Sharpaner

13 2 2
                                    

Angin bertiup menyapu dedaunan di luar ruang kelas kami, aku menahan kertas yang di senggol oleh angin. Ujian adalah suatu kebiasaan yang sering ada di sekolah. Yeah. Hari ini ujian akhir semester dilaksanakan. Aku menatap kertas ujian yang dihiasi gambar organ-organ manusia, dan ada pula gambar daun serta batang pohon. Biology adalah mata pelajaran yang harus kami para siswa hadapi di ujian akhir semester ini.

“ssutt…ssutt..” suara dari belakangku begitu berisik memasuki gendang telinga.

“tok..tok..” suara pena beradu dengan kursi yag aku duduki. Aku menengok ke-arah belakang.

“ada apa?” tanyaku pada perempuan yang mengetuk kursiku.

“gua boleh pinjam peruncing?” ucapnya. Aku mengangguk.

Tanganku membuka kotak pensil berwarna biru yang tertempel stikers exo boy grup korea selatan. Aku mengambil peruncing lalu memberikan kepada perempuan itu.
Aku kembali menatap kertas ujian yang ada di hadapanku, aku sudah sampai di soal nomor 40 dari 50 soal. aku suka biologi tapi tidak terlalu menyukainya, pelajaran ini gampang-gampang susah. Ada banyak gambar serta definisi yang harus di hafal.

“ehm, tok..tok” perempuan  dibelakangku mengetuk kursiku lagi. Aku menengok ke-arahnya. Ia menyodorkan peruncing yang di pinjamnya tadi. Aku menerimanya dan apa ini? Sebuah kertas tampak tersumpel di lubang peruncing. Aku menatap si pemberi peruncing itu, dia menggerakan bibirnya membentuk satu kata “tolong” dan tangannya di satukan seolah memohon. Dengan perlahan aku membuka kertas yang di sumpel itu. Mataku terkejut menatap goresan pena yang ada di dalamnya.
“tolong!!! 9, 11, 13,18, 20, 26, 29, 30, 42, 45, 47, 48, 49, 50”

Aku terdiam ada 14 soal yang dia mintai jawabannya. Apa yang harus aku lakukan?. Haruskah aku  memberi semua jawabannya?  Aku menyimpan kertas itu ke laci meja lalu melanjutkan soal yang belum aku selesaikan.

“tok..tok…” perempuan dibelakangku mengetuk kursiku lagi.
Aku membuka kertas yang ada di laci tadi aku mulai menggoreskan tinta di atasnya. Jawaban yang aku berikan hanya lima soal. aku melipat kertas itu dan memasukannya kembali ke lubang peruncing seperti semula lalu, memberikan kepadanya.

“ini chia” ucapku pada perempuan itu. Lalu membalikan badanku aku takut pengawas curiga dengan gerak gerikku.

“kok cuman lima?” suara chia berbisik. Sembari menyodorkan peruncing yang telah diambil kertasnya. 

“iya. Aku masih ragu untuk jawaban yang lain” jawabku.

Aku sudah menyelesaikan semua soal yang ada tapi, aku tidak mau memberikan semua jawaban yang di mintanya.  Aku kembali menatap lembar ujianku.

“ssutts” suara bisikan terdengar lagi, kali ini dari samping kiriku. Aku menengok.

“ada apa put” tanyaku pada putri yang berbisik.

“gua mau pinjem peruncing dong?” ucapnya. Aku mengangguk dan langsung memberikan peruncingku padanya.

“woy..” putri memanggilku. Aku menengok kembali. Ia menyodorkan peruncing yang dipinjamnya tadi. Lagi-lagi peruncing tidak memiliki lubang, kertas telah menyumpelnya.

“tolong gua ya please!” ucapnya.

Aku memalingkan wajahku lalu membuka kertas yang disumpel itu. Aku terpaku pada kertas yang baru saja kubuka.
“1, 2, 3, 5. 7, 10, 12, 13, 14, 15. 17, 19, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 31, 33, 34, 35, 36, 38, 41, 43, 44, 46. ”  
  
Ada 28 nomor soal yang di tulis, aku terpana dengan angka-angka yang terpampang itu. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku dimintai contekan sebanyak itu, setengah lebih dari jumlah soal yang ada. Apakah aku harus memberikan jawaban?

“woy mana” putri menoleh ke arahku.

“nanti ya!” jawabku.

Aku segera menggoreskan pena dikertas itu, dengan segera aku memberikannya kepada putri. “ini put” aku menyodorkan peruncing itu.

"Jangan ribut anak-anak” ucap pengawas yang mulai terusik dengan kebisingan kami.

“putri, kamu sedang apa?” Tanya pengawas yang curiga dengan putri.

“ini pak, pinjam peruncing” jawabnya sembari menunjukan peruncing yang sudah bersih dari sumpelan kertas.

“ssutt” putri memanggilku lagi. Aku menengok. Air mukanya terlihat berbeda ia tampak kesal kepadaku.

“kok cuman segini” ucapnya ketus. Aku memberikan 5 jawaban, jumlah yang sama dengan yang kuberikan kepada chia. Iyah aku tahu dia akan kesal aku hanya memberinya 5 sedang yang dia minta ada 28 nomor soal.

“pelit banget sih lo jadi orang” ucapnya agak marah. Aku memalingkan wajahku, aku tidak peduli dengan apa yang dia katakan. Aku kembali menatap kertas soal lalu mencocokan setiap jawaban serta memperhatikannya dengan teliti.

“anak-anak silahkan di kumpulkan” ucap pengawas.

Satu persatu dari kami mengumpulkan kertas soal dan jawaban ke depan. Aku merapikan alat tulis dan memasukannya ke dalam kotak pensil.

Kring..kring akhirnya suara bell menyambut kami. Pengawas keluar dari kelas. Aku memasukan kotak pensil serta papan ujian ke dalam tas. Tampak rizal dan rombongan datang masuk ke kelasku. Aku bersyukur tidak satu ruangan dengannya, namaku berada tepat di no urut 20 dan mendapat ruang 1,  dia yang memiliki nama dari abjad akhir  mendapat ruang lain termasuk vina. Aah sepi sekali tanpa dia.

“putri” rizal memanggilnya dengan ramah.

“yeah” jawab putri dengan nada kesal.

“what’s wrong baby?” Tanya rizal

“gua kesel, gua takut dapet nilai kecil pelajaran biologi ini” jelas putri sambil melirik ke arahku. Aku berdiri dan beranjak pergi.
***
Tak..tak… suara sepatuku bergesekan dengan lantai koridor kelas, sedangkan tanganku memegang tali tas gendong yang kupakai.

“duuaarr” suara vina mengagetkanku, aku menoleh ke-arahnya lalu memalingkan wajahku kembali kedepan.

“lo kok enggak kaget sih? Ucapnya kesal

“aku tahu kamu dari tadi ada dibelakangku” jawabku sambil tersenyum.

“aiih” ia memanyunkan bibirnya yang tipis.

“gimana ujian, asyik?” tanyaku, mengalihkan moodnya.

“wah, gua seneng banget, akhirnya ujian selesai” terpancar aura bahagia dari wajahnya.

“hmm aku boleh nanya sesuatu enggak?” vina berubah menjadi serius. Aku mengangguk. Vina bergeser berdiri tepat dihadapanku. Ia menatapku.

“elo ada masalah apa sama putri?” tanyanya

“nothing” jawabku

“seriously?” vina mendesakku. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku.

“yeah” jawabku, sembari melipir melanjutkan langkahku.

“hey…” vina menarik tanganku.

“what?” aku membalikan badan.

“kemarin waktu terakhir ujian, putri ngobrol dengan rizal and the geng, terus dia ngomongin lo” vina terlihat serius.

“terus?” timpalku

“dia bilang elo nyontek sama dia, dia bilang elo sok pinter, sok bisa dan pokonya dia ngejelek-jelekin elo” lanjutnya.

“owh I don’t care” jawabku

“please, dengerin gue dulu, gue belum selesai”

“okay” aku menatap vina dengan serius.

“kemaren kita buka buku absen buat nulis nama lengkap yang mau ikut lomba classmeeting, terus dia nunjuk nama elo dan bilang “ini nama paling kampungan yang ada di kelas ini””

Aku tersentak mendengar ucapan vina yang terakhir, aku tak peduli dia menyalahkan atau menjelekkan diriku tapi jangan namaku. Nama yang di beri oleh orang tuaku, nama yang diharapkan menjadi doa untukku. Aku tidak menerima apa yang dikatakannya. Aku terdiam.

“elo enggak apa-apa?” tanya vina, tangannya menyentuh bahuku.

“its okay” aku tersenyum.

Aku dan vina melanjutkan langkah dan memasuki kelas kami, anak kelasku menatapku dengan sinis. Wajar saja ucapan putri sudah menyebar dari mulut ke mulut. Aku yang tidak bersosialisasi dengan mereka, sama sekali tidak terganggu dengan keadaan ini. Aku duduk di kursiku. Rizal berjalan dan menghampiriku.

“woy sok pinter” ucapnya
Aku tidak menengok apalagi menatapnya, aku mengeluarkan novel dari tasku lalu membacanya.

“woy sok bisa” rizal menggertakku. Aku tetap diam.

Braak.. rizal menggebrak mejaku dengan tangannya. Aku menatapnya dengan sinis.

“elo tahu, gara-gara elo, pacar gua takut dapet nilai kecil, elo ngapain ganguin dia waktu lagi ngerjain soal huh?” ia melotot kepadaku. Aku memalingkan wajah dan menatap putri yang ada di kursi ujung paling belakang, aku tersenyum sinis kepadanya.

“jadi kamu mau apa?” ucapku santai pada rizal.

“OWH BISA NGOMONG JUGA YA  LO” lanjutnya

“why?” tanyaku

“gua kira elo bisu, asal lo tahu cuman elo yang masih ngomong aku kamu, DASAR KAMPUNGAN” lanjutnya. Aku terdiam, kata kampungan mendobrak pikiranku teringat apa yang sudah dikatakan putri.
Braak suara pintu terbuka.

“teman-teman kabar baik” ilham si ketua kelas datang mencairkan suasana.

“ada apa nih pak ketua” ucap teman-teman yang lain

“kelas kita ada yang dapet nilai biologi paling besar” ucap ilham

“siapa, siapa, siapa?” semua betanya-tanya

“gua hahaha” ilham tertawa, semua anak di kelas terdiam.

“aiih enggak lucu ya, okay gua enggak tahu tapi ini…” dia mengangkat kertas jawaban yang telah di koreksi .

“ kita bagi aja ya, semuanya duduk di tempat masing-masing biar gua kasih ke kalian satu-satu” lanjutnya

“wait” rizal menatapku dengan sinis. Lalu berlalu pergi.

Ilham berjalan menghampiri satu persatu dari kami.

“nih vin punya elo” ilham tersenyum manis.

“apaan sih” ucap vina yang risih. Aku tertawa melihat tingkahnya itu.

Ilham berdiri di depanku hanya tersisa kertas terakhir yang di pegangnya, ia menatapku, lalu menatap ke-arah kertas jawaban. Ia mengulanginya sampai tiga kali.

“whats” ucapku

“nothing, nih” ia memberikan kertas jawaban miliku. Baru saja aku mau mengambilya, rizal meraihnya merebut kertas itu dariku

“coba kita lihat berapa sih nilai hasil NYONTEK” ucapnya dengan keras. Aku menghela nafas dan diam membiarkannya melihat nilaiku.

“hmm,” ucapnya. aku mengambil kertas itu darinya.

“sini” ucapku dengan dingin, aku melihat kertas jawabanku.

“aihh ternyata kebalik, abisnya gambar soalnya burem sih” gumamku. Vina melirik-lirik kertas jawabanku.

“uwaah, elo cuman salah tiga” ucapnya keras.

Semua teman di kelas menatapku. “putri, do you want borrow my sharpaner” ucapku padanya
Aku menyeringai kepada rizal dan putri. Aku mendekatkan wajahku kepada putri dan berbisik ke telinganya.

“don’t disturb me, don’t say anything again, TRASH” aku berlalu pergi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang