prolog

93 19 6
                                    


Siap ngga siap kamu harus siap ya nak. Terima kenyataan, jalani hidup kamu sebagai mana mestinya, kamu harus kuat walau semua orang menentang kamu.

***

Gempita segera berlari ke kamar adiknya ketika mendengar keributan yang terjadi di ruang tengah rumah. Perempuan itu segera menutup pintu kamar lalu menghampiri adiknya yang tengah duduk di lantai sambil memeluk kedua kakinya.

Cahya menangis di pojokan sesekali kedua telinganya ditutup. sepasang manusia tengah adu cekcok. Tak ada yang mau mengalah, mereka tetap pada pendirian masing-masing.

Gempita menghampiri Cahya. "Cahya gak papa?" tanya Gempita sambil memeluk adiknya.

Dalam keluarganya, Gempita adalah anak kedua, dan Cahya anak ketiga. Kedua orang tuanya memang tak pernah akur, walau bukan kejadian yang asing tapi tiap kali mereka bertengkar pasti Gempita selalu takut akan Adiknya. Bila pertengkaran itu terjadi dan Gempita sedang tidak ada di rumah lalu bagaimana dengan Adiknya yang masih kecil?

"Ka Pita, Cahya takut," suara Cahya terdengar kecil, dia teringsak.

Gempita mengusap kepala Cahya. "Ada Kaka sekarang, Abang gak ada di rumah?" Gempita bertanya. Masih ada satu anak laki-laki yang sepatutnya menjaga kedua Adiknya, tetapi ini hilang entah ke mana, dia tidak pernah pulang sekalinya pulang hanya untuk meminta uang. Germilang namanya. Usianya sudah 25tahun.

"Cahya tenang yah, ada Ka Pita. Semua bakal baik-baik aja."

Lagi-lagi Gempita berusaha menyakinkan Adiknya. Berkata semua akan baik-baik saja, padahal Gempita sendiri pun merasa takut tapi jika dia takut lalu siapa yang menenangkan Adiknya?

Dari arah ruang tamu terdengar suara bantingan pintu. Gempita memejamkan matanya mendengar itu sedangkan Cahya berteriak histeris. Bantingan itu terdengar dua kali.

Gempita berdiri lalu berkata pada Adiknya. "Kaka ke ruang tamu dulu, mungkin Papa udah pergi. Cahya tunggu di sini." Setelah itu Gempita pergi meninggalkan Adiknya.

Perlahan Gempita berjalan menuju ruang tamu. Gempita menghela napas saat ia melihat sekeliling ruang tamu. Banyak sekali benda berserakan dimana-mana. Gempita sedikit berlari kecil menghampiri Mama yang tengah terduduk lemas di lantai rumah.

Mama menangis. melihat Mama seperti itu Gempita langsung memeluk. "lagi? Dia minta uang sama Mama?" tanya Gempita pelan-pelan.

Mama, Indah mengangguk.

"Terus Mama kasih?" Indah kali ini sedikit tenang. tangisannya mulai reda. Gempita melepaskan pelukan itu.

"Awalnya nggak Mama kasih tapi Papa kamu lempar barang, Mama marahin terus Papa malah balik marah-marah sampe lempar barang kemana-mana sebelum Mama kasih uang dia gak bakal berhenti, Pita." Cerita Indah pada Gempita lalu detik berikutnya dia kembali menangis.

"Maapin Mama, harusnya uang itu buat bayar SPP kamu bulan ini." Lanjutnya.

Gempita mengusap pundak Mamanya. "Udah gak papa nanti Pita cari solusinya." Hati Pita seolah di tusuk-tusuk oleh pisau. Sakit rasanya melihat Adiknya yang ketakutan, melihat Mamanya yang seperti budak, dan pula harus memikirkan uang SPP yang harus dibayar besok hari.

Lagi-lagi jika tidak Pita lalu siapa yang menguatkan?

"Sebentar." Gempita pamit pergi, dia kini berjalan ke dapur untuk mengambil minum. Tak butuh waktu lama Gempita pun memberikan segelas air untuk Indah.

"Minum dulu supaya baikan."

"Cahya ke mana?" tanya Indah setelah meneguk air di gelas itu sampai habis.

GENTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang