orang kaya aku ini?"

Sunghoon mengerutkan keningnya, "Ah, kamu nggak tinggal sama orang tua kamu?"

"Nggak gi--"

"Aku paham sih, aku juga tinggal sendirian. Tapi tetep aja, nggak baik anak perempuan pulang malem masih pakek seragam kaya kamu gini."

Aku pun hanya tersenyum canggung.

"Tunggu bentar, abis kerjaanku beres aku anter kamu pulang," katanya.

"Aku--"

"Nggak nerima penolakan."

•••••••

Hari ini, Sunghoon benar-benar mengantarku pulang. Kami baru saja berhenti di halte bus dekat rumahku. Sebenarnya aku memintanya untuk pulang saja, tapi ia memaksa untuk mengantarku sampai rumah.

"Masih jauh ya?" tanyanya.

"Oh? Enggak kok."

Aku sungguh tak bisa bicara banyak saat bersama pria ini, lidahku seakan kelu. Kata-kata yang bahkan sudah kurangkai dengan indah dan siap untuk dikeluarkan pun bak menguap bersama udara malam yang kian menusuk.

"Kamu..." aku sungguh penasaran akan sesuatu, tapi haruskah aku menanyakan perihal ini sekarang?

"Ya?"

"Ah, nggak jadi."

Sunghoon pun mengulas sebuah senyuman, "Aku nggak gigit, tanya aja."

Aku berdehem, "Kamu kenal Lee Naeun?"

Langkah Sunghoon terhenti, ia tampak terkejut dengan pertanyaanku.

"Kenapa?" tanyaku.

"Ah, enggak. Lee Naeun? Anak kelas 2-3?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With you • Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang