Asrama Cahaya Batin, Jakarta
19 November 2019 pukul 19.00 WIBAnggi menyusuri dengan pasti koridor asramanya. Meraba railing tangga. Meraba tembok. Tiga tahun yang lalu dia masih tertatih-tatih, juga tersandung. Akan tetapi sekarang dia sudah hapal dan lebih percaya diri. Dia bahkan pernah hanya mengandalkan indera pada telapak kakinya dengan menyusuri ubin difabel di tengah koridor. Anggi bahkan menyapa kalau dia merasakan seseorang di dekatnya.
"Di depanku ini siapa?" tanya Anggi.
"Ini Astrid, Mbak Anggi. Bentar ini dah pintu masuk."
Astrid dapat merasakan perbedaan tekstur tembok dan pintu berlapis cat dengan jemarinya, menyusuri pintu yang terbuka, menyentuh logam dingin pada ranjangnya yang bertingkat. Di ranjang pertama itu, dia langsung masuk ke dalam menaiki kasurnya.
Ranjang Anggi ada di urutan ketiga dari ranjang dekat pintu. Sama seperti Astrid, dia menyusuri ranjang 1 dan ranjang 2 dengan ujung jemarinya. Sampai di ranjang ketiga, Anggi langsung berjongkok dan meronggoh tas di kolong tempat tidurnya dan mengeluarkan smartphone di dalamnya.
Saat itu dia sudah selesai makan bersama setelah selesai solat magrib berjamaah di musholla.
Malam itu tidak terasa sebagai malam yang biasa bagi Anggi karena dia akan menelpon sahabat lamanya. Perasaannya meluap-luap sekarang
"Galery ... Playstore ... Contact .."
Aplikasi talkback memberi instruksi saat Anggi meraba-raba permukaan smartphonenya. Benda itu dia dekatkan ke telinga."Whatsup. Ketuk dua kali untuk mengaktifkan. Mama. Ini nomer Rina. Ketuk 2 kali untuk menelpon."
Anggi menghembuskan nafas panjang, duduk bersila di depan ranjangnya.***
Virginia, United States
November 19th, 2019 07.00 am EST"Ini dia pancake-nya dah jadi." Mama Rina meletakkan pancake dengan maple syrup salah satu favorit Rina.
Mama Rina melihat sang anak tercinta sedari tadi memegang smartphone dengan tangan kirinya. Jemari di tangan kanannya bersiap mengetuk layar ponsel jika nanti bergetar, pertanda Anggi menelpon.
Kakinya dinaikan di atas kursi, bersila. Menumpu siku tangan kirinya."Can you put it down honey?" bisik mama Rina sambil membelai lembut rambut anak perempuan bungsunya itu. "Nanti mama bantu nyalain loud speaker-nya." Mama Rina menyentuh lembut tangan kanan Rina. "Ayo makan dulu."
"No Mom I can do it myself," tolak Rina dengan posisi tubuh yang sama.
Smartphone Rina tiba-tiba bergetar dan berbunyi. Senyum Rina langsung semringah. Tanpa ragu Rina langsung mengetuk layar ponsel 2 kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lights (OneShoot)
Teen FictionDua orang gadis tuna netra yang bertemu lagi setelah sekian lama. Sejak saat mereka berpisah di SLB pada usia kanak-kanak. Rina dibawa orangtuanya ke Virginia, Amerika Serikat. sedangkan Anggi tetap di Jakarta. Pertemuan ini adalah saat yang mengha...