Benda pipih di atas nakas bergetar terus-menerus, mengeluarkan suara derit yang mengganggu suasana tenang pagi. Haechan yang terlelap dalam mimpi-mimpinya yang indah, terjaga dengan kesal. "Argh, kenapa bunyi sih?" keluhnya, suara serak akibat tidur yang panjang. Dengan malas, ia meraba-raba handphone yang bergetar di permukaan kayu nakas, merasakan dingin permukaannya. Dalam keadaan setengah sadar, ia menekan tombol mati dan berusaha kembali terlelap, berharap bisa kembali ke alam mimpi yang hangat.
Di sisi lain, kakaknya, Mark, sudah terjaga dan duduk di tepi ranjang, mengamati langit yang mulai cerah di luar jendela. Cahaya pagi yang lembut menerobos tirai, memberikan nuansa keemasan di dalam kamar. Jam di ponselnya menunjukkan angka 5:50, waktu yang cukup pagi untuk memulai aktivitas. Dengan rasa ingin tahunya yang menggebu, ia menunggu Haechan, sambil sesekali melirik jam. Suara-suara dari luar, seperti kicauan burung dan desiran angin yang lembut, menciptakan suasana pagi yang menenangkan namun sedikit menyebalkan.
"Dia pasti belum bangun" gumam Mark, frustasi melihat waktu yang telah menunjukkan angka 6. Suara alarm di kepalanya semakin menggema, mendorongnya untuk segera menelepon adiknya.
Dritt
Dritt.
Haechan terbangun lagi, terganggu oleh bunyi ponselnya. Dengan mata yang masih terpejam, ia meraba-raba mencari sumber suara, merasakan kepingan selimut yang hangat menyelimuti tubuhnya. "Siapa sih, pagi-pagi mengganggu saja?" gerutunya, suaranya masih serak karena baru bangun tidur.
"Halo" ucapnya, suaranya hampir tak terdengar.
"Haechan, kau lupa harus apa? Lihat sekarang jam berapa?" suara Mark yang tegas melingkari telinga Haechan, membuatnya tersadar sepenuhnya. Ia membuka matanya, melihat jam di ponselnya dengan terkejut.
"....."
"Cepatlah datang ke kamarku sekarang!" perintah Mark dengan nada yang tak bisa ditawar, langsung memutus sambungan tanpa menunggu jawaban.
"Kenapa kakak sangat tidak sabaran sekali?" keluh Haechan, enggan meninggalkan kehangatan selimut yang membalut tubuhnya. Namun, rasa kantuknya tak mampu mengalahkan rasa takut menghadapi Mark yang sedang bersemangat. Ia beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Dengan cepat, ia mencuci wajahnya di wastafel, merasakan kesegaran air yang menampar wajahnya dan membangkitkan semangatnya.
Setelah menyegarkan diri, Haechan bergegas menuju kamar kakaknya. Di sana, Mark duduk dengan pose angkuh, melipatkan kedua tangannya di depan dada, menanti dengan ekspresi penuh harapan. Ruang kamar Mark dipenuhi dengan berbagai poster dan benda-benda kesukaannya, menciptakan suasana yang energik.
"Kau terlambat 10 menit, Haechan" katanya, menatap adiknya dengan tatapan serius, seolah-olah mengawasi setiap gerak-gerik.
"Ya, aku tahu kak. Aku minta maaf" jawab Haechan, merasa sedikit tertekan di bawah tatapan tajam Mark.
"Karena aku kakak yang baik hati, jadi aku akan memafkanmu" balas Mark, senyum lebar mengembang di wajahnya, seolah-olah merasa berkuasa atas situasi.
"Sekarang, aku minta kepadamu buatkan aku sarapan."
"Kenapa aku? Banyak pelayanan di rumah ini. Untuk apa kita membayar mereka? Suruh saja mereka membuat sarapan untukmu!" Haechan menolak, lebih memilih menghabiskan waktu bersantai dan menikmati kenyamanan paginya daripada bergulat di dapur yang dianggapnya sebagai wilayah terlarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Strength Of Us
FanfictionMengisahkan hubungan antar dua bersaudara Mark dan Haechan yang telah menghadapi berbagai tantangan dalam hidup mereka ( ⚠No bxb)