POV Muhamed
Setelah 2 hari menunggu hasil negosiasi panjang, akhirnya kami berhasil membujuk geng motor Jalan Darah untuk membantu kami melakukan pekerjaan kotor yang tidak dapat kami lakukan seperti melakukan pengintaian, interogasi dan sejenisnya demi mendapat informasi terkait orang yang pernah kami temui di rumah aman itu.
Dua hari lagi berlalu, kami mendapati kabar bahwa ada seorang informan yang bersedia memberi tahu kami perihal kunci dari file-file yang dienskripsi itu. Hanya saja, menurut kabar yang kami terima dari salah satu anggota geng motor yang bertugas menjadi intel kami, dia bilang bahwa informan kami mau menemui kami di sebuah apartemen lama. Untuk berjaga-jaga persiapan jika sesuatu yang buruk akan terjadi, Ilya mengajakku latihan menggunakan senjata api tapi aku menolak ajakannya hingga terjadilah sedikit cekcok di antara kita.
"Kamu kenapa sih keras kepala banget? Ini cuman persiapan aja, Muhamed!" ujarnya dengan nada tinggi.
"Ya kalau persiapan doang aku juga bisa latihan sendiri!" ujarku padanya dengan nada meninggi pula.
"Kapan kamu latihan?! Aku gak pernah liat kamu latihan sama sekali! Kamu tau? Aku sering dateng ke ruang bawah tanah 3 kali sehari buat latihan dan aku gak pernah liat kamu, dan juga kadang aku nanya Tuan Wisnu mengenai rekaman kamera cctv ruang bawah tanah dan antara aku, Kak Lodewijk dan kamu, Tuan Wisnu bilang kamu gak pernah keliatan!" ujarnya menyampaikan apa yang dia lihat sejauh ini.
Dia benar aku tak pernah datang jadi aku terus berusaha mengelak tuduhannya dengan berbagai alasan hanya saja rumah yang cukup luas ini membuat suara kami bergema hingga Mevrouw Sofia menghampiri kami.
"Kak Muhamed, Kak Ilya, kenapa ribut?" tanyanya saat menghampiri kami.
"Muhamed kayaknya nyembunyiin sesuatu yang kita gak mau ketahui, oi Muhamed, sebaiknya kamu jujur, kamu gak pernah latihan pake senjata api kan?" tanya Ilya dengan nada sinis dan menusuk.
Sekelilingku serasa berputar, aku merasa pusing, dadaku sesak, aku sedikit melangkah mundur berusaha menyeimbangkan tubuhku, kepalaku tertunduk, aku menelan ludahku, keringat dingin serasa bercucuran di dahiku.
"Oi Muhamed, liat ke sini, ini pistol yang bakal aku pake buat latihan ku, coba kamu pegang." pinta Ilya yang menyodorkan pistol yang masih ia pegang kepadaku, aku tidak dapat mengucapkan sepatah katapun, kepalaku masih tertunduk, aku tidak sanggup melihat benda itu dari jarak dekat.
"Kenapa kamu gak mau liat ke pistol ini? Apa kamu sebenernya takut sama senjata api?" tanyanya masih dengan nada sinis. Tidak ada pilihan lain lagi, lebih baik aku jawab saja dengan jawaban pengecut itu.
"Iya, aku takut sama senjata api, aku ini pengecut, maaf kalau aku mengecewakan kalian, aku ini gak bisa diandalkan. Pada kenyataannya, kemarin aku berani jadi umpan karena ada Kak Lodewijk sama geng motor Jalan Darah, karena ada mereka aku gak harus pake senjata api." ujarku pada mereka memberikan penjelasan.
"Kenapa kakak takut menggunakan senjata api?" tanya Mevrouw Sofia dengan nada lembut. Aku langsung menjelaskan pada mereka berdua pengalaman pahitku yang di mana aku hampir menemui ajalku saat aku masih remaja yang membuatku benci dengan kekerasan yang melibatkan senjata api sambil menitikkan air mata. Selesai menjelaskan itu, Mevrouw Sofia berkata.
"Kak Muhamed, kakak orang baik, selalu mencoba untuk tidak menyakiti orang lain. Meneer Karim sangat beruntung punya saudara kayak kakak tapi sekarang dia, orang tuanya dan kami semua yang ada di sini butuh versi kakak yang tangguh dan kuat. Saya tidak mau minta terlalu banyak dari kakak karena kakak udah menghadapi banyak kondisi yang hampir membuat diri kakak kehilangan nyawa kakak berkali-kali sedangkan saya? Saya hanya bisa menyediakan dana dan senjata yang kakak, Kak Lodewijk dan Kak Ilya butuhkan tapi kita semua di sini punya peran kita masing-masing, jika satu peran hilang maka perjuangan kita akan berakhir. Kakak punya peran di sini, peran kakak adalah menjadi saudara yang baik bagi meneer Karim. Meneer Karim, dia pernah menyelamatkan kakak dari disiksa waktu kakak diculik kan? Meneer Karim juga pernah bopong kakak saat kakak pingsan waktu Demonstrasi beberapa bulan lalu. Waktu kakak lemah tak berdaya, dia bisa saja meninggalkan kakak kalau dia ingin tapi dia tidak melakukannya. Jadi saya mohon, kalau kakak menganggap meneer Karim sebagai saudara kakak, jangan memalingkan diri darinya." ujarnya dengan nada memohon sambil mengenggam punggung tanganku dengan tangan kirinya dan menaruh pistol di atas telapak tanganku lalu melipat jari-jemariku di pistol dengan menekan telapak tangan kanannya di atas jari - jemariku.
Aku menghembuskan napasku kemudian berkata pada mereka berdua. "Ok, aku bakal latihan pake senjata api."
"Akhirnya, ayo latihan." ujar Ilya dengan nada datar padaku, aku, dia dan Mevrouw Sofia mulai berjalan menuju pintu masuk menuju ruang bawah tanah dan memberitahu Ilya sesuatu.
"Kak Ilya, tolong lembut sedikit sama Kak Muhamed." pinta Mevrouw Sofia pada Ilya.
"Huuufft, iya." ujar Ilya menghela napas lalu menjawab iya saja dengan nada acuh.
"Kak Muhamed, kalau merasa tertekan dan mau curhat, Kakak boleh bicara sama saya lagi." ujar Mevrouw Sofia padaku masih dengan nada lembut.
"Makasih Mevrouw."
"Tidak perlu, sudah tugas seorang pemimpin mendengar keluh kesah rakyatnya." aku hanya memberikan senyumku membalas ujarannya.
Kami bertiga sampai di pintu ruang bawah tanah, aku dan Ilya masuk ke dalam sedangkan Mevrouw Sofia berdiri di depan pintu masuk, aku menoleh sejenak, ia memberikan senyuman kecilnya padaku seolah berusaha mengatakan, semuanya akan baik-baik saja. Aku tidak tahu apakah itu senyuman palsu atau bukan tapi aku yakin beban yang ia rasakan pasti lebih berat ketimbang apa yang aku alami. Mevrouw Sofia benar, setiap dari kami punya perannya masing-masing, aku harus melakukan peranku, menjadi saudara yang baik untuk Karim sebagaimana dia sudah menjadi saudara yang baik untukku, Mevrouw, dank u wel.
================================
*Putar lagu di bawah ini untuk ending part ini.
Kamus Bahasa BosniaNadreba za hrabrost = titah keberanian.
Terjemahannya dapet dari temen Bosnia saya, Ibrahim Kozlić.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Darah Dan Hati 2 Dream Reality
Historical FictionKelanjutan cerita dari Novel "Antara Darah dan Hati", berkisah di dunia alternatif di mana karakter novel pertama memiliki latar belakang yang berbeda. Setelah gagal menghentikan aksi ritual Okultis Belanda, Karim Dawala Sokolovic dikejutkan oleh ke...