POV Ilya
Muhamed terlihat sangat pucat, aku berusaha memanggilnya sambil menggoyangkan bahunya berkali-kali tapi ia tidak bangun. Ketika aku menggoyang-goyangkan badannya, ia terlihat lemas.
Aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana sebenarnya. Saat aku berusaha menghubunginya berkali-kali tidak ada jawaban sama sekali darinya bahkan salah satu panggilanku dijawab oleh operator yang menyatakan bahwa gawainya tidak aktif. Ini gawat, sangat gawat.
Aku mengemudikan mobil Kak Lodewijk dengan kecepatan tinggi kembali menuju kediaman Mevrouw Sofia. Saat sampai, Tuan Wisnu yang keluar dari dalam untuk menyambutku langsung aku hampiri dan aku minta tolong bantuannya untuk membantuku menggotong tubuhnya kembali ke kamarnya. Sial Muhamed, tinggi tubuhmu benar-benar menyusahkan.
Setelah beberapa menit yang melelahkan, akhirnya kami sampai di kamarnya dan langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur. Mevrouw Sofia yang turut mengikuti kami langsung menelpon dokter pribadinya, memintanya untuk datang untuk memeriksa kondisi Muhamed karena saat ia memeriksa detak nadi lehernya, ia mengatakan pada kami bahwa detknya lemah sekali.
Mevrouw Sofia meminta ku tetap di kamar Muhamed dan meminta tolong pada Tuan Wisnu untuk menunggu kedatangan dr. Dinda. Saat Tuan Wisnu meninggalkan kami berdua, dia mulai menginterogasiku mengenai apa yang telah terjadi.
"Kak Ilya, Kak Muhamed kenapa?"
"Saya gak tau Mevrouw."
"Kenapa Kak Ilya gak tau?! Bukannya kalian berdua melaksanakan misi ini bersama?!" tanyanya dengan nada tinggi.
"Mevrouw, kalau saya tau mengenai apa yang terjadi sebenernya sama Muhamed saya udah kasih tau Mevrouw dari tadi. Saya sama Muhamed misah waktu ngejalanin misi ketemu sama informan itu, dia masuk ke dalam gedung sedangkan saya ngawasin aktivitasnya melalui smartphonenya tapi entah kenapa, setelah dia masuk ke dalam gedung koneksi smartphone saya ke smartphonenya putus. Saya berusaha nyari tau penyebabnya termasuk ngeretas jaringan internet apartemen itu tapi saya gak bisa ngelacak dia pergi ke mana dan kenapa, yang saya tau, waktu dia keluar dari gedung dia udah pucat kayak gitu." ujarku padanya dengan nada agak meninggi tapi aku tetap berusaha untuk tenang.
Setelah aku menjelaskan apa yang aku ketahui, hening mengisi kamar, aku melanjutkan kalimat ku. "Maaf Mevrouw, tapi cuman itu yang bisa saya sampein."
Ia berjalan perlahan lalu duduk di atas kasur dengan kepala tertunduk mengatakan padaku dengan nada sendu, "Kakak tau kan kalau detak nadi seseorang lemah ada kemungkinan orang itu bisa mati?"
"Iya, saya tau Mevrouw." jawabku padanya dengan nada rendah dan lembut.
"Pak Ilhan, Bu Chandra, mereka berdua mati karena saya, Meneer Karim di penjara, itu juga karena saya. Berapa banyak orang yang harus menderita karena saya?" Aku terdiam mendengar pertanyaannya.
"Seharusnya saya tidak pernah bertemu kalian, seharusnya saya tidak pernah menemui Meneer Karim setelah dia menyelesaikan gambar yang dia buat untuk saya. Seharusnya..." ia mulai terisak dan menitikkan air matanya, sial! Bukan dia yang menyebabkan Pak Ilhan dan Bu Chandra kehilangan nyawa mereka melainkan aku, jika ada yang harus disalahkan atas kematian mereka, itu adalah aku, seharusnya aku ikut masuk bersama Muhamed tapi kenapa aku tidak melakukannya?! Sial!
"Mevrouw, maafkan saya." hanya itu yang bisa aku katakan. Aku keluar dari kamar Muhamed kembali ke bawah dan meminta Tuan Wisnu untuk membuka pintu gerbang dan pergi menuju rumah salah satu anggota geng motor Jalan Darah yang mengurusi administrasi anggotanya menggunakan mobil Kak Lodewijk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Darah Dan Hati 2 Dream Reality
Fiksi SejarahKelanjutan cerita dari Novel "Antara Darah dan Hati", berkisah di dunia alternatif di mana karakter novel pertama memiliki latar belakang yang berbeda. Setelah gagal menghentikan aksi ritual Okultis Belanda, Karim Dawala Sokolovic dikejutkan oleh ke...