Niat yang sudah Luna lakukan pun terpaksa berhenti. Padahal Luna berharap dengan dia menghindar Ferdo mengerti dan menjauh juga. Nyata nya tidak.
Dengan berat hati Luna bertemu dengan Ferdo yang sudah lama menunggu nya di ruang tamu. Setelah memastikan semuanya beres, Luna keluar dari kamar nya. Dari lantai dua, Luna dapat melihat Ferdo sama abang nya, Dean. Entah apa yang mereka bahas, dan Luna tidak peduli. Baginya, tidak semua perbincangan cowok harus diketahui cewek.
Sudut mata Ferdo melihat Luna yang berjalan mendekat ke arah mereka. Jantung Ferdo berdetak kencang.Mungkin efek terlalu lama menahan rindu terhadap gadis yang sudah berhasil mencairkan hati es nya.
Rasanya seminggu tidak melihat Luna seperti tidak melihatnya seabad.Tidak ada yang berubah dari dirinya. Senyum manisnya masih tetap sama. Mungkin perasaan Ferdo yang berubah, semakin besar cinta nya ke Luna.
Ferdo baru sadar bahwa dia sudah jatuh cinta sama Luna. Entah sejak kapan perasaan ini muncul. Ia pikir perasaan nyaman ini hanya karena mereka berteman. Namun semakin lama semakin besar. Berharap rasa nyaman ini merubah status mereka dari teman menjadi pacar. Tapi dari sikap Luna yang seminggu ini berusaha menghindar dari dirinya membuat Ferdo ragu.
"Sini dek, kenapa berhenti disitu." suruh bang Dean. Melihat adiknya berdiri di belakang Ferdo.
"Nah karena kalian sudah disini, gue ke kamar aja ya. Kalau mau pergi, pergi aja. Tapi ingat, jangan pulang lama."
Ferdo dan Luna mengangguk paham. Dean pergi meninggalkan mereka berdua. Dean tahu, tidak baik terlalu lama berada di sana. Serasa jadi obat nyamuk.
🐔🐔
Disinilah mereka berada. Di salah satu mall di kota mereka. Sebenarnya tidak ada yang mau dibeli disini. Cuma Ferdo bingung mau ketempat yang cocok buat mereka berdua, akhirnya dia memutuskan ke mall. Dan Luna hanya diam dan mengikuti Ferdo.
"Eh" kaget Luna. Tiba-tiba Ferdo menggenggam tangannya.
"Biarkan seperti ini. Gue takut lo nyasar terus ilang."
Luna mendengus kesal. Apa-apaan ini? Enak saja nyindir gue.
Satu tangan Luna berhasil mencubit pinggang Ferdo.
"Ish sakit Lun." Keluhnya sambil mengelus area bekas cubitan Luna.
"Rasain. Enak aja lo nyindir gue. Emang gue anak lo apa?" balasnya sambil melotot ke arah Ferdo.
Melihat raut wajah Luna membuat Ferdo ingin tertawa. Tujuan dia melotot itu apa? Biar Ferdo takut? Bahkan dia seperti itu kesannya seperti anak kecil ngambek karena tidak dapat permen gulali. Lucu banget.
Gemas, Ferdo mencubit kedua pipi Luna. "Lo itu gapantas melotot seperti tadi. Gue gak takut. Yang ada gue pengen cubit pipi lo sampai copot." Setelah puas mencubit pipinya, Ferdo melepas tangannya. Setelah itu menggenggam tangan Luna dan menariknya pelan.
"Ayo jalan, lo mau berdiri disini terus atau ikut kedalam?"
Luna berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Ferdo. Tapi tidak bisa. Tenaga Ferdo jauh lebih kuat dibanding tenaga nya.
"Ayo biar gue genggam tangan lo."
"Gak mau. Lo nyebelin."
"Gak usah ngambek Lun, gemes gue liatnya."
"Gemes-gemes gundulmu."
Ferdo tertawa melihat wajah Luna lagi ngambek. Ingin rasanya dia mencium pipi tembam nya itu. Tapi dia tahan. Jangan sampai kebablasan. Bisa-bisa Luna marah besar dan berakhir jaga jarak lagi.
Satu tangannya terangkat ke kepala Luna. Mengelus pelan, berharap Luna tidak kesal lagi.
"Gue genggam lo biar semua orang tau, lo milik gue. Lo gak liat sekeliling? Pada natap lo seolah-olah ingin karungin lo. Gue cemburu lo dilirik banyak cowo." bisiknya pelan tepat di telinga Luna.
TBC
Gimana? Masih betah baca cerita ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA. JANGAN LUPA VOTE SAIANG) Bukan anak broken home. Punya keluarga, serasa gak punya keluarga. Keluarga utuh, tapi kurang kasih sayang. Semenyedihkan ini gue sekarang. Dan itu yang buat gue mati rasa. Maaf, bukannya gue kurang...