"Kau punya anak?" Mean menatap Plan.
"Uhm," guman Plan sambil tersenyum.
"Tapi tak menikah?" Mean memastikan.
"Uhm," gumam Plan lagi. Ia tersenyum. Mean mengernyitkan alisnya.
"Berapa usianya sekarang?" Mean penasaran.
"Lima tahun," jawab Plan sambil masih tersenyum.
"Lima tahun!" Mean terhenyak.
"Uhm," gumam Plan lagi. Ia menyenderkan kepalanya ke tembok dan kemudian memejamkan matanya.
"Plan, siapa ayahnya?" tanya Mean tak bisa lagi menahan dirinya. Plan tak menjawab. Matanya memejam. Mean kemudian pindah ke sebelahnya dan ini membuat Plan bangun.
"Ah, maaf, kau bicara denganku tentang apa, tadi?" tanya Plan sambil membuka matanya.
"Tidak apa-apa. Jangan pikirkan. Kau mengantuk. Tidur saja," jawab Mean.
"Uhm, baiklah. Sepuluh menit saja, na," gumam Plan. Mean hanya tersenyum. Plan kembali memejamkan matanya. Kepalanya menyender kembali ke tembok.
Mean melihat ini dan ia memperbaiki posisi kepala Plan dan akhirnya kepalanya itu beristirahat pada bahu Mean. Mean tersenyum. Ia mengambil hp dari tangan Plan dan menatap foto yang menjadi latar belakang layar, seorang anak kecil yang wajahnya sangat mirip dengannya dan kalung yang dipakainya adalah kalung pemberian darinya.
Iseng, Mean mengotak-atik kode pembuka Hpnya dan saat ia memasukkan tanggal, bulan, dan tahun jadian mereka, ini berhasil. Mean terhenyak. Plan tak pernah melupakannya. Dengan cepat, ia melihat-lihat ke dalam Hp dan dalam galeri foto ia menemukam sebuah folder dengan nama "Our Mean and I" dan didalamnya adalah semua foto anak kecil itu. Beberapa bahkan menyandingkan foto dirinya dengan foto anak kecil itu dan keduanya memang sangat mirip. Jika benar, artinya, anak kecil itu anak dia dan Plan.
Mean menyimpan HP Plan di sebelahnya lalu menatap ke arah Plan yang tengah memejam. Tangannya menjulur membelai kepalanya dan ini membuat Plan bangun.
"Maafkan aku! Kurasa sepuluh menitku sudah habis," sahut Plan sambil membuka matanya dan ia kaget sebab kepalanya tengah beristirahat nyaman di bahu Mean. Plan mengangkatnya.
"Maaf, Mean!" sahut Plan lagi.
Ia memperbaiki posisinya dan merapikan rambutnya. Ia tengah mengumpulkan kesadarannya saat Mean mencium bibirnya dan membuat dia menganga.
Mean meneruskan aksinya dan Plan kaget. Ia melotot dan menepuk-nepuk bahu Mean pelan. Tak lama kemudian, Mean melepaskan ciumannya dan memandangnya.
"Kau kenapa?" Plan menundukkan kepalanya. Mean tersenyum. Ini keadaan yang sama saat mereka melakukannya untuk pertama kalinya dulu setelah mereka berpacaran. Mereka melakukannya di rumah danau.
Mean sengaja membawanya ke sana. Mereka berduaan tanpa gangguan. Ia mengingat semuanya dengan baik sebab Plan melakukan hal yang sama saat Mean menciumnya dengan agresif, menundukkan kepalanya dengan wajah memerah.
Mean tersenyum. Ia mengangkat kepala Plan dan tanpa banyak bicara ia mendekatkan wajahnya lagi dan mencium bibir Plan. Plan menutup matanya. Ia menyambut ciuman itu dan mereka berciuman lama.
Perlahan ciuman itu berangsur intens dan kedua tangan mereka telah dengan mudah saling membantu melepaskan pakaian masing-masing dan kini Mean sudah berada di atas Plan, memasukkan naganya ke dalam nona Plan dan membuat Plan mendesah indah di telinganya.
"Aaah, Meaaan, aaaah, nnnngh, aaah," desah Plan.
"Uuuungh, aaah, hmmmm, sssh, Plaaan," rintih Mean.
Keduanya bergoyang bersamaan, berlomba desahan dan lenguhan dan sesekali diselingi dengan bibir mereka yang bertautan dan kemudian mereka melenguh lagi panjang.
"Aaaah, Meaaaan, sudah, nnngh, aku hampir keluar," desah Plan lagi.
"Uuuungh, oooo, Plaaan," desah Mean.
Tak lama kemudian, tubuh Plan menegang dan ia melenguh panjang.
"Aaaah, hmmmmm, Meaaaan, aaah," desah Plan dan ia kemudian memejam dan Mean paham maksudnya. Ia mendorong naganya lebih dalam dan menggenjot Plan lebih kencang dan tak lama kemudian Mean juga melenguh panjang.
"Oooo, Plaaaan, enaaak sekaliiii," bisik Mean sambil memejam dan Plan merasakan sesuatu membasahi lubangnya. Ia hanya diam. Keduanya bertatapan lalu tergelak.
"Bodoh! Selalu saja tidak pakai kondom," desah Plan sambil memalingkan wajahnya.
"Maaf," desah Mean.
Keduanya merapikan diri dan kemudian pulang ke penginapan. Mereka melakukannya lagi malam itu dan menghabiskan sisa waktu mereka bersama san bergelung dalam selimut. Mereka kemudian berpisah setelah badai itu berlalu.
Mereka sudah paham bahwa apapun yang terjadi di Finlandia, akan tetap di sana selamanya.
Tujuh bulan kemudian, Mean bertugas ke Chiang Mai. Ia tahu bahwa Plan tinggal di sana sekarang dan ia pikir akan berkunjung ke tempat kerjanya meskipun hanya sebentar.
Mean pergi ke kantor Plan. Ketika di Finlandia, ia berbicara di mana ia bekerja dan ia tahu pula di mana rumahnya. Sayangnya, hari itu hari libur Plan dan Mean tak berhasil menemui dirinya.
Mean tak putus asa. Ia mendatangi rumahnya dan ibunya bilang bahwa Plan tengah ke kuil dengan anaknya. Mean menyusulnya ke sana. Ia berjalan menuju kuil dan melihat Plan tengah memunggungi dirinya, menatap seorang anak kecil yang bermain dengan riangnya.
"Plan," panggil Mean.
Plan menoleh. Dan Mean membelalakkan matanya. Perutnya besar.
"Astagaa! Apa ini?" Meam menggaruk kepalanya. Ia sudah tahu.
"Oleh-oleh dari Finlandia, na!" ujar Plan sambil mengerling.
Mean tersenyum. Ia memeluk Plan dan kemudian mencium pucuk kepalanya.
"Aku sangat merindukanmu," bisik Mean.
"Uhm," gumam Plan.
"Tee, ayo pulang. Pho datang," sahut Mean dengan suara yang keras. Tee yang tak sadar menatap ke arah Mean dan wajahnya sumringah. Ia berlari ke arah Mean sambil berteriak.
"Phoo!"
Mean membuka tangannya dan ia langsung menggendong Tee dan mereka pulang.
"Aku sudah resmi bercerai," sahut Mean sambil berjalan ke arah mobil. Ia menggendong Tee dan menuntun Plan.
"Uhm," gumam Plan.
"Kembali kepadaku, na!" ujar Mean.
"Uhm," gumam Plan lagi.
Mereka saling memandang dan tersenyum dan Mean dengan cepat membenamkan sebuah ciuman di kening Plan.
Tamat