Tiga hari setelah pertemuan pertama mereka. Dr. Deden dengan Aji sudah hampir dua hari penuh menempuh perjalanan. Sesekali mereka berhenti untuk beristirahat. Mereka membawa barang-barang yang mereka butuhkan. Seperti Dr. Deden membawa peralatan Lab sedangkan Aji membawa beberapa kris dan batu Cincin. Tak lupa juga membawa pasokan makanan. Sepanjang perjalanan, Keadaan Kota yang terlewat nampak sudah tak seperti dulu. Sekarang semuanya sepi dan sunyi.
Mereka terus berjalan, hingga suatu ketika akhirnya mereka sadar kalau mereka sudah dekat dengan rumah sakit tujuannya. Tetapi ketika sedang berjalan menyusuri jalan, tiba-tiba Aji memberi isyaray, menyuruh Dr. Deden Bersembunyi. Dengan cepat, Mereka pun bersembunyi di balik sebuah truk yang telah lama terguling. Benar saja tiba-tiba muncul sesosok Jin berbentuk gurita raksasa dari kejauhan. Suasana menjadi tegang. Deden Panik, namun Aji menyuruhnya tetap tenang. Tapi tetap saja, walau berbadan besar Dr. Deden ternyata adalah pria tua yang penakut. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Deden dan Aji mendengar Suara langkah makhluk itu semakin dekat, BRUG BRUG BRUG. Deden semakin merasa takut. anehnya, setelah itu untuk sesaat suara langkahnya berhenti dan hening. dan Tiba-tiba..
ZRUUUUUTT
Tentakel makhluk tadi memanjang, mengikat Deden. Jin gurita itu bisa mengetahui keberadaan Dr. Deden karena ternyata para Jin sangat menyukai mereka yang merasa takut padanya. Dr. Deden ditarik dan hendak dimakan. Namun Aji melompat berusaha menolong Deden. Aji yang merupakan keturunan dukun bertarung melawan sang jin gurita. Ia sempat kewalahan, Namun dengan senjata krisnya Aji berhasil memotong satu tentakel yang memegang Dr. Deden. Ia terlepas. Aji kemudian mengeluarkan batu cincin nya yang ia kenakan, sambil membaca mantra dan ajian. Seketika, Tubuh Jin gurita itu pun terhisap dan masuk ke dalam batu cincin itu, makhluk itu terkurung menjadi sebuah khodam. Walau kehabisan banyak tenaga dan memperoleh banyak luka, akhirnya Jin Gurita itu bisa Aji taklukkan.
Karena merasa tak aman keduanya melanjutkan perjalanan ke rumah sakit yang jaraknya tinggal beberapa ratus meter saja. Setelah berlari sekuat tenaga, Dr. Deden dan Aji akhirnya sampai disana. Mereka sangat kelelahan. Mereka mengambil nafas sangat dalam karena sudah terlalu jauh berlari. Saat hampir terjatuh pinsan karena kelelahan tiba-tiba saja, sekelompok orang datang muncul dari lorong rumah sakit dan menghampiri mereka. Begitu senang wajah Deden saat mengetahui ternyata orang-orang yang menghampiri mereka itu adalah mantan pasien Covid yang ingin Deden temui. Mereka menyambut Deden dan Aji lalu membawa mereka ke tempat aman untuk beristirahat.
***
Beberapa jam kemudian, di dalam sebuah ruangan dirumah sakit Dr. Deden terbangun di atas sebuah kasur. "Akhirnya kau bangun juga, Dok". Ucap Aji Nusa di Sampingnya. Saat itu Dr. Deden melihat tubuh Aji yang luka-luka sedang diobati oleh beberapa orang yang tinggal di rumah sakit itu. Mereka pun memperkenalkan dirinya. Ada seorang bapak bernama Fikri Ahmad, seorang remaja bernama Putra Irvansyah, dan seorang wanita bernama Silvia Retno. Fikri dan Putra adalah sepasang ayah dan anak yang dahulu dirawat di rumah sakit itu karena tertular Covid-19. Sedangkan Silvia adalah suster yang dahulu merawat mereka. Mereka mengaku bahwa ada sekitar 21 orang yang tinggal dan bertahan hidup sampai sekarang di tempat itu, Mayoritas diantara mereka adalah mantan pasien Covid yang telah sembuh secara ajaib. Ada anak kecil, orang tua, pria, wanita, bahkan diantara mereka ada pula seorang ustadz yang selalu menasehati dan menguatkan mental mereka. Saat itu, Penghuni rumah sakit selain mereka, sedang berada di ruangan lain, menunggu mereka berdua pulih.
Setelah pulih dan merasa lebih baik akhirnya mereka berlima mendatangi sisa anggota kelompok itu yang sudah menunggu mereka diruangan lain. Aji dan Dr. Deden disambut dengan meriah, semua orang nampak sangat bergembira karena kehadirannya. Semua nampak senang kecuali seorang laki-laki berjanggut yang sejak awal menatap sinis pada mereka dari belakang. Pak Fikri yang merupakan pemimpin kelompok itu langsung memperkenalkan mereka berdua pada semuanya. Setelah sesi perkenalan dan sedikit basa basi akhirnya Dr. Deden dan Aji menyampaikan tujuan kedatangan mereka. Mereka datang ke rumah sakit itu, karena mengetahui ada pasien di tempat itu yang bisa sembuh dari tuli dan buta. Mereka juga menyampaikan niatnya bahwa kedatangan mereka adalah untuk menciptakan obat dari sampel darah mereka.
Mendengar itu, suara sorak bahagia tadi tiba-tiba hilang. Ternyata bukan itu yang mereka semua harapkan. Nampak di wajah mereka raut kekecewaan. Dr. Deden heran, tapi Aji seperti sudah menduganya. Tiba-tiba saja, seorang laki-laki berjanggut diujung belakang ke rumunan berteriak.
"Sudah Aku Bilang Kan?!, Mereka Gak Akan Bisa Menolong Kita".
Lelaki itu bernama Budi Andriawan. Ia adalah seorang anggota DPR yang selamat dari serangan pasukan Nyi Roro Kidul dan ikut bersembunyi di tempat itu. Ia menjelaskan dengan penuh emosi bahwa yang diharapkan orang-orang di rumah sakit itu adalah penyelamat yang akan mengevakuasi mereka. fakta bahwa Deden dan Aji hanya datang untuk membuat obat telah menghancurkan harapan semua orang. Budi hampir saja memprovokasi semua orang dan konflik hampir terjadi diantara mereka. Untung saja, Hasan Jaya, seorang ustadz di tempat itu berhasil menenangkan keadaan.
"Sudaah!! Semuanya Istighfar!!
" Masalah Tak Akan Selesai Hanya dengan emosi! . Laa Taghdob!"
Situasi mulai kembali tenang. Pak Fikri, dan Putra membawa keluar kembali Aji dan Dr. Deden dari ruangan itu agar situasi tetap aman. Bu Silvia juga mengajak kedua pasien yang dimaksud Dr. Deden untuk ikut dengan mereka. Walau agak ragu, kedua pasien itu pun mengangkat tangannya. Kemudian mengikuti mereka ke ruangan laboratorium rumah sakit.
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
Gejolak di Khatulistiwa
FantasyIbu Pertiwi sedang tidak baik-baik saja. Kerusuhan dan demonstrasi terjadi dimana-mana, Sebuah wabah virus mematikan juga sedang merajalela. Yusuf Ansori adalah seorang pria yang mendambakan kedamaian. Namun para pemangku jabatan selalu saja mengece...