25| Seriously?

158 28 6
                                    

Jika hatimu masih kosong, sini! Biar aku bantu isiin dengan tinta cintaku. Siapa tau bisa plong, kamunya tertarik, lalu kita ngelukis cerita bersama. Gimana deal?
-Faris Haryaka Rafa
________

So have fun reader❤️
______________________

"Ngapain lo nyuruh gue buat nemuin lo disini?"  Tanya Faris yang sudah membelakangi Thafa yang kini sedang duduk di bangku taman sekolah.

Thafa tersenyum tipis melihat Faris yang mau menemuinya.

"Makasih ya Faris. Lo udah mau nemuin gue disini." Ujar Thafa, berdiri menghampiri Faris.

"Gak usah basa-basi, to the point aja! Gue ada urusan." Ketus Faris yang membuat Thafa menelan Saliva nya.

"Ngg, ngg.. Gue cuman mau ngejelasin semua masal-"

"Gak ada yang perlu di jelasin." Balas Faris memotong ucapan Thafa. "Gak ada yang harus dijelasin, Gue yang salah. Gue yang salah udah suka dan jatuh cinta sama orang kaya dan berada." Sangkasnya, membuat Thafa yang masih setia dibelakang Faris tertegun.

"Tapi waktu itu gue gak ada niatan buat ngomong seperti itu." Tampiknya.

Faris berdehem. "Yaudah kalo gak ada hal penting yang perlu dibicarakan, gue cabut dulu." Gumamnya melangkah pergi.

Thafa yang melihat Faris meninggalkannya sedikit sedih, dan mencoba untuk mengejar Faris.

"Faris? Tunggu dulu! Gue belum selesai ngomong."

Ia terus-terusan memanggil dan mengejar Faris, namun sayang, postur kaki yang berbeda membuat jarak langkah mereka semakin berjarak.

"Faris!!"

Karena tak melihat jalan, Thafa yang serius mengejar Faris, akhirnya terjatuh. Karena kakinya menubruk batu di hadapannya. Yang membuatnya berjongkok dan meringis kesakitan. Bertepatan saat itu, awan yang mulanya mendung akhirnya menurunkan hujan.

"FARIS! AKU MAU NERIMA DAN MENCOBA UNTUK MENCINTAI KAMU. TAPI PLEASE MAAFIN AKU! AKU GAK BISA TERUS-TERUSAN HIDUP DENGAN PERASAAN BERSALAH." Teriaknya di tengah derasnya hujan. Air matanya kini bercampur dengan derasnya air hujan yang mengguyur tubuhnya.

"Tapi please maafin aku." Ujarnya menunduk, sembari mengeluarkan air mata.

Seseorang dari balik pohon tak kuasa melihat keadaan Thafa saat ini. Ingin rasanya Ia menemui Thafa, namun tidak bisa.

Thafa menangis tersedu-sedu, dan tak menyadari sebuah tangan tersodor di hadapannya. Seketika Ia mendongak, dan terkejut melihat siapa orang itu?

"Fa-Faris?" Gugupnya.

"Ayo berdiri!"

Tanpa mendengarkan titahan Faris, Thafa kembali bertanya. "Bu-bukannya kamu udah pergi?"

"Mana mungkin aku tega ninggalin orang yang sudah mau memberi kesempatan untukku mencintainya." Balasnya menaik-turunkan alisnya, sambil tersenyum. Tak memperdulikan hujan yang mengguyur mereka.

Thafa tersenyum manis mendengarnya.

"Makanya, jangan sampai diajari rasa kehilangan dulu, baru sadar yang selalu memperjuangkan itu siapa. Yaudah ayo berdiri!" Faris membantu Thafa berdiri.

"Kamu udah maafin aku?" Tanya Thafa.

"Maaf kenapa? Emangnya kamu ada salah Sama aku?" Tanyanya pura-pura ambigu.

Dengan raut wajah yang bingung, Thafa mengerutkan keningnya. "Terus yang kemarin-kemarin itu apa? Kamu nyuekin dan ngehindar dari aku? Bukannya kamu marah?"

Dilemma ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang