Jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas siang, dan Shino-sensei masih menerangkan materi sejarah perang dunia shinobi ke empat. Siswa-siswi yang lain? Beberapa sudah tidak fokus bahkan terlihat bocah berambut kuning sudah menutup kedua bola matanya yang berwarna biru---Boruto Uzumaki, sedari tadi.
[KRING KRING KRING]
Semua siswa sontak berdiri tegap dan memberi tanda hormat dengan semangat menundukkan kepala kepada Shino-sensei. Shino-sensei hanya bisa pasrah 'pun ikut menundukkan kepalanya.
Setelah itu, semuanya langsung berlari-larian keluar dari ruangan kelas. Hingga tersisa seorang gadis muda memakai kacamata sedang membereskan buku bersama seorang gadis muda bertumbuh gemuk. "Sarada, habis ini kau mau kemana?"
"Aku mau ke perpustakaan, Chocho. Mau ikut?"
"Gak! Apa enaknya sih makan buku? Lebih baik makan burger!" ujar Chocho sambil memakan kripik kentang nya dengan semangat.
"Chocho aku tidak memakannya lho, hehehe, aku hanya membacanya." Sarada meringis sambil memakai tas ranselnya di punggungnya.
"Sama aja! Mending aku makan burger sama Boruto dan yang lainnya, dibanding bergelut dengan buku!" Chocho memberikan mimik muka muntah kepada Sarada, dan Sarada hanya tersenyum masam menanggapinya. Temannya ini emang sangat suka sekali makan.
Mereka berdua melangkahkan kakinya menuju pintu keluar kelas. Dan berpisah di persimpangan, Sarada mengambil lurus sedangkan Chocho mengambil sebelah kiri yaitu menuruni tangga. "Sampai jumpa lagi, Chocho!"
"Yo!"
Lalu Sarada melangkahkan kakinya kembali.
[Tap.tap.tap]
"Eh? Shikadai?" Beo Sarada ketika melihat sosok tak asing di depannya sedang membuka pintu perpustakaan.
"Nona Sarada?"
"A---hai, kamu mau baca buku juga?"
"Bisa dibilang seperti itu."
"A---, iya sih benar, hehehe," Sarada merasakan canggung luar biasa. Shikadai merupakan siswa paling jenius di kelasnya, sekuat apapun Sarada belajar untuk melampauinya, pasti akan kalah telak dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Study Date? [AU Shikadai x Sarada]
FanfictionSarada hanyalah gadis kecil yang tak mengerti itu cinta. Dirinya hanya merasa kagum atau takjub dengan pemikiran Shikadai setiap memaparkan teori. Di sinilah awal mulai pemikiran Sarada, "Hmmm, boleh belajar bareng?"