💮04. Aksi Heroik yang babak belur

85 42 18
                                    

Sepertinya dewa keberuntungan lagi nggak berpihak padaku—itu kata Soohyun kalau lagi alay. Soalnya, sore ini pukul 04.45 PM dan aku masih diam di halte sekolah sambil merhatiin jalanan yang nggak begitu ramai. Ini tuh sumber masalahnya cuma satu—bang Tae nggak jemput aku dan mana ada angkot atau bus ke arah rumahku jam segini?, kesannya aku kayak anak hilang di halte ini.

Dan lagi, aku sebenarnya nggak tahu bang Tae mau jemput aku atau nggak, karena dari tadi hpnya nggak aktif. Bener-bener ya, niat banget mau ngusir aku dari rumahnya.

Kalau aku naik angkot atau bus, sama aja bohong karena pemberhentiannya tetap jauh dari rumah. Dan juga ntar, aku naik dan bang Tae kesini? double samjabong—alias sama aja bohong.

Jadi yang bisa aku lakuin disini nunggu keajaiban—sambil nyumpel kuping dengan handset putih dapat gratis dari beli hp alias emang sepaket.

Baru aja aku muter dua lagu sambil jedag-jedugin kepala, ada motor menghampiri halte. Ralat, lebih tepatnya dua motor. Mereka turun dari motor lalu nyamperin aku yang sendirian di halte sambil senyum-senyum nggak jelas. Tiga cowok, buluq dan aku nggak kenal anjir siapa sih?

"Hai cantik, sendirian aja?" salah satu dari mereka—so kenal banget bangsat dan berniat mencolekku. Aku mengelak. Ini maksudnya apa-apaan sih?! Emangnya Facebook bisa colek-colek?!

Mending ya kalau mukanya kayak kak Jungkook alumni kegemaran kaum hawa. Muka atau lukisan? Kok abstrak. Astagfirullah, ngehina kan.

"Nggak ada tumpangan ya? Ayo ikut kita aja," cowok yang paling pendek makin ngedeketin aku, mau narik tanganku kalau aja aku nggak mengelak. Sumpah, aku bingung harus apa dengan cowok-cowok nggak jelas ini.

"Heh anying nggak usah kurang ajar lo! Gue teriak nih?" ancam aku yang jelas nggak bikin mereka takut. Gila dong, tiga lawan satu nasib aku gimana?

Aku bukan cewek yang bisa beladiri. Nonjok dengan benar aja udah syukur, dan sekarang aku harus mikir buat lawan mereka yang makin mendekat dengan smirk dan wink yang jauh dari kata mirip sama cowok ganteng dan imut di tv Korea.

"Ih cantik-cantik kok galak," cowok dengan rambut pirang yang sebenarnya bukan pirang tpi kayak bulu ayam rainbow seribuan—langsung narik tanganku. Cengkraman dia kenceng banget, aku yakin tanganku bakal langsung merah.

"Heh kurang ajar banget lo ya! Lepas nggak!, atau gue teriak?!" kepalang, aku udah teriak. Tapi mereka kayaknya tuli atau apa, malah nyengir  kayak orang nggak punya dosa yang demi deh—aku mau nangis.

"Lumayan nih, bawa aja," dua dari mereka langsung narik tanganku—diikuti seorang lagi di belakang. Udah sekuat tenaga aku berontak, tapi namanya juga tenaga dua cowok. Aku udah nangis, beneran nggak tahu harus apa. sekencang-kencangnya aku teriak juga kayaknya nggak mempan karena sekolah udah mulai sepi.

"Ngapain kalian?" suara cowok dengan badan yang nggak tinggi dan nggak juga pendek—alias sedang lah ya ngehadang aku yang mau dibawa tiga cowok setan ini. Aku nanggah, dan ada Mashiho yang natap aku kemudian natap ketiga cowok sialan ini bergantian.

"Siapa lo?" kata salah satu cowok yang lebih pendek diantara mereka bertiga.

"Oranglah goblok pakai nanya," jawab Mashiho sambil sedikit tertawa. Di saat gini aja dia masih bisa ketawa, sedangkan aku udah lemes duluan kakinya.

"Lo kalau mau mainin cewek mah nggak usah nyari disini, dikarokean pertigaan juga ada," kata Mashiho yang membuat cowok-cowok itu marah. Aku nangis, nyaris kejer tapi sebuah ide muncul di otakku.

"Nggak usah ikut cam—ANJING TANGAN GUA." dengan cepat-cepat aku gigit aja salah satu tangan mereka yang megangin tangan aku. Salah satunya teriak, yang satu langsung ngelepas tangan aku satu lagi gara-gara bingung.

Good Bye [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang