Chapter 6

5.2K 718 92
                                    

"Aku pulang.." aku membuka pintu sambil terengah-engah karena berlari. Rasanya seperti ingin pingsan di tempat.

"Selamat datang.." Ucap Tsukishima menyambut ku.

"Abang yang lain mana?" Aku melepaskan sepatu dan kemudian menghampiri Tsukishima ke kamarnya.

"Katanya mau cari makan, tapi ngga tau.. belum pulang-pulang dari tadi.." aku mengangguk lalu duduk di tepi kasur miliknya dengan perasaan khawatir yang kembali terasa.

"Bang.." panggil ku lirih namun masih terdengar oleh nya.

"Hm?" Tsukishima melepaskan kacamata nya dan melirik ku sekilas.

"Bang.. gua.." aku mencoba membuka mulut, sedikit ragu untuk mengatakan nya.

"Kenapa?" Tsukishima memutar kursinya dan menghadap ke arah ku dengan tatapan nya yang serius sembari memakai kembali kacamatanya.

"Gua pacaran-" ucap ku dengan lirih.

"Ha?! Yang kencang dong!" Ucap Tsukishima mendekat ke arah ku, menyuruh ku untuk mempertegas.

"Gua pacaran sama kapten voli SMA Seijoh! Tapi itu bukan kemauan gua! Bahkan first kiss gua diambil dia!" Tegas ku membuat Tsukishima terkejut mendengarnya. Ungkapan yang seharusnya tak pernah keluar dari mulutku sekarang menggema di telinga nya.

"Biar gua bilang sama yang lain-"

"J-jangan bang.." aku menahan tangannya yang hendak berniat menelpon yang lainnya. Air mataku mulai berjatuhan, rasa cemas dan takut bercampur aduk.

Tsukishima menatapku kasihan, ia kembali meletakkan handphone nya dan menatap ku serius, "Terus lu nya gimana? Lu mau diem aja gitu?" Aku menggelengkan kepala namun disisi lain aku ragu untuk mengatakan nya.

Empat abang-ku memang melarang keras diriku untuk menjalin hubungan dengan cowo manapun. Bukan bermaksud mengekang dan melarang dekat dengan siapapun, tapi mereka seakan terjalin oleh sumpah sehingga mereka tidak mau diriku ternodai.

"..gua ga tau harus gimana.." Tsukishima menghela napas, bagaimana pun itu bukan salahku. "Udah cup.. gapapa bukan salah lu.." ujarnya sambil menghapus air mataku dan memeluk ku.

"Udah.. hindari aja, Toh lu juga beda tempat kan sama dia? Jalan pulang pun juga beda, setelah selesai kelas lu langsung aja ke halte, gua tunggu lu disana kayak biasa," Aku mengangguk paham lalu melepaskan pelukannya dan berjalan keluar kamar.

"Kami pulang!!!" Pintu terbuka, tiga abang-ku pulang dengan bawaan yang bisa dibilang melebihi batas. Terlihat dari tangan kanan-kiri Bokuto dan Kuroo yang penuh dengan belanjaan.

"Bokuto!! Bantuin napa njeng! Salah lu beli makanan sebanyak ini " pinta Kuroo sambil melempar sepatu nya ke sembarang arah.

"Tangan gua juga penuh cuk!" Umpat Bokuto kesal dan mengangkat belanjaannya. Akaashi hanya bisa menghela napas melihat nya.

"Buat persediaan! Lu ngga tau adek juga laper tiap malam!" Ucap Bokuto menunjuk ke arahku yang mematung di depan sana karena melihat perdebatan dua abang-ku.

"Lu kali yang makan tiap malam!" Bantah Kuroo menuduh Bokuto tepat sasaran.

"Dek..udah makan?" Tanya Akaashi memastikan karena hari sudah mulai menuju gelap. Sang mentari mulai menyembunyikan diri yang menjadi jam makan malam ku dan empat abang-ku.

"Udah..k-kok," jawabku sesekali terisak pelan. "Lu habis nangis?" Sahut kuroo mendengar isakan ku melihat ke arahku.

"Eh- ngga.. gua barusan jalan sama temen terus di tengah jalan.. ada angin yang bikin debu di pinggir jalan beterbangan, ya gitu deh.." jelasku berbohong dan mencari alasan.

"Begitu.. yaudah setelah ini mandi dan kemudian lanjutkan PR mu, mumpung ada Kuroo disini.." Akaashi berjalan ke arah dapur dan menyajikan sebagian makanan yang dibelinya nya, diikuti Kuroo dan Bokuto.

*-*-*-*

"Jadi? Mana yang lu ga bisa biar abang yang kerjakan!" Kuroo langsung menyahut buku PR ku dan membacanya sekilas lalu membawanya ke ruang tengah.

Kuroo menjentikkan jarinya, "Easy!" Serunya lalu membuka buku catatan ku yang ternyata tak jauh beda dengan Bokuto, kosong dan bersih tanpa ada coretan sedikit pun. Kuroo melirik ku tajam, adik nya yang seperti ini bisa ke kelas kaum cerdas? Pikirnya.

"I-itu..gua bisa jelaskan.." Ucapku mencari alasan walaupun percuma.

"Kenapa sih?" Sahut Bokuto ikut nimbrung di ruang tengah bersamaku dan Kuroo.

"Lu hebat, jaga kebersihan!" Puji Bokuto setelah melihat buku catatan ku yang kosong. Dia senang karena tidak hanya dirinya yang abnormal.

"Sini!" Aku duduk dipangkuan Bokuto sementara Kuroo mulai menerangkan bab Fisika dari awal hingga akhir namun hanya menghabiskan waktu yang singkat dan catatan yang tidak banyak.

Namun dibalik itu aku hanya mengiyakan tiap kali dia bertanya apakah diriku paham atau tidak.

Itu membuat ku bingung.

Bukan hanya aku yang kebingungan, tapi Bokuto sendiri juga ikut kebingungan bahkan kepalanya mulai mengeluarkan asap, kapasitas nya sudah melampaui batas.

"Lu paham dek?" Bisik Bokuto.

"Paham sih paham, cuma tulisan nya bang Kuroo ga bisa dibaca!" Ucap ku menunjuk pada tulisan Kuroo yang sukar untuk dibaca, bahkan untuk sekedar satu kata butuh dua menit untuk memproses nya.

"Lu belajar nulis kek, tulisan ga bisa dibaca!" Protes Bokuto blak-blakan, memotong penjelasan Kuroo.

Kuroo mengangkat sebelah alisnya dan memberikan buku catatan ku, "Gantiin gua nulis kalo gitu, gua dekte, lu yang nulis!" Bokuto menurunkan ku dari pangkuan nya dan mulai menulis. Walaupun Bokuto termasuk malas belajar, tapi catatan buatannya membuat ku insecure. Pasalnya tulisan nya cukup aesthetic dan mudah dibaca.

Penjelasan demi penjelasan bahkan dua jam tidak terasa sudah terlewati, otakku sudah benar-benar mencapai batas. Tangan Bokuto sudah kaku karena terlalu banyak menulis dan menghias. Namun Kuroo justru masih betah untuk menjelaskan.

"Oke sudah!" Aku langsung terbaring, melelahkan mendengar penjelasan Kuroo, begitu juga dengan Bokuto yang lelah menulis, tangannya memerah karena itu. Sedangkan Kuroo dengan kesenangan tersendiri karena bisa mengoceh tentang mapel yang dia sukai.

"Makan malam sudah siap!" Teriak Akaashi dari dapur sebagai penanda makan malam telah tiba. Aku dan Bokuto saling menatap lalu berlari ke dapur, mengambil tempat duduk.

Dan ya, aku kalah. Pilihan satu-satunya hanyalah duduk disamping abang-ku, Akaashi.

My 4 big brother {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang