8

50 6 0
                                    

He is a Nightmare

Diana terkadang cukup peka dengan segala hal, terutama dengan situasi. Seperti biasa Galang selalu menjemput perempuan itu setiap pulang kerja, dan sesuai dengan prediksinya kemarin. Galang marah tentang Dzaky,  tentang Dzaky yang akrab dengan Hardian. Tidak ada perbincangan apapun, selama di perjalanan. Diana juga sadar jika mereka tidak menuju ke rumahnya. Galang mengemudikan mobilnya menuju apartemen miliknya.

Hingga sampai di parkiran, mobil sudah berhenti dengan sempurna kemudian mesin telah di matikan. Diana berharap di dalam hatinya mereka akan berbicara di mobil saja, tidak masuk ke dalam apartemen Galang. Tapi tidak ketika laki-laki yang di sebelah Diana melepas sabuk pengaman dan keluar mobil. Diana menggenggam sabuk pengamannya dengan erat, jatungnya bertalu keras.

Galang berjalan memutar dari depan mobil, kemudian berdiri di sambing mobilnya sebelum membuka pintu mobil dengan kasar.

"Turun," pinta Galang dengan suara rendah, matanya menatap Diana tepat di matanya. Mengintimidasi gadis itu.

"Aku mau kita bicara di mobil"

"Aku bilang turun. Ya, turun!"

Saat sabuk pengamanan Diana telepas, Galang langsung menarik pegelangan tangan perempuan itu kemudian membanting pintu mobil. Pria itu terus menarik tangan Diana dengan kasar, membuat gadis itu sedikit kesulitan mengikuti langkah kaki Galang. Kemudian saat mereka sudah mencapai pintu apartemen Galang, tak butuh waktu lama mereka untuk masuk. Dan sekali lagi pintu menjadi korban bantingan Galang.

Saat pintu sudah tertutup, hanya butuh satu detik untuk Galang menoleh dan berdiri menjulang di depan Diana. Laki-laki itu langsung menyerang bibir Diana dengan kasar tanpa pengampunan. Kedua tangan Diana yang awal ingin mendorong Galang menjauh, sekarang dicengkram kuat. Galang terus menciumi bibir Diana, tanpa peduli jika kekasihnya suka atau tidak. Ciuman itu terus membuat tubuh Diana mundur, hingga tubuhya berhenti karena tembok.

Galang masih terus mendominasi ciuman tersebut, ciuman yang kasar, dan penuh amarah. Di sela-sela itu, Galang menyelipkan jarinya di sela jari Diana menggenggam erat tangan kekasihnya, lalu menggigit bibir bawah Diana sehingga ia memiliki akses masuk lebih. Tubuh mereka benar-benar tak mengenal jarak. Ketika ciuman itu terlepas, keduanya saling pandang. Galang menatap tajam Diana.

"Kamu punyaku," ucap Galang selepas itu kembali mencium bibir Diana.

Tapi ketika Diana sudah pada batasnya, bibir Galang berpindah tepat di bawah telinga kanan mecium-cium kecil di beberapa tempat sambil turun terus ke bawah dan meninggalkan beberapa tanda kemerahan. Kemudian berhenti dan kembali menatap Diana.

"Kamu milikku." Lalu Galang kembali menguasai bibir Diana.

Kali ini Diana mencoba agar Galang tak bisa menciumnya lagi, mengerahkan kepalanya ke kiri dan ke kanan agar pria itu tak menemukan bibirnya. Tapi sekali lagi, ini adalah Galang. Pria itu selalu mendapatkan apa yang ia mau, dengan cara apapun.

Galang mengcekeram erat tangan Diana, sontak hal tersebut berhasil membuat Diana mengaduh dan Galang kembali berhasil. Galang terus fokus bermain dengan kedua belah bibir Diana, atas-bawah.

"Galang," Diana mencoba berbicara untuk menghentikan ciuman ini, "berhenti, aku mohon."

Berhasil, Galang langsung menghentikan ciuman tersebut. Nafas keduanya memburu, kedua kening mereka menyatu, tatapan Galang masih tajam, dan walaupun tautan tangan mereka tak lepas Galang menurunkannya dan sedikit melonggarkannya.

"Diana, ayo kita menikah," ucap Galang di tengah nafas yang tak teraturnya. Dan hal itu langsung membuat wajah Diana sedikit memucat kemudian menggeleng.

"Gak, aku gak mau." Jawaban Diana langsung membuat jarak di antara mereka, dan raut tak suka nampak jelas di wajah Galang.

"Omong kosong apa lagi ini." Kemudian Galang tertawa, bukan tertawa renyah karena lelucon. Tapi tawanya berhasil membuat Diana merinding ketakutan. "Aku sudah banyak dengar omong kosong, jadi lebih baik kamu berhenti sekarang. Dan kamu juga harus berhenti dengar omongan sinting Rama dan orang gila yang tiba-tiba ngelamar kamu."

"Kenapa kamu tiba-tiba ngomongin Rani?"

"Bilang ke teman lesbian kamu, buat gak ikut campur urusan kita dan kamu gak usah dekat-dekat lagi sama dia."

"Apalagi yang gak aku tahu dari orang ini lagi? Selain dia suka main kerumah."

Diana menunduk takut, menahan tangisnya di depan Galang kemudian menggeleng. "Aku gak tahu, ayah gak pernah cerita."

Lalu suasana menghening untuk beberpa saat, sampai Galang bersuara lagi ketika menyadari sesuatu. "Oh, dan satu lagi."

Galang kembali mendekat ke arah Diana, lalu mengcekeram kedua pipi gadis itu dengan tangan kanannya. "Bilang sama orang gila yang kemarin tiba-tiba datang untuk sadar diri, kalau kamu itu punyaku. Paham?"

Galang menunggu respon, ia menatap kekasihnya itu mengintimidasi membuat Diana merasa kecil. Tapi karena tak mendapatkan respon, cengkeramannya sedikit mengeras. "Paham gak sih kamu?" Dengan sekali anggukan dari Diana, tangan Galang langsung melepaskannya.

"Bagus."

Mereka berdua terdiam. Galang mengatur segala amarahnya agar tidak meledak dan menjadi lebih buruk lagi daripada ini. Sedangkan Diana dengan pengaturan nafas agar tetap tangis dan air matanya tak pecah di depan Galang. Dan mereka juga tetap berdiri di sana untuk beberapa menit yang cukup panjang sampai suara memecah kediaman mereka.

"Diana, ayo kita menikah."

Diana yang kembali mendengar namanya bersama dengan tiga kata yang paling ia takutkan melihat ke arah Galang, kemudian menggeleng. "Aku gak mau."

"Kamu benar-benar minta di tampar, ya? Apa maksud kamu dengan 'gak mau' itu? Atau jangan-jangan kamu udah nerima lamaran orang gila itu, hah?!"

"Aku gak mau, aku gak siap, aku takut, Galang. Aku takut."

Selepas itu tangis Diana pecah, gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ruangan yang hening itu, hanya di penuhi dengan isakan oleh Diana. Lalu Galang mengalihkan pandangan, dia tak pernah suka melihat Diana menangis. Tapi pria itu sadar, dia dalah adalah sumber air mata yang berjatuhan itu.

"Argh, sialan."

Galang mengumpat setelah mengusap wajahnya kasar dan menarik sedikit rambutnya kemudian menggeram sebelum pada akhirnya menarik Diana utuk masuk ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan tangis gadis itu, tak mengatakan apapun. Namun pelukan Galang mengerat ketika mendengar setiap isakan Diana. Tangannya juga sibuk mengusap kepala Diana sambil beberapa kali menepuk punggung perempuan itu.

Ketika air mata dan isakan tangis sudah mereda, Galang melonggarkan pelukannya. Menatap gadis yang berhasil membuatnya menjadi orang gila dan penakut. Kedua ibu jari pria itu menghapus sisa air mata Diana, di kecup kedua mata yang masih basah karena air mata dan di tutup dengan kecupan di kening Diana sebelum akhirnya Galang menutup dengan menarik Diana ke dalam pelukannya kembali, kalo ini lebih erat dari sebelumnya. Sambil bergumam di dekat telinga Diana, dan terus mengulang kalimat itu bak robot rusak, tak sadar jika Diana ketakutan dengan kata-kata itu.

"Kamu punyaku."

Ini belum parahnya Galang, untuk semua sabar. Saya nulis tiga part terakhir ini dalam waktu dua hari. Mari bertepuk tangan, berikan saya sedikit apresiasi. Btw maaf masih ttng galang, klo mau menunggu momen dzaky-diana. Mohon bersabar.

Jadwal update tiap senin&jumat

Unexpected Propose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang