26. Markas

28 7 0
                                    

Sabtu pagi, pintu paviliun tempat Juna tinggal sudah digedor-gedor. Juna yang baru saja keluar dari kamar mandi termangu sebentar. Apa itu mamanya Raihan? Perasaan baru kemarin dia datang ke paviliun untuk mengisi kulkasnya. Kenapa sekarang datang lagi?

Juna terheran-heran. Kalau didengar-dengar, ketukan itu beda dari biasanya. Mama Raihan biasa mengetuk pintu sambil memanggil namanya. Ini tanpa panggilan, tetapi ketukannya keras sekali. Seperti rentenir yang mau menagih utang.
Juna bergegas menuju pintu sambil menggosok rambutnya yang basah menggunakan handuk. Ketika pintu terbuka, dia melongo sendiri. Di hadapannya ada Raihan, Meysha, dan Rania yang sedang kompak memasang senyum lebar.

Sedetik kemudian, Juna membanting pintu sampai tertutup. Tak lupa dia kunci juga. Gedoran terdengar lagi. Kali ini disertai teriakan pula. Juna buru-buru membereskan barang-barang yang berserakan di sofa. Ada buku, kemeja, jaket, celana. Astaga! Juna kerepotan sendiri membawa barang-barang itu ke kamarnya. Dia jatuhkan begitu saja di tempat tidur, lalu keluar dan pergi ke depan. Namun, dia kembali lagi karena lupa mengunci pintu kamar. Setelah kunci kamar aman di saku celana pendek selututnya, Juna baru membukakan pintu untuk teman-teman.

"Kamu apa-apaan, sih? Kirain kami gak boleh masuk." Meysha langsung mengomel.

"M-maaf. Ada sedikit masalah di dalam."

"Masalah apa?" Raihan melongok ke dalam. "Kamu menyembunyikan sesuatu?"

"E-enggak."

Kedua bola mata Raihan membeliak. Mulutnya ditutupi kedua tangan, lalu berkata pelan-pelan. "Kamu ... sedang menonton video—"

"Hei!"

Raihan terkesiap mendengar teriakan Juna, sementara Meysha dan Rania bergidik jijik.

"Aku gak kayak gitu!" tegas Juna.

"Iya, iya." Meysha tergelak, diikuti Rania.

Raihan memimpin dua cewek itu menerobos masuk. Meysha dan Rania celingukan sambil melongo, sementara Raihan langsung melompat ke sofa dan menyalakan televisi.

"Kalian mau apa ke sini?" Juna masih heran dengan kedatangan mereka.

"Kami, kan, udah janji mau ke sini," jawab Meysha.

Juna mengangkat alis. "Kapan?"

"Kamu gak baca chat grup?"

Juna garuk-garuk tengkuk. "Chat kalian terlalu banyak. Aku malas baca."

"Tapi ...," kata Juna lagi, " ... mau ... apa?"

"Raihan bilang kamu udah nyiapin markasnya. Wah, jadi ini tempatnya?" kata Meysha.

Juna termangu. Tatapannya tertumbuk pada Raihan yang tiduran di sofa sambil menonton televisi, tidak terlihat merasa bersalah sama sekali.

"Kalian bahkan udah punya markas. Kalian memang udah merencanakan ini dengan matang," ujar Rania.

Juna menarik napas hendak menjawab, tetapi tidak jadi. Dia hanya bisa mendengkus pada akhirnya.
Meysha menaruh sesuatu di atas meja setelah berkeliling melihat-lihat seisi rumah. Raihan buru-buru menyambarnya.

"Apa ini?" kata Raihan.

"Ayam goreng dari kedai ibuku."

"Kamu yang bikin?"

"Aku cuma bantu goreng."

Rania dan Meysha ikut bergabung bersama Raihan di sofa. Juna mengikutinya. Dia baru menyadari sesuatu setelah memandang mereka bergantian.

"Calla mana?" tanya Juna.

Ketiga temannya yang sedang menyantap ayam kompak menoleh, lalu mereka bertukar pandang.

ANONYMOUS CODE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang