11. Security Aneh

44 14 2
                                    

Raihan mengendap-endap di bawah lidah mertua yang ditanam berjejer pada pot-pot besar. Di sampingnya, Meysha berusaha memasang ponsel di sela-sela tanaman itu. Kameranya hidup, membidik ke arah Irgy dan Bayu yang sedang mengobrol di pinggir kolam ikan koi. Raihan mengajak Meysha menguntit mereka berdua dan menguping pembicaraannya.

"Lagian kenapa kamu malah meladeni cewek itu, sih?" ujar Irgy.

"Tentu saja aku kesal. Memangnya kamu enggak?" 

Irgy mengusap wajahnya. "Aku tahu kamu bodoh, tapi jangan tunjukkan di depan orang lain. Mau menggali kuburan kamu sendiri, ya?"

"Kamu ngatain aku bodoh?"

"Memangnya sebutan apa yang paling cocok?"

"Hei! Kamu mungkin lebih cerdas daripada aku. Tapi kamu sendiri gak pernah bisa mengalahkan Juna."

"Sekarang malah banyak bicara. Hanya karena sekarang ranking dua, kamu mulai besar kepala, ya? Apa kamu pernah berpikir apa yang akan terjadi setelah pertunjukan kebodohan kamu kemarin?"

Bayu terdiam. Irgy berlalu meninggalkannya. Raihan dan Meysha bertukar pandang. Mereka menunggu sampai Bayu pergi juga sebelum bergerak bebas dari tempatnya.
Mereka akhirnya bisa berdiri dengan leluasa setelah Bayu pergi. Meysha memutar video yang baru saja dia rekam dan mengecek suaranya. Dia menempelkan lubang speaker ponselnya ke telinga dan berdecak sendiri.

"Enggak terlalu kedengaran," katanya.
Raihan mengambil alih ponsel itu dan menaikkan volumenya. Suaranya masih pelan meski volumenya sudah penuh.

"Mungkin akan lebih jelas kalau pakai speaker tambahan," ujar Raihan.
Meysha membuang napas kasar. "Jadi benar di sekolah ini ada praktik jual beli ranking?"

Raihan menoleh sambil mengembalikan ponselnya. "Seperti yang kamu lihat."

"Ngomong-ngomong ... kenapa kamu bisa tahu anak-anak itu terlibat?"

"Aku cuma merasa janggal dengan naiknya Irgy ke posisi satu."

"Sejak kapan kamu menyadari hal ini?"

Raihan terdiam sejenak. "Sejak pembagian rapor semester kemarin. Kenapa?"

"Enggak, cuma ... aku merasa ... kamu tahu lebih banyak tentang skandal ini ... jadi ...."

"Jadi kamu mau nuduh aku yang menulis di whiteboard kemarin?"

"Heh? B-bukan begitu."

Meysha menggaruk tengkuknya. Raihan termangu bingung. Biasanya Meysha akan menuduhnya tanpa ragu.

"Tapi kalaupun benar kamu ... mungkin enggak masalah," ujar Meysha membuat Raihan lagi-lagi kebingungan.

"Maksud kamu?"

"Seperti kata Juna. Kalau kamu melakukan ini demi mengungkap ketidakadilan ... kami akan ada di pihak kamu."

Raihan membuang napas, lalu mengobrak-abrik rambut Meysha. "Otak kamu harus digosok biar gak berpikir yang aneh-aneh terus tentang aku."

Meysha memukul tangan Raihan dan mundur selangkah. Dia menyisir rambutnya sambil mengomel. "Ah, rambutku ...."

Raihan terbahak melihat rambut Meysha awut-awutan, sementara pemiliknya hanya bisa mencebik sebal. Raihan kemudian pergi meninggalkan Meysha bergitu saja. Dia berjalan menuju gedung kelas dan menyusuri koridor. Tahu-tahu Meysha sudah menjajari langkahnya dengan rambut yang sudah kembali ke bentuk semula. Raihan tertawa kecil melihatnya.

"Ngomong-ngomong, Juna keliahatannya pendiam, ya? Tapi sekalinya bicara kayak habis makan silet. Enggak. Mungkin makan tombak. Kata-katanya terdengar tajam dan menusuk. Dia mengataiku sok akrab, enggak tahu diri, seenaknya. Wah, rasanya mau kutonjok saja dia," cerocos Meysha.

ANONYMOUS CODE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang