"Makin hari makin butek aja keadaan rumah ini," keluh Shasha membuat Esa di sampingnya menoleh segera.
Mereka sedang sarapan di ruang tamu setelah memanaskan makanan yang dibawakan oleh orang tua Calvin semalam.
"Ya dua-duanya sama-sama nggak mau bersikap dewasa," balas Esa di sisi kiri Shasha.
Shasha mendengkus keras meletakkan sendoknya di atas piring. "Gue kesel banget rasa kekeluargaan kita dirusak sama satu orang luar cuma gara-gara cemburu buta. Heran gue, pacarnya Haris sebenernya punya otak nggak sih? Tiap cemburu selalu segitunya."
Keadaan rumah memang belum kembali seperti semula. Semua ini terasa sangat menyebalkan bagi mereka semua. Nina sering berangkat lebih awal demi menghindari interaksi dengan siapapun, sedangkan Haris lebih memilih pulang malam agar tidak bertemu dengan yang lain. Hubungan mereka semakin parah setiap harinya.
Entah mengapa permasalahan ini jadi semakin berlarut-larut.
"Kalau soal itu gue juga nggak bisa paham," balas Esa menanggapi perkataan Shasha.
"Kayak anak SMA tau nggak, ngelabrak orang cuma karena cowok." Shasha menggelengkan kepalanya tak bisa mengerti.
"Tapi biasanya orang yang seposesif itu bisa jadi pernah dikhianatin sebelumnya."
"Tetep aja, kalau mau ngelabrak harus paham dulu keadaannya. Sonya tuh kalau ngelabrak nggak pernah nyari tau apa masalahnya dulu." Shasha meraih gelas merah muda di meja lalu meneguk isinya sampai habis. "Cewek di rumah ini yang nggak pernah berkonflik sama Sonya siapa aja sih? Nggak ada kan."
"Prima," jawab Esa singkat.
Benar juga. Prima satu-satunya orang yang tidak pernah bertengkar dengan Sonya hanya karena Haris. Dua perempuan itu hanya pernah bertengkar kecil pasca tabrakan mobil beberapa waktu lalu.
"Cuma Prima," kata Shasha menganggukkan kepalanya. "Artinya semua cewek di rumah ini udah pernah kena labrak sama itu cewek. Kalau inget pas gue dilabrak dulu, rasanya pengin gue botakin itu orang. Heran banget gue kenapa Haris bisa kuat sama cewek itu."
"Udah terlanjur bucin kali," ujar Esa sambil memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. "Gue duluan. Lo ada kelas jam berapa?"
"Sekarang."
"Bareng gue aja kalau gitu."
"Oke deh, tunggu bentar."
Shasha segera menghabiskan sarapannya dan mencuci piring bekas makan. Gadis itu meraih tasnya di sofa kemudian berjalan membuntuti Esa yang sudah duluan.
Mika, Prima, dan Haris juga sudah siap pergi ke kampus kini sedang memakai sepatu di teras.
"Mas Rino kok belum kelihatan, Mbak?" tanya Mika pada Shasha.
Shasha mengendikkan bahunya. "Emang gue emaknya? Bisa-bisanya nanya ke gue."
"Felix juga nggak keluar-keluar. Curiga nih gue, jangan-jangan tuh bocah masih molor," ujar Prima mengeluarkan ponsel ingin menelepon Felix.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Housemates
Fiksi RemajaRumah itu bukan rumah biasa. Tersimpan banyak kisah dari para penghuninya. Disclaimer : semuanya hanya fiksi yang tidak ada hubungannya dengan realita sama sekali. Started : 10 Oktober 2020 End : 14 Januari 2021