11

22 2 0
                                    

Sebulan sudah umur pernikahan Satya dan Samara, mereka terlihat seperti hubungan sehat yang baik baik saja, Satya akan pergi ke kantor dan Samara akan pergi melakukan pemotretan dengan Ann. Semuanya berjalan lancar, tapi terlalu lancar menurut Satya.

Mereka kadang masih sedikit canggung, mungkin karena baru sebulan, begitulah pemikiran Satya, mereka kadang hanya bertemu saat malam hari tapi masih terasa baik-baik saja untuk Satya.

Hari ini Satya berada di ruangannya dan membaca berkas-berkas, perusahan ini adalah perusahaan yang sudah didirikan oleh keluarganya, perusahan yang bergerak di bidang Real estate, dan Satya menjabat sebagai kepala strategi dan perencanan.

Satya menoleh ketika mendengar suara ketukan pintu, setelah mengucapkan silahkan masuk, Satya melihat sekretatisnya berjalan pelan menuju mejanya.

Sekretarisnya bernama Amar, ia sengaja memilih sekretaris yang laki-laki karena akan lebih membuatnya nyaman.

Amar masuk dan menyerahkan sebuah undangan di atas meja Satya, Satya mengambil undangan itu lalu membacanya, ia juga berterima kasih kepada Amar dan Amar langsung keluar dari ruangannya.

Undangan itu berwarna hitam, beraksen tulisan berwarna silver, Satya kemudian membukanya dan membacanya. Ternyata itu adalah pesta, Satya tak tau bahwa akan dikirimi undangan seperti ini, tapi Satya sepertinya akan datang karena ini adalah pesta ulang tahun relasi perusahaan, ia jarang mau menghadiri pertemuan pertemuan seperti ini sebelumnya karena Devina ataupun Surya yang akan menghadiri pesta seperti ini.

....

Hari ini Samara sudah melakukan pemotretan untuk iklan sebanyak dua kali, rasanya melelahkan sekali berada di depan lampu-lampu putih yang semakin lama semakin panas.

Ann sedang pergi membelikannya ice latte karena ia memang selalu meminum itu ketika selesai pemotretan. Tidak lama kemudian Ann datang membawa ice latte dan memberikannya kepada Samara.

"Gimana hubungan kamu sama Satya?" Tanya Ann menatap Samara yang sedang meminum ice lattenya

"Baik, kami hampir gak pernah bertengkar" Jawab Samara jujur

"Kamu taukan sesuatu yang terus berjalan baik itu bakal jadi gak baik." Ann mengingatkan Samara dengan serius

"Mungkin karena ini baru sebulan"

.....

Satya pulang dari kantor pukul lima, dan ia sampai di apartemennya jam enam kurang lima belas menit, ia masuk dan menemukan Samara sedang memasak, sepertinya hari ini pekarjaan perempuan itu cepat selesai.

Samara memang biasanya akan memasak ketika ia selesai bekerja dengan cepat, jika tidak, akan ada bibi yang datang dan membersihkan apartemen itu dan memasak.

Dan sepertinya Samara sudah pulang beberapa jam yang lalu karena makanan yang ia buat akan segera selesai.

"Hai, kamu mandi aja dulu, trus kita makan malam oke," kata Samara melihat Satya pulang. Satya hanya mengangguk dan berjalan menuju kamar.

Hari ini Samara memasak sup ayam dan perkedel kentang, ada ikan juga. Samara memang sering belajar memasak akhir-akhir ini karena sebelumnya ia hanya bisa memasak beberapa jenis makanan saja.

Satya selesai mandi dan menyusul Samara dan duduk di meja makan.

"Kamu gak capek?, kita bisa bayar asisten rumah tangga penuh waktu kalau kamu mau" Satya bertanya karena takut Samara jatuh sakit.

"Its okay Satya, ini menyenangkan," Jawab Samara sambil menyendokkan nasi ke atas piring Satya

"Aku selalu penasaran kenapa kamu bisa pintar masak, I mean kamu gak keliatan seperti perempuan yang suka di dapur." Tanya Satya karena memang penasaran. Bagaimana Samara bisa pintar memasak.

"Aku selalu mikir kalo masak adalah kemampuan basic yang harus semua orang bisa, dan mama selalu ngajarin aku cara masak dan ngurus rumah. Katanya biar gak malu-maluin dia pas nanti aku udah nikah."

"I see."

"so how was your day?"

Selama sebulan belakangan Samara selalu menanyakan ini, Satya selalu merasa bahwa ia di perhatikan karena perempuan itu selalu menanyakan bagaimana harinya berjalan dan mereka akan memghabiskan waktu mendengar cerita Satya yang akan dilanjutkan oleh Samara. Samara adalah pendengar yang sangat baik.

Setelah selesai makan, Samara mengangkat piring kotor dan menaruhnya di wastafel, ia tadinya berencana untuk membersihkan piring kotor itu tapi Satya menarik tanganya.

"Aku aja, kamu bisa istirahat di sofa." Samara tadinya akan menolak tapi Satya langsung merebut spons cucian yang di pegang Samara.

"Thank you." Samara kemudian duduk di kursi sambil menonton Satya mencuci piring.

punggung Satya rasanya memanas karena ia tahu bahwa Samara memperhatikannya.

"Mara, kamu pergi kekamar saja, aku gugup diliatin kamu,"

Samara hanya tertawa mendengar Satya yang berkata jujur tapi tetap tak mau beranjak dari tempat duduknya, tapi terdengar bel berbunyi dan Samara langsung berjalan dan membukakan pintu.

"Semi sayang, apa kabar?" Ternyata itu adalah Devina, mertuanya yang langsung memeluknya ketika ia membuka pintu

"Baik mi, mami gimana?" Samara mengambil tas yang dibawa oleh Devina dan membawanya masuk.

"Mama kok malam-malam kesini?" Satya yang sudah selesai mencuci piring bertanya melihat kemunculan mamanya.

"Mama bawain makanan, kalian udah makan?"

"Udah,"

"Duh maaf deh ganggu kalian, makanannya disimpan di kulkas aja ya"

Setelah itu mereka bertiga duduk di sofa, Satya duduk di samping Samara menunggu mamanya berbicara.

"Semi, kamu gak capek? Kerja sambil ngurus rumah pasti melelahkan."

"Nggak kok ma"

"Kamu gak mau berhenti jadi model?, lagi pula gaji Satya cukup buat hidupin kamu."

"Ma" ucap Satya berusaha menghentikan pembicaraan ini, karena sudah pasti akan menuju agar Samara berhenti menjadi model.

"Okay, mama pulang aja ya, lagian kayaknya kalian mau istirahat"

"Mama mau aku anterin?"

"Mama sama sopir sayang,"

Lalu Satya dan Samara mengantarkan Devina sampai depan pintu, ketika Devina perlahan menghilang Satya masuk dan menutup pintu.

Samara masuk ke dalam kamar dan naik ke tempat tidur, Satya menyusulnya naik dan duduk di sampingnya.

"Maafin mama, dia cuman khawatir sama kamu," ucap Satya menatap Samara yang hanya melihat kearah selimut yang ia pakai.

"Aku tau, aku udah tau kalau ini bakalan terjadi ketika aku menikah," Samara masih tetap menatap kearah selimut berwarna abu-abu itu. "Aku cuman benci gak ngelakuin apa-apa, karena rasa kesepian akan datang, dan aku benci kesepian" ungkap Samara.

"Its okay, kamu selalu punya aku." Satya memeluk Samara dan Samara tak menolaknya.

Sangat bisa dipahami kenapa Samara merasa seperti itu, ia adalah anak tunggal, jadi ia tak memiliki saudara dan tumbuh sendirian, Satya mengelus kepala Samara berusaha memberitahu perempuan itu bahwa dia bisa mengandalkan Satya.

"Kamu tidur ya," Satya melepas pelukannya dan melihat Samara mengangguk dan merebahkan kepalanya.

"Good night!" Ucap Satya lalu mencium kening Samara, Satya sempat melihat perempuan itu sedikit tersentak tapi Satya langsung mematikan lampu kamar.

SamaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang