25. Melukai diri

4.2K 223 1
                                    


25. Melukai Diri


Suara pecahan kaca terdengar, di setiap sudut ruangan. Suara itu ditimbulkan oleh Railin, gadis itu memukul sebuah cermin yang ada di kamarnya dengan tangan kosong. Darah mengalir keluar dari tangannya, Railin sudah benar-benar gila.


Melukai dirinya sendiri, hanya untuk melampiaskan perasaannya. Railin tahu ini salah, tapi ia juga benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Ia sudah lelah dengan jalan hidupnya, Railin benci dirinya sendiri. Ia sudah lelah dengan cobaan ini, tapi Railin juga tidak bisa memaksakan kehendak yang terjadi. Ia kembali teringat akan sesuatu hal yang menyakitinya dan kenangan pahit yang ia rasakan.

"Sampai kapan semua ini berakhir?"

"Sampai kapan?"

"Bunda? Kenapa hidup Railin jadi kayak gini? Railin butuh kehangatan keluarga, aku butuh perhatian dari Ayah. Apa aku salah, bun? Railin cuma mau, ayah peduli sama aku. Aku cuma mau Ayah! Kenapa Ayah gak pernah peduli lagi sama Rai?"

"Railin juga sayang sama Geo, bun. Railin gak pernah benci Geo, nggak pernah rasa benci itu melintas di hati Railin sedikitpun. Tapi, aku sakit bun. Aku sakit, waktu ngelihat Ayah yang selalu perhatian sama Geo! Selalu peduli sama Geo!"

"Sedangkan aku? Ayah gak pernah ngeliat aku, perjuangan Rai untuk jadi lebih baik. Rai benci sikap Ayah! Tapii Rai sayang sama Ayah."

Railin terus bermonolog lirih, berharap bundanya kini berada di sampingnya. Ia sungguh merindukan sosok wanita yang selalu mengerti dirinya, yang selalu memberikan pelukan hangat, dan yang selalu membelai rambutnya dengan lembut. Railin merindukan saat-saat bersama bundanyaーRaina.

"Kenapa gue harus selalu kehilangan orang-orang terdekat? Apa gue keliatan sekuat itu? Beri sedikit kekuatan agar Rai bisa bertahan lebih lama, Tuhan."

Railin menunduk, melihat tangannya yang berlumuran darah miliknya sendiri. Ini tidak terasa apa-apa, dari pada sakit yang ada di dalam hatinya. Luka di tangan ini, akan dengan cepat mengering. Sedangkan luka yang ada di dalam hatinya, itu akan sulit untuk disembuhkan.

Sakit rasanya, ketika mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Refan saat hari itu. Apa memang Railin hanya beban bagi mereka? Apa Railin selalu menyusahkan mereka?

Railin berteriak, meluapkan emosinya. "Gue benci diri gue sendiri, yang gak becus ngatasi masalah."

Teriakan Railin cukup keras, hingga menggema di ruangan itu. Di markas, memang sedang tidak ada orang selain Railin. Jadi tidak akan ada yang mendengar teriakan gadis itu. Ia berjalan, menuju meja yang diatasnya terdapat tumpukan buku-buku.

Railin duduk di kursi yang berada dekat dengan meja itu, tangannya mengambil sebuah buku diary dan mengambil pulpen yang ada di atas meja itu.

Tangan dengan darah yang masih mengalir, terus bergerak membuat sebuah kata pada buku tersebut. Tidak perduli dengan rasa perih dan sakit, Railin sudah kebal akan rasa itu.

Ayah? Apa ayah tahu?
Saat kecil dulu, Railin selalu buat sebuah puisi. Dan puisi itu selalu menceritakan, tentang seorang Ayah yang sangat menyayangi anaknya. Waktu aku buat puisi itu, aku selalu berharap bahwa aku juga bisa ngerasain itu.

Sudah lama, sejak hari itu ayah jadi berubah. Ayah tidak pernah menanyakan bagaimana kabarku, ayah tidak pernah menanyakan bagaimana sekolahku, ayah tidak pernah memberi ku kasih sayang lagi.

Sedangkan kepada Geo? Ayah masih bersikap sama seperti biasanya. Aku selalu bertanya pada Ayah, mengapa Ayah seperti tidak memperdulikan ku? Mengapa sikap Ayah berubah padaku?

RAISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang