22. Sidang

29 9 0
                                    

Juna merasa tidak nyaman berada di dalam mobil papanya. Ini pertama kalinya dia pergi sekolah diantar Papa sejak kelas enam SD beberapa tahun silam. Juna tak bisa menolak karena tidak mau melihat papanya marah lebih daripada itu. Dia tidak terbiasa dimarahi. Bahkan, ketika dirinya ingin tinggal di paviliun dan kerja di kedai martabak pun papanya tidak marah. Karena sesuai perjanjian, Papa akan mengabulkan semua permintaan Juna asal mau ikut tinggal bersamanya. Juna sudah cukup hidup seperti itu. Tidak mau merepotkan dengan menjadi anak bandel di sekolah. Namun, apa yang dia lakukan sekarang?

Raihan yang duduk di sampingnya membuat Juna makin tidak nyaman. Anak itu terus menatap padanya, lalu membuang muka saat Juna menoleh.
Semalam, ketika Papa menemui Juna di paviliun, Raihan juga ikut. Dia benar-benar mengakui semuanya di hadapan Papa, tetapi Juna tidak membiarkan itu. Juna bersikeras bahwa semua adalah salahnya. Papa jadi bingung. Alhasil, Papa memarahi mereka berdua karena sama-sama membuatnya pusing.

Mobil yang mereka tumpangi memasuki area parkir SMA Wijayamulya. Papa berujar, "Kalian duluan saja. Papa mau menemui direktur dulu."

Juna keluar dan masuk ke dalam gedung sekolah lebih dulu. Semua orang yang dilewatinya menatap Juna. Raihan menjajari Juna dan berjalan di sampingnya. Entah apa maksudnya. Mengalihkan perhatian mereka? Ah, yang benar saja. Tidak berguna sama sekali.

"Jun! Rai!"

Juna dan Raihan kompak menoleh ke sumber suara saat nama mereka dipanggil. Calla berlari menghampiri mereka. Wajahnya tampak cemas.

"Kemarin kalian langsung pulang? Kalian juga gak jawab teleponku. Bikin khawatir aja! Apa yang terjadi?" ujar Calla.

Raihan menggaruk tengkuk dan menoleh pada Juna. Juna menjawab pertanyaan Calla dengan tenang. "Aku akan disidang hari ini," katanya.

Calla terdiam sejenak. "Apa kamu akan dikeluarkan?"

Juna menghela napas dan menggeleng. "Belum tahu. Keputusan ada pada mereka."

"Kamu gak akan ngelakuin sesuatu? Jun, dikeluarin dari sekolah ... yang bener aja." Calla membuang napas kasar.

"Gak usah khawatir."

"Gimana aku gak khawatir?!"

Juna tersentak mendengar bentakan Calla. Gadis itu kemudian mendunduk lesu sambil menutup wajah dengan kedua tangan, kemudian mendongak lagi menatapnya.

"Aku gak mau tahu. Pokoknya, kamu gak boleh sampai dikeluarkan," ujar Calla, kemudian berlalu.

"Calla ...."

Juna menghela napas melihat Calla yang tidak mau berbalik barang sedikit pun.

"Aku gak tahu apa yang kamu rencanakan." Raihan berujar, Juna menoleh. "Tapi aku percaya kamu bisa mengatasi semua ini."

Raihan menepuk pundak Juna sebelum pergi. Juna mengambil arah yang berbeda dengan Raihan. Dia pergi ke ruang sidang. Papa sepertinya sudah pergi ke sana setelah menemui direktur lebih dulu. Semalam, Papa bilang direktur sekolah juga akan turun tangan mengingat ini adalah masalah besar. Lebih dari sekadar memukul anak orang seperti yang dilakukan Raihan tempo hari. Namun, Juna tidak tahu apa yang akan dilakukan papanya. Entah dia memohon pada direktur agar Juna tidak dikeluarkan dari sekolah atau bagaimana.

Juna tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri sampai dia tiba di ruang sidang. Dia menelan air liurnya sendiri menatap daun pintu yang masih tertutup. Kedatangan Pak Daniel membuatnya terkesiap.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Pak Daniel.

Juna tersenyum tipis. "Iya."

"Jun, kamu melakukannya karena itu, kan?"

ANONYMOUS CODE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang