Bab 1

10 1 0
                                    

"Pak, bagaimana dengan rumah kosong itu? Kira-kira kalau kami renovasi apakah boleh?" Tanya seseorang kepada warga setempat.

"Rumah itu sudah lama kosong, Pak. Bahkan sebelum saya pindah ke sini rumah itu sudah berdiri. Boleh atau tidaknya direnovasi coba Bapak dan Ibu tanya ke kepala desa atau RT saja." Jawab seorang warga tersebut.

Antoni Setiawan dan keluarga kecilnya mencari rumah untuk ditempati. Beberapa hari yang lalu ia dipindah tugaskan oleh perusahaan tempatnya bekerja.

Mau tidak mau ia harus membeli sebuah rumah untuk ditinggali keluarga kecilnya. Ia sudah melakukan survei namun saat itu tidak ada kontrakan kosong ataupun rumah yang dijual.

Satu-satunya rumah yang menurut ia bisa dijadikan tempat tinggal adalah rumah kosong yang berada di ujung jalan. Rumah itu masih berdiri kokoh, bangunannya berarsitektur khas Jawa menambah kesan yang klasik dan unik. Hanya saja rumah itu dikelilingi dengan rumput-rumput dan tanaman liar serta ilalang yang tingginya seorang dewasa.

Kata warga setempat, rumah itu sudah ada sejak tahun 1990. Dahulu ditempati oleh satu keluarga namun ditinggalkan begitu saja. Sejak saat itulah rumah itu kosong. Sebelum keluarga Antoni sudah ada beberapa orang yang ingin menempati rumah itu juga. Namun setelah melihat-lihat lebih dekat, orang-orang tersebut tidak jadi menempatinya.

Sementara Antoni dan keluarga tinggal di rumah Bibi dari istrinya sambil mencari rumah yang cocok untuk dibeli.

***

"Pak, Ibu kok agak ragu ya sama rumah itu." Ucap Sri--istri Anton--dengan raut wajah cemas.

"Ragu kenapa sih, Bu?"Tanya Anton yang mengubah posisi duduknya menghadap sang istri.

Sri menghela napas kasar, ia tidak langsung menjawab pertanyaan dari suaminya.
Melihat sang istri yang kelihatan cemas, Anton meraih tangan Sri dan mengelusnya.

" Kok diem, Bu?"

" Perasaan Ibu cuma gak enak aja, Pak."

" Ya sudah, Ibu sholat dulu aja sana!"

Sri mengangguk kemudian beranjak dari tempat duduknya.
Sebelum mengambil air wudhu, ia melihat anak-anaknya dulu di kamar. Ternyata mereka sudah terlelap.
Sri melanjutkan jalannya mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat Isya.

Setelah sholat ia menghampiri Bibinya yang sedang duduk di kursi goyang.
"Mbok, kok belum tidur? Udah larut malam loh."
Sri memanggil Bibinya dengan sebutan 'Mbok' yang artinya Ibu dalam bahasa Jawa.

"Sebentar lagi Mbok tidur," Sahut si Mbok menoleh kearah Sri.
Kemudian Sri pamit untuk pergi ke kamar anak-anaknya, menemani tidur.

Sri membelai lembut puncak kepala anak pertamanya--Habib Setiawan-- yang berusia delapan tahun, pulas sekali tidurnya.

Ceklek

Pintu terbuka, ternyata itu suaminya. Anton menghampiri Sri yang sedang menepuk-nepuk anak keduanya--Amelia Setiawan--yang masih berusia lima tahun.
Sri memberi isyarat agar suaminya jangan ribut.

"Bu, tadi Bapak ditelepon sama Pak Kades, katanya kita boleh menempati rumah itu. Jika kita mau membelinya juga boleh karena surat-surat rumah itu masih ada dan disimpan di kantor kepala desa." Ucap Anton setengah berbisik.

Sri kelihatan sedang berpikir, entah mengapa ia ragu untuk menempati rumah itu. Perasaannya mengatakan bahwa rumah itu ada 'sesuatu' nya.

"Kan, kok diem sih, Bu?" Lanjut Anton seraya menyenggol tangan istrinya.

"Yasudah, Pak, kalau begitu. Ibu ngikut aja." Balas Sri seadanya.

Keesokan harinya, Anton dan Pak Kades serta beberapa warga mendatangi rumah kosong itu. Mereka berniat membersihkan ilalang yang rimbun dengan menggunakan alat seadanya.

Ternyata jika melihatnya secara dekat rumah itu terlihat cukup megah serta bangunan yang masih kokok tanpa ada sedikitpun kerusakan.
Di beberapa bagian rumah itu ada ukiran-ukiran yang unik. Padahal sudah dua puluh tahun ditinggalkan oleh sang pemilik rumah tetapi rumah itu terlihat seperti terawat.

"Pak Kades, apa saya boleh melihat ke dalam rumah inii?" Tanya Anton seraya memperhatikan ukiran-ukiran unik yang ada di dinding rumah itu.

Pak Kades mempersilahkan Anton untuk melihat-lihat sekeliling rumah itu.
Halaman rumah itu cukup luas dan terbilang cukup asri. Di belakang rumah ada beberapa pohon besar yang berdiri kokoh, di halaman depan juga ada beberapa pohon tetapi tidak sebesar pohon yang ada di halaman belakang. Serta bunga-bunga yang tumbuh begitu saja.

Ketika membuka pintu, pemandangan yang pertama dilihat Anton adalah kegelapan serta pengap dari debu-debu yang menyeruak.

Anton sempat tertegun melihat keadaan di dalam rumah itu, semuanya begitu tertata rapi padahal sudah dua puluh tahunan dalam keadaan kosong. Hanya ada sedikit plafon yang berjatuhan di lantai.

"Pak, apa sebelumnya ada yang membersihkan bagian dalam rumah ini?" Tanya Anton penasaran. Pandangan tak lepas dari bagian dalam rumah itu, ia merasa sedikit heran.

"Enggak, Pak. Belum ada yang melihat rumah ini sangat dekat seperti Bapak ini." Jelas Pak Kades.

Anton merasa ada yang tidak masuk akal, tetapi semuanya ia tepis dari pikirannya. Mungkin itu hanya suatu kebetulan saja.

Setelah cukup lama berada di dalam rumah tersebut, ia keluar dan kembali membersihkan tanaman liar di sekitaran rumah tersebut.

Rumah yang akan ia tempati ini lumayan jauh jaraknya dari rumah warga.
Daerah tersebut masih terlihat asri walaupun tidak jauh dari kota. Kebersihan dan keasriannya masih terjaga.

Itulah mengapa Anton dan keluarganya langsung nyaman datang ke desa itu. Nantinya Anton akan bertugas di kota dan keluarganya akan tinggal di desa. Padahal sebelumnya Anton berniat membeli rumah di kota, namun istri dan anak-anaknya lebih nyaman tinggal di pedesaan.

Setelah beberapa jam membersihkan halaman rumah itu akhirnya selesai.
Anton mengucapkan terimakasih kepada warga yang membantunya serta memberikan sedikit rezeki.

"Mulai besok aku harus udah pindah ke rumah ini, gak enak numpang terus sama si Mbok," Gumam Anton pelan.

Hari sudah semakin sore, ia harus cepat-cepat pulang agar istri dan anak-anaknya tidak khawatir.

Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Saat di persimpangan ia tak sengaja melihat dari kaca spionnya seseorang yang sedang berdiri tepat di depan pintu rumah yang akan ia tempati itu.

Ia menghentikan laju mobilnya, kemudian melongokkan kepalanya ke belakang, tidak ada. Sosok yang ia lihat tadi sudah tidak ada.

Anton mengedikkan bahu cuek, mungkin itu hanya perasaannya saja.

***

Visualisasi rumah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SI CANTIK MAYANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang