SAAT ini, Kim Mingyu berdiri tegap di hadapan ketiga insan itu. Yuki melepas pelukan Junhee dengan cepat. Wanita itu langsung berdiri dengan gelagapan. Ia tak berani menatap calon suaminya.
Berbeda dengan Junhee yang masih terlihat santai. Seperti tak ada penyesalan setelah memeluk calon istri orang. Pria itu menatap Mingyu tanpa gentar, bahkan lebih ke arah menantang. Sedangkan, di sebelahnya Hyesoon ikut menunduk takut.
"Maaf mengganggu waktu kalian. Tapi, aku harus pergi bersama Nona Park," ucap Mingyu dengan gaya formal.
Setelah mengatakan itu, Mingyu menarik pelan tangan Yuki untuk berdiri di sebelahnya. Netranya dapat menangkap bekas air mata di pipi Yuki. Bulu mata Yuki juga terlihat masih basah.
"Kami pergi," pamit Mingyu sembari membungkuk singkat. Tanpa menunggu jawaban dari kedua teman Yuki, Mingyu segera membawa wanita itu pergi bersamanya.
Saat berada di dalam mobil, Yuki segera menghapus air matanya dengan buru-buru. Namun, hal itu tidak lepas dari penglihatan Mingyu. Pria itu pun mengulurkan sapu tangan yang terlipat rapi. Yuki menatap sapu tangan itu dengan bingung dan terkejut. Namun, akhirnya ia tetap menerimanya.
Mingyu tidak mengatakan apa pun selama di perjalanan. Pria itu tidak berusaha menghibur Yuki. Tepatnya, tidak bisa. Ia tidak terbiasa menghibur seseorang.
Namun, pada akhrinya Mingyu tetap bertanya, "apa ada yang bisa kubantu?"
Yuki menoleh dan mendapati pria itu sama sekali tak menatapnya. Tapi, ia dapat merasakan aura canggung dari Mingyu. Ia menggeleng. "Tidak," jawabnya singkat.
Mingyu pun tidak berkata apa-apa lagi. Ia merasa Yuki tidak ingin dirinya ikut campur. Maka Mingyu pun tidak ingin mencari tahu lebih jauh. Ia menghargai batasan-batasan di antara mereka.
"Kau marah?" tanya Yuki sambil melihat ke luar jendela.
Mingyu melirik bingung. "Soal apa?"
"Aku pergi bermain arcade dengan teman priaku kemarin. Tadi, kami juga berpelukan di depanmu," terang Yuki tanpa berani melihat Mingyu.
Pria itu mengerti ke mana arah pembicaraan Yuki. "Aku tidak berhak marah," jawab Mingyu yang berhasil membuat Yuki menoleh karena terkejut.
"Tapi, kau calon suamiku. Dan kita akan menikah beberapa hari lagi," kata Yuki.
"Memang benar. Tapi, tidak ada di antara kita berdua yang menginginkan hal itu. Aku hanya ingin menghormati privasimu, Nona Park," balas Mingyu tanpa menatap Yuki.
Sekali lagi, Yuki terkejut. Mingyu berada jauh di luar perkiraannya. Ia tidak menyangka pria itu akan bersikap seperti itu. Yuki pikir, Mingyu akan menuntutnya agar bersikap layaknya calon istri yang sebenarnya.
"Tapi, aku mungkin akan marah kalau melihatmu berpelukan dengan wanita lain," cicit Yuki yang masih terdengar oleh Mingyu.
"Aku tidak punya teman wanita. Dan aku tidak memeluk sembarang orang," jawab Mingyu yang kali ini menatap Yuki.
Yuki pun balas menatap netra tajam itu. "Intinya, aku mungkin akan tetap marah kalau melihatmu bersama wanita lain," Yuki menyimpulkan.
Mingyu sudah kembali menatap jalan. "Tidak apa-apa. Aku mengerti," sahutnya dengan tenang.
Tiba-tiba, Yuki kembali terisak. Mingyu pun menoleh bingung. "Ada apa, Nona Park?" tanyanya masih dalam mode datar.
Yuki menggeleng. Ia hanya menangis sambil melihat ke luar jendela. Entah kenapa, ia sedikit kecewa saat tahu Mingyu tidak marah perihal kejadian dengan Junhee. Yuki merasa, hanya ia yang menganggap serius perasaan dalam pernikahan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Listen to My Secret
FanfictionPark Yuki terjebak dalam kontrak yang dibuat oleh ayahnya dengan pimpinan Semicolon Group untuk menyelamatkan perusahaan sang ayah yang nyaris bangkrut. Namun, ternyata kontrak itu mengharuskannya menikah dengan pewaris tunggal Semicolon Group, Kim...