9. Satu hari bersama Arash

154 30 3
                                    

"Ra.." rengek Laras.

Karena sudah menyebar hoax, aku sedikit marah. Laras tahu kalau teman- teman sekelas kita adalah para pemburu berita hoax sekaligus para pembuat berita hoax. Senang sekali membahas berita yang belum jelas kebenarannya. Sengaja aku diamkan Laras. Tapi sedari tadi ia tak hentinya merengek.

"Maafin gue, Ra. Hmm ya, gue traktir seblak deh. Mau kan? Pasti mau dong. Ah, ya kali lo gak ngiler sama seblak." Sial, Laras sangat tahu kelemahan ku, bangs*t sekali teman ku satu ini. Menggoda iman, padahal sedang bersusah payah untuk terlihat marah.

"Gak usah ngumpet-ngumpet, Ra. Gue tahu lo ngeces. Ah elah, seblak ceker sayur enak, Ra. Tambahin sosis sama bakso makin-makin enaknya, Ra. Apalagi minumnya capcin." Oh shit, gengsi sekali kalau iya diterima.

Drrttt

Belum sempat menjawab tawaran Laras, ponselku bergetar. Nama Arash terpampang di layar ponsel. Aku menggeser ikon berwarna hijau itu.

"Iya Arash, kenapa?"

"Kakak masih di kampus?"

"Masih."

"Arash di depan kampus kakak, ke sini ya kak!"

Karena posisi sedang di lobby, aku melirik ke arah luar. Apa iya anak itu ada di depan?

Sambungan sudah dimatikan. Aku pergi ke depan untuk memastikan Arash benar ada di sana atau tidak.

"Mau kemana? Tungguin gue ikut." Laras mengekoriku dari belakang.

Mataku menangkap sosok yang paling dikenal, dengan mata coklatnya yang sangat indah. Pemuda tanggung itu duduk di atas motornya dengan celana selutut dan kaos putih bertuliskan namanya.

"Kakak kira kamu bohong." Aku tersenyum menatap remaja tampan di depanku ini. 

"Mana berani adekmu ini bohong, kak."

"Iya-iya. Arash mau apa kesini? Gak sekolah?" tanyaku.

"Arash udah pulang sekolah dari jam setengah dua belas. Kakak kuliahnya udah, kan?" balasku dengan anggukan, "kalau gitu, pergi sama Arash yuk," ajak Arash.

"Kemana?"

"Kemana-mana hati kakak senang." Aku tampak berpikir, sepertinya tidak ada salahnya ikut dengan Arash. Tapi, bagaimana dengan seblak yang Laras tawarkan?

"Ayo kalau gitu." Aku melirik Laras yang berdiri di belakangku. "gue ikut Arash, seblaknya jadi tapi besok aja. Sama capcin ya."

"Eh, gue nawarinnya sekarang ya," ucap Laras tak terima.

"Ya udah, gue marahnya juga sampai besok kok sama lo." Aku menepuk pundak Arash, memberi kode agar bisa berangkat sekarang.

"Sabar banget gue punya temen kayak lo, Ra. Kalau dikata gue gak sayang temen mah, udah bodo amat lah." Tak aku perdulikan ucapan Laras. Ya, setidaknya Laras bisa belajar sabar, alhamdulilah dapat pahala, kan. Alhamdulillah juga bisa manfaat buat temen wkwk.

***

"Arash, kenapa ajak kak Haura ke sini? Kamu gak capek bawa motor sejauh ini?" tanyaku bingung, ini adalah tempat wisata yang letaknya cukup jauh dari perkotaan.

"Enggak kak. Itu kakak baik-baik aja, kan?" kata Arash menunjuk area belakang.

"Eh, ini anak ya."

"Bercanda, kak. Arash takut pantat kakak panas, karena Arash ajak ke tempat jauh."

"Gak sekalian bablas aja ke Purwakarta? Biar sekalian jauh mainnya," usulku.

"Oh, kakak mau kesana? Ayo aja Arash mah, kan kata Arash juga kemana-mana hati kakak senang."

Anak Kecil Ngomongin Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang