6

28 14 7
                                    


"Orang-orang menjalin hubungan berdasarkan kebutuhannya. Jadi tidak usah munafik dengan berselimut kata tulus."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


.


.



.





.



.


.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


.  .  .  ✨  .  .  .


Udara malam berhembus kencang, menghantarkan hawa dingin yang menyeruak. Langit semakin menghitam, bulan tak lagi muncul di atas sana. Sepertinya malam ini akan turun hujan. Jundi menaikan penutup kepala yang ada pada hoodie hitamnya.

"Aku harus cepat sampai ke rumah pelanggan sebelum hujan turun." Genggamannya pada kantung plastik semakin erat. Jundi bersiap keluar dari restoran.

"Kau yakin tidak ingin membawa payung? Hoodie saja tidak cukup menahan air. Nanti tubuhmu basah kuyup." Jay menatap langit dari jendela restoran. Di tangannya masih terselip bolpoin.

"Pikirkan juga ayamnya. Kau mau ganti rugi kalau pesanan pelanggan basah?"

Jundi menengok ke belakang, ada bibi yang sedang duduk di dekat Jay. Tubuh gempalnya membuat Jay terlihat kecil di samping bibi.

"Tenang saja, aku bisa mengantarkan dengan selamat. Dahhh bibi! Dahhh Jay!" Jundi berlari tanpa menunggu jawaban dari bibi maupun Jay.

"Dasar keras kepala! Awas saja kalau dia mengacaukan pesanannya." ujar bibi yang kesal dengan sikap Jundi. Anak itu hanya melakukan apa yang dia ingin lakukan. Tidak peduli dengan peringatan dari orang sekitar.

AfterthoughtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang