DLUT~10

178 70 16
                                    

Sesampainya Kenta di dalam panti, ia langsung menaiki tangga menuju lantai 2. Berjalan lesu ke arah kamarnya. Badannya lelah sekali, ia ingin segera melanjutkan tidurnya tadi yang masih belum puas.

Pintu kamar dibukannya. Terlihat Nadarka yang tertidur lelap di meja belajar. Hal yang aneh sih sebenarnya. Karena jarang sekali ia melihat Darka berada di panti saat jam seperti ini. Kalau tidak sedang sakit, Darka pasti akan selalu pulang larut. Entah apa yang dikerjakannya di luaran sana. Hanggara dan Reynandra juga sama. Sama-sama selalu sibuk.

Karena tidak ingin sampai membangunkan Darka, Kenta berjalan pelan tanpa menimbulkan suara. Ia merebahkan tubuhnnya ke kasur empuknya. Memejamkan matanya ingin menyambut alam mimpi, tapi matanya tak kunjung bisa terlelap dengan benar. Kenta mendudukkan tubuhnya. Bersandar ke sandaran kasurnya.

Satu yang membuatnya tak kunjung terlelap adalah sekelebat ingatan yang masuk ke mimpinya waktu ia tidur di mobil Shenrha tadi. Di mimpinya itu, yang dia ingat hanya dirinya yang berada di sebuah ruangan gelap. Detail nya dia tak tahu di mana ruangan itu. Tapi yang pasti di mimpinya itu ia merasakan seperti ketakutan?
Ah, entah.

Atau juga kesepian? Rasanya itu tak asing. Jika benar itu adalah sebagian dari ingatannya, apakah semenyedihkan itukah dirinya?
Ah, kenapa harus ingatan tak jelas yang menghampiri dirinya? Ia butuh kepastian tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Kenta lelah hidup tanpa jati diri seperti ini. Kapan ia akan mengingat semua masa lalunya?

”Ken ....” Lamunan Kenta buyar, fokusnya kini pada Nadarka yang baru saja terbangun.

”Hmm ... Kenapa?” tanya Kenta sambil membenarkan posisi sandarannya. Sakit di kepalanya masih betah bersarang. Tapi dia berusaha terlihat baik-baik saja karena tak ingin membuat Darka khawatir. Ya walau belum tentu Darka mau mengkhawatirkannya sih.

”Si dua curut masih belum balik?”

”Belum. Kenapa? Butuh sesuatu?”

”Nggak. Cuma tanya, Lo nggak mandi?”

”Nanti aja. Masih keringetan gue.” Kenta menatap Darka yang juga sedang menatapnya. ”Lo udah baikan atau belum?” lanjutnya

”Udah.” jawab Darka singkat. Kenta menganggukkan kepalanya mengerti.

Hening cukup lama di dalam kamar itu. Tiba-tiba Darka beranjak meninggalkan meja belajarnya,ia berjalan malas menuju kamar mandi. Sedangakan Kenta, merasa matanya semakin lengket dia memutuskan merebahkan badanya bersiap tidur dan menyelami mimpinya. Siapa tahu ingatan masa lalunya ada yang menyangkut di mimpinya.
Ya, semoga.

°°°

Silau lampulah yang pertama kali di lihatnya saat membuka mata. Pandangannya mengedar menelusuri keseluruhan kamar. Sepi, tak terlihat satupun penghuni kamar lainnya. Ringisan terdengar dari mulutnya saat ia berusaha mendudukkan tubuhnya.

Bukannya segar, setelah bangun tidur tunuhnya malah semakin di remuk redamkan. Lemas sekali. Sakit di kepalanya tak kunjung menghilang. Tapi tidak sesakit tadi.

PLUK

Sesuatu jatuh di pangkuannya. Tenyata handuk kecil yang biasanya di gunakan untuk mengompres. Siapa yang mengompresnya?
Ingin memanggil seseorang, berteriak pun tak sanggup. Tenggorokannya terasa sangat kering, ia butuh seteguk air untuk membasahi kerongkongannya. Kenta dengan pelan berdiri. uhh, badanya bagai tak bertulang. Karena tak sanggup menyangga tubuhnya, jatuh ke lantai pun tak terelakkan lagi.

”Aihh, sakit sialan,” umpatnya.

CKLEK ....

Dari Luka Untuk Tawa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang