DLUT~7

205 91 38
                                    

Alur tuhan memang tak pernah main-main. Tuhan mengatur semua kejadian dalam hidup ini begitu lihai. Tak pernah terpikirkan sebelumnya, jika Kenta ternyata bisa bergabung bersama di panti ini. Tak pernah terbayangkan jika kehidupan panti ternyata sehangat ini.

Setelah selesai makan malam, Kenta membubarkan dirinya menuju taman yang berada di halaman panti. Ia ingin menikmati malam ini yang terasa indah. Bulan ini sudah memasuki bulan agustus. Langit malam di atas sana berwarna cerah karena di penuhi oleh gemerlap bintang.

Ini malam yang menenangkan bagi jiwanya yang suka berkelana. Kenta memang baik-baik saja selama ini. Terlihat sangat bahagia yang nyatanya hanya semata-mata karena tidak ingin mengecewakan orang-orang yang berada di sekitarnya. Khususnya teman-temanya atau mungkin sudah menjadi saudaranya.

Ah, menyebalkan sekali hidup ini. Hidup di tengah-tengah ingatan yang hilang itu sungguh tidak enak. Sebenarnya siapa sih orang tuanya.
Kenapa ingatannya harus hilang seluruhnya? Dan kapan ingatannya akan kembali?

Plak...

"Eh, tenang. Nggak boleh ngomong jorok." Kesal Kenta menatap pemuda jangkung yang kini duduk di sampingnya. Tidak tahu saja, jantungnga seperti mau copot rasanya.

"Hangga, Anjing!"

Begitu umpat Kenta setelahnya. Hanggara yang di sampingnya hanya terkekeh. Senang sekali dirinya membuat Kenta kesal. Lucu saja melihat wajah putih Kenta yang memerah. Hanggara heran kulitnya Kenta itu bisa putih sekali makan apa sih. Macam oppa-oppa di Korea sana. Hanggara sampai iri di buatnya.

Hanggara menebak, mungkin Kenta itu dari keluarga sejenis sultan kali, ya. Semua visual yang ada di tubuh
Kenta itu blasteran surga-dunia, beneran deh nggak bohong. Yang cowok cool seperti dirinya saja kagum. Apalagi ciwey-ciwey pasti langsung terpesona pada pandangan pertama. Dia nggak lagi ngelindur lo ya. Kenta itu benar-benar tampan sekali.

"Duh, Ken. Kenapa gue terpesona sama lo sih? Tukeran tampang dong."

"Idih, sorry. Nggak minat sama tampang jamet lo."

"Ya deh nggak jadi muji lo. Nyesel gue. Orang gue tampan mempesona begini kok. Nggak lihat nih," tunjuk Hanggara pada wajahnya. Kenta menatap wajah Hanggara, menunggu apa yang di perlihatkan pada nya.

"Ya, kan? Lo aja terkagum-kagum sama gue sampai ngelihat wajah gue segitunya."

Kenta berdecak kesal. Kalau masalah menyombongkan tampang, Hanggara itu juaranya.

"Lo ngapain sendirian di sini? Nggak takut ada apa-apa gitu?"

"Cari angin aja. Justru lo yang gue takutin."

"Haa? Kenapa lo takut sama gue? Orang ganteng kaya gini kok di takutin." Narsis lagi. Kenta itu mual kalau lihat Hanggara narsis kaya gitu. Pengen muntah rasanya.

"Najis!"

Hanggara tertawa lagi. Apa yang lucu sebenarnya? Hanggara itu receh sekali.

Setelah menghentikan tawanya, Hanggara berdiri dan pergi. Kembali meninggalkan dirinya dan membuatnya kembali di peluk sepi. Kenta menghembuskan nafas panjang. Malam semakin panjang, udara dingin terhembus membungkus tubuhnya. Tapi tak sedikitpun ada niatan untuk meninggalkan tempat itu.

"Nih pakai. Dingin, nanti kalau sakit gue nggak mau tanggung jawab."

Hangat di rasakan Kenta ketika sebuah jaket tebal menyelimuti tubuhnya. Wangi, ini bukan wangi norak yang di pakai cowok kebanyakan. Tapi ini wanginya menghanyutkan, yang akan membuat nyaman orang yang menciumnya. Hanggara memang type orang yang selalu terlihat segar. Sekarang pun begitu. Dia terlihat segar dengan gaya berpakaiannya yang simple tapi tetap terlihat tampan.

"Makasih. Kenapa lo nggak tidur aja. Ini kan udah malam," tanya Kenta setelah membenarkan posisi jaketnya yang kurang pas.

"Gue mau cerita banyak hal sama lo malam ini. Dan gue juga bawa banyak camilan, btw."

"Niat banget deh kayaknya. Gue nggak mau ya kalau cuma dengar cerita cinta lo."

"Nggak lah. Gini-gini gue masih jomblo lho. Minat nggak?" tanya Hanggara dengan nada menyebalkan menurut Kenta.

"Sorry, gue masih doyan cewek. Atau jangan-jangan lo penyuka sesama jenis, ya?" selidik Kenta curiga.

Hanggara yang di tuduh seperti itu jelas tidak terima. Tangannya langsung menggeplak lengan Kenta keras. Erangan keras dari Kenta membuatnya tersenyum puas.

"Aduh! sakit, dodol. Akh, sampai merah gini. jahat banget sih lo," erang Kenta memegangi lengan kanannya. Sudah di pastikan itu akan membuat lengannya memerah.

"Makanya kalau ngomong jangan sembarangan. Tau kan gimana enaknya karma?"

"Ya lo aneh sih. Random banget tingkahnya."

"Ah masa? orang ganteng gini."

"NAJIS SUMPAH!"

Tawa lepas Hanggara keluar. Malam itu sungguh di isi dengan guyonan dan gombalan Hanggara kepada Kenta. Malam yang mulanya dingin bagi Kenta, kini jadi hangat karena kehadiran Hanggara yang menemani dirinya di kesepian malam itu.

Hanggara itu hangat. Cocok berada di dekat jiwanya yang selalu merasa dingin. Pikiran gundahnya tadi entah hilang kemana. Yang ada sekarang hanya rasa nyaman karena hadirnya Hanggara. Orang asing yang menurutnya sangat beruntung karena Kenta sudah mengenalnya.

Semua yang ada di panti ini adalah keluarganya. Dan selamanya akan tetap begitu. Bagaimanapun keadaannya, Bolehkan?

Karena sekarang, Kenta hanya punya mereka yang ada di panti ini. Entah nanti. Keluarganya saja tak peduli. Seharusnya kalau keluarganya memang ada, mereka setidaknya mencarinya. Tapi apa? mungkin hadirnya sudah tidak di inginkan sekarang. Dan mungkin saja, keluarganya di luar sana bahagia karena tidak ada dirinya.

Ah, semoga keluargaku bahagia dengan hidupnya. Tanpa diriku di sini yang bingung akan bagaimana hidupnya suatu hari nanti karena kehilangan ingatan.

°°°

~Dari luka untuk tawa~

To be contiuned.

jangan lupa vomen nya ya...

Di tunggu krisarnya.

makasih untuk yang sudah membaca work ku ini.

salam: shinyaya

Dari Luka Untuk Tawa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang