”Nih dari Bunda. Mulai besok lo harus sekolah.”
Kenta yang sedari tadi sibuk merapikan lemari bajunya mendongak, menatap atensi Reynandra. Cowok yang menurut Kenta murah senyum itu menyerahkan kepadanya dua tote bag besar. Yang Kenta yakini isinya peralatan sekolah yang akan ia gunakan besok.
”Oh, oke thanks,” ucap Kenta singkat dan kembali melanjutkan kegiatannya.
Sudah setengah jam berlalu, akhirnya Kenta sudah benar-benar menyelesaikan pekerjaannya. Rey yang sedari tadi memainkan ponselnya menoleh pada Kenta.
”Udah selesai, Ken?” tanya Rey.
”Hmm, Dr. Demond baik banget, ya. Dia beliin gue baju banyak banget. Jadi berasa nggak punya orang tua beneran deh gue.”
”Lo ngomong apaan sih, Ken. Udah deh lo harus yakin, kalau lo itu bisa cepat ingat dan bisa ketemu sama orang tua lo.”
”Gue nggak mau berharap banyak. Takut sakit, kalaupun orang tua gue masih ada seharusnya selama gue koma berminggu-minggu di rumah sakit nyariin. Tapi nyatanya enggak, kan? Kalaupun gue ingat mereka gue nggak mau pulang. Karena panti ini udah gue anggap rumah gue. Boleh, kan?”
”Kenapa enggak? Semenjak lo pertama kali datang ke sini, kita semua terutama gue udah nganggep lo bagian dari kita. Kita di sini kan keluarga. Gue juga udah nganggep lo sebagai saudara yang pantasnya gue jaga. Tapi ya lo harus maklum, sikap gue mungkin bisa bikin lo jengah kayak Hanggara tadi.”
Entah Kenta harus terharu atau apa, namun hatinya tak bisa bohong jika ia nyaman tinggal di sini. Mereka yang di sini terasa tulus dan Kenta merasa hatinya menghangat. Matanya terasa panas. Oh sial! ia hampir menangis. Apakah ini perasaan asing? ia seperti tak pernah merasakan kenyamanan seperti ini sebelumnya.
Apakah dirinya sebelum amnesia tak pernah merasa bahagia?
Jika itu benar, biarkan Kenta tinggal dalam lingkup panti ini. Agar dia bisa merasakan bahagia seutuhnya.
Dan hilangkan segala luka yang mungkin selalu mengikutinya.°°°
Di sini Kenta sekarang, matanya berbinar karena takjub dengan kemegahan gedung yang sedang ia pijak saat ini. Besar sekali dan megah.
”Gue beneran masuk di sekolah ini, Ngga? lo nggak lagi mengadi-ngadi, kan?” tanya Kenta memastikan.
”Ya iyalah. Lo kira anak panti kayak kita nggak bisa masuk sekolah elit? jangan salah. Sekolah disini malah menerima anak panti kayak kita ini dengan senang hati. Jadi, lo harus betah ya.”
Kenta mengangguk-angguk, ia masih menatap takjub setiap inci bangunan sekolah. Sungguh luar biasa indahnya. lagi-lagi perasaan asing singgah di hatinya. Kenapa rasanya asing sekali? apakah dirinya dulu tak pernah merasakan kehidupan sekolah? kalau memang iya, apakah dia bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekolah ini?
Melihat Kenta yang melamunkan entah apa, tangan jahil Hanggara berulah. Ia mengacak-acak gemas rambut Kenta yang sudah memanjang sampai menutupi dahinya.
”Siap-siap jadi incaran cewek-cewek kurang belaian deh.”
”Emang kenapa? emangnya muka gue bullyable banget, ya?” tanya Kenta dengan wajah shock nya.
Bukannya menjawab, Hanggara malah tertawa dengan kerasnya. tangannya mengacak lagi rambut Kenta. Sudah jadi kebiasaan sepertinya.
”Ken, lo itu kok bego banget sih. Ah bodo amat deh. Nanti lo juga sadar sendiri.” Kenta mendelik ketika di katakan bego. Apa iya, dia sebodoh itu. Memang sadar apa, sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Luka Untuk Tawa✓
Novela JuvenilTerimakasih luka ... Walau datangmu tak pernah jadi harap, Walau adamu selalu menjadi tangis, Tapi, berkatmu aku sadar ... Tak ada bahagia selagi kau belum terlihat. Jangan bersedih, luka ... Karena hadirmu adalah mutlak. Dan aku tak bisa menolak. S...