♛14♛

159 20 50
                                    

Pandangan kosong Minchan menatap lurus ke depan, padahal seharusnya ia sedang berada di kampusnya sekarang─ya tentu saja sekarang ia sedang membolos.

Bukan sekali dua kali hal ini terjadi tapi sudah tidak terhitung lagi, entah sudah seberapa sering dirinya membolos kuliah.

Taman pinggiran kota menjadi tempat favorit Minchan akhir-akhir ini, ketika membolos kuliah tak lain alasannya karena dirinya ingin mengunjungi taman ini.

Bahkan sekarang dirinya sedang berada di taman, duduk di sebuah ayunan tua dan melihat langsung pemandangan gunung-gunung hijau yang menjulang tinggi.

Terletak di pinggir kota dan bertempat di daerah dataran tinggi membuat taman itu jarang dikunjungi orang.

Minchan lah yang selalu menjadi pengunjung setia taman ini semenjak ia berpisah dengan kakak dan adiknya itu.

Ukurannya tak terlalu luas tapi di taman ini terdapat beberapa mainan yang biasanya disukai anak-anak, namun sayangnya semua mainan tersebut sudah berkarat dan beberapa bahkan ada yang sudah tidak layak digunakan lagi.

Termasuk ayunan yang sedang digunakan Minchan sekarang, suara gesekan antar besi berkarat menimbulkan suara decitan yang tidak sedap didengar namun Minchan sangat mengabaikan hal itu.

Dirinya sangat suka berada disini, terlebih tempat ini selalu sepi.

Tak pernah sekalipun ia memperdulikan gunjingan-gunjingan warga sekitar mengenai taman ini.

Katanya di taman ini ah bukan lebih tepatnya ayunan di sebelahnya ini pernah terjadi kecelakaan kecil namun berujung tragis.

Anak kecil berumur empat tahun bermain sendirian di taman ini, ibunya sedang pergi sebentar ke warung terdekat untuk membelikan beberapa snack yang di inginkannya.

Ketika sang ibu kembali ia malah menemukan anaknya tergeletak di tanah dengan bersimbah darah.

Cairan pekat merah itu mengalir dengan deras terlebih yang berasal dari kepalanya─tentu saja karena kepala anak itu pecah.

Nyawanya tak tertolong sehingga ibu itu harus kehilangan anak semata wayangnya.

Tak habis disitu saja, sang ibu pun menjadi stress berat, ia tak mempunyai keluarga dekat ataupun suami.

Anak satu-satunya yang dimilikinya itu merupakan hasil perzinaannya dengan mantan pacarnya.

Sesaat ketika keluarganya mengetahui bahwa perempuan itu hamil mereka langsung saja mengusirnya dari rumah.

Perempuan itu pun hidup sendiri dan membeli rumah yang tak jauh dari taman ini.

Dari ia mengandung, perempuan itu memang sering datang ke taman ini, makanya anaknya pun juga sangat suka mengunjungi taman ini.

Kehilangan anak satu-satunya itu membuat dirinya semakin hari semakin kehilangan kesadaran, bahkan orang-orang sekitar pun sering menyebutnya tidak waras─lebih tepatnya orang gila.

Entah akal dari mana ia dapatkan, di hari terakhir hidupnya ia membawa sebuah pisau dapur dari rumahnya dan pergi ke taman itu lalu duduk di ayunan yang menghilangkan nyawa anaknya itu.

Setelah menangis dan tertawa serta berteriak-teriak memanggil nama anaknya, ia pun segera menusukkan pisau tersebut beberapa kali ke tubuhnya tak lama perempuan itu pun akhirnya meninggal di tempat.

Begitulah kisah yang Minchan dengar dari warga sekitar.

Makanya tak ada yang berani mengunjungi taman itu dan penduduk sekitar terkadang sering mendengar suara teriakan anak kecil dan ibunya yang sedang asik bermain di taman ini.

Moment || Verivery ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang