BAB 1

247 35 21
                                    

DAMARIVA [Trailer]


****

Matahari bersinar terang di pagi hari. Sama halnya dengan suasana hati gadis yang tengah berdiri di balkon. Sudah menjadi kebiasaannya di pagi hari yakni selalu pergi ke balkon sebelum melakukan aktivitas lain.

"PAGI DUNIA!" teriak gadis itu dengan perasaan bahagia.

Sapaan pagi dari gadis itu untuk dunia yang penuh sandiwara. Benar-benar dunia penuh drama, bahkan perjalanan hidup pun mengikuti alur tak seirama.

Gadis itu menghela napas panjang kemudian membuang perlahan. Menghirup udara segar kala pagi memang menyenangkan.

Riva Niskalla, namanya. Kini ia sedang menyiapkan perlengkapan untuk bekerja. Ia bekerja disebuah toko roti. Jarak dari apartemen ke tempat kerjanya terbilang cukup dekat. Jadi, cukup berjalan kaki sekaligus olahraga pagi untuk sampai ke tempat kerja.

Beberapa menit kemudian Riva sudah selesai mandi dan merapikan dirinya dengan pakaian nyaman. Setelah rapi dan siap, Riva memutuskan untuk segera pergi bekerja.

Di perjalanan Riva tak pernah lupa untuk memberikan sebungkus sarapan pada nenek yang tinggal tidak jauh dari apartemennya.

"Doakan Riva, ya, Nek. Semoga hari ini toko ramai," ujar Riva.

"Nenek selalu mendoakanmu, Riva. Kau sudah Nenek anggap sebagai cucu sendiri," tukas Nenek Atun.

Usia Nenek Atun sudah memasuki usia 70 tahun. Namun tubuhnya masih sehat wa'alfiat seperti anak muda. Dirinya bisa melakukan pekerjaan sampai tuntas. Meski begitu Riva tetap tidak tega melihat Nenek Atun harus bekerja demi memenuhi kebutuhan. Sudah cukup lama Riva mengurusnya yang hidup sebatang kara.

Pertemuan keduanya berawal dari lima tahun lalu, di mana Riva tidak sengaja menemukan sosok Nenek Atun yang sedang berjalan menyusuri jalan. Panas matahari begitu menyengat kala itu, Riva lantas mengajak Nenek berteduh. Sejak saat itu Riva memutuskan untuk memberikan kebutuhan Nenek Atun sebisanya.

Dan sekarang Riva telah sampai di toko tempatnya bekerja. Senyum selalu mengembang kala orang menyapa maupun tidak. Ia tidak pernah tinggal untuk tersenyum. Karena baginya, senyum adalah sumber kebahagiaan.

"Pagi, Nesa," sapa Riva pada rekan kerjanya.

"Pagi, Duta senyum." Nesa terkekeh.

"Kau ini. Senyum itu ibadah," balas Riva.

"Yayaya, aku tau. Tapi senyummu itu menarik sekali. Aku sebagai perempuan merasa insecure. Kau begitu manis saat tersenyum." Nesa mengatakan hal yang sebenarnya ia lihat.

"Benarkah? Coba kau senyum, aku ingin melihatnya juga," suruh Riva.

Nesa mengikuti perintahnya. Gadis itu tampak cantik mengembangkan senyum. Bahkan semua wanita pun cantik di orang yang tepat.

"Kau cantik Nesa," puji Riva.

Terdengar helaan nafas dari Nesa. "Tetap saja kau Duta senyumnya."

"Kau Duta bahagia. Ya, itu panggilanku untukmu."

"Duta bahagia?" jeda Nesa. "Bahkan untuk hidup pun aku merasa gundah," imbuhnya.

"Yakin saja pada Tuhan. Hanya Dia yang tahu kehidupanmu setelah ini." Riva merangkul bahu Nesa. Keduanya saling membantu dalam hal motivasi.

"Terimakasih, Riva. Kau benar-benar sahabatku. Entah apa jadinya jika tidak ada kau." Nesa memeluk Riva dari samping.

"Tetaplah tersenyum walau badai berusaha menumbangkanmu," pesan Riva. Pagi yang menyenangkan untuk disambut.

****

Tak terasa hari sudah mulai larut, Riva sedang bersiap untuk pulang. Pekerjaannya hari ini begitu melelahkan. Toko ramai sekali, banyak pengunjung yang datang. Riva harus segera pulang untuk menetralkan rasa lelahnya dengan tidur di apartemen.

"Riva, aku pulang duluan ya, Kak Bintang sudah menjemputku," pamit Nesa. Bintang itu kekasihnya yang merupakan kakak tingkat saat SMA dulu.

"Iya." Riva tersenyum. "Hati-hati di jalan Nesa," ujar Riva.

"Kau yang harusnya hati-hati. Jalanan malam itu menyeramkan." Nesa bergidik ngeri mengingat jalanan yang gelap, ditambah sekarang sudah hampir tengah malam.

Riva terkekeh. "Tidak seseram yang kau bayangkan. Lampu jalan dan bintang lah yang menerangiku pulang," tukas Riva lalu terkekeh kecil.

"Bintang punyaku," tandas Nesa.

"Bukan Bintang kekasihmu. Yang kumaksud bintang di langit." Riva tergelak melihat wajah Nesa yang cemberut.

"Kau ini. Aku hanya bercanda!" Nesa tertawa. Ia tidak sebodoh untuk menanggapi itu dengan serius.

Keduanya melangkah keluar toko. Sudah ada Bintang–kekasih Nesa yang tengah duduk di motor. Dengan buru-buru Nesa menghampiri kekasihnya.

"Hati-hati Nesa!" Riva melambaikan tangan ke arah gadis itu. "Kak Bintang jaga Nesa baik-baik! Dia sahabat satu-satunya yang kupunya!" teriak Riva diiringi senyuman.

Kedua sejoli itu berseru mengiyakan sambil tergelak. Riva tidak hanya dekat dengan Nesa, dengan Bintang pun mereka seperti sahabat. Kebetulan Mereka bertiga bersekolah di tempat yang sama saat SMA.

Riva tersenyum ditempatnya berdiri, lalu saat menoleh ke samping saat itu juga ada Nial–pemilik Toko Roti yang datang menyapa.

"Riva, mari ku antar pulang," ajak Nial, umur lelaki itu lebih tua setahun dari Riva.

"Aku pulang sendiri saja. Lagipula sedang ingin mampir ke warteg Boyz," balas Riva yang tidak ingin merepotkan.

"Ya sudah, jika itu mau mu. Hati-hati di jalan," pesan Nial, lalu melangkah menaiki motor.

"Hati-hati juga untukmu, Pak Bos."

Setelah kepergian Nial, Riva lantas melangkah pulang. Perutnya terasa lapar, ditambah dengan tubuh yang lelah. Benar-benar ingin istirahat sekarang.

Langkah kaki seseorang terdengar saat Riva menyusuri jalanan. Dirinya berusaha untuk tidak berpikir macam-macam, namun langkah di belakangnya terdengar begitu dekat.

Riva lantas berbalik badan memastikan siapa makhluk di belakangnya. Bodoh!

Seketika tubuh Riva linglung saat seseorang mendekap mulutnya dengan sapu tangan yang sudah dilumuri obat bius.

Riva masih setengah sadar. "To–tolong le–lepaskan Aku ..." lirihnya.

****

Hai, Terimakasih sudah baca kisah ini!
Bantu share ♥️ votmen ya!!
Cerita ini sedang diikutsertakan dalam Challenges bersama Anbooks_Publishing dear!

Ayo ajak teman-temanmu mengikuti kisah DAMARIVA yang nantinya mengejutkatmu!

Sayang Bucinnestar ✨

DAMARIVA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang