Selesai membersihkan diri Sabira turun ke lantai satu sembari membawa buku paket dan laptopnya, ia berniat mengerjakan tugas sekolah dihalaman belakang rumah.
Saat kakinya menapaki anak tangga terakhir tanpa sengaja Sabira melihat Andrew yang sepertinya baru pulang terlihat dari pakaiannya yang masih menggunakan setelan jas.
Dahi Sabira mengernyit bingung, setelah tidak pulang hampir satu minggu tanpa kabar dan akhirnya hari ini pria itu pulang juga.
"Baru pulang, Yah?"tanya Sabira pada Andrew yang ingin masuk ke dalam kamar pria itu yang kebetulan tidak jauh dari tangga.
Andrew yang sebelumnya tidak menyadari keberadaan Sabira disana langsung menoleh, dan menatap Sabira tanpa ekspresi. "Iya." jawabnya setelah diam cukup lama kemudian masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi.
Melihat itu Sabira hanya mendengus samar, padahal ia baru ingin bertanya kemana saja pria itu seminggu ini menghilang tanpa memberi kabar. Ya, setelah malam dimana Andrew memberitahu mbok Sari jika dia akan pulang terlambat, pria itu tidak ada kabar sama sekali lagi bahkan ponselnya tidak bisa dihubungi.
Jujur saja Sabira mencemaskan Ayahnya itu walau Andrew jarang ada dirumah, tapi baru kali ini dia tiba-tiba menghilang bahkan ponselnya tidak bisa dihubungi. Apalagi melihat raut wajahnya Andrew tadi meski terkesan datar namun sorot matanya terlihat sangat sayu, seperti orang kurang tidur. Apa sangat sibuk hingga tidak punya waktu untuk istirahat dengan cukup?
Sabira terenyuh, hatinya sedikit iba melihat sang Ayah kelelahan maka dari itu ia mengurungkan niatnya untuk mengerjakan tugas dihalaman belakang dan pergi ke dapur guna membuatkan Andrew minuman.
"Non mau minum apa? Sini biar mbok aja yang buatkan,"kata mbok Sari yang melihat keberadaan nona mudanya.
"Biar Sabir aja, mbok, ini buat Ayah." tolak Sabira seraya memasukkan gula kedalam gelas. Gadis itu begitu telaten membuatkan teh untuk sang Ayah.
Mbok Sari memperhatikan dengan senyum lembut yang terpancar diwajahnya.
"Sabir ke kamar Ayah dulu, mbok, anterin ini."ucapnya dengan tangan membawa nampan yang diatasnya segelas teh.
Sabira melangkah menuju kamar Andrew, ketika berada di depan kamar sang Ayah, ia mengetuk pintu tersebut.
Tok Tok
Tidak lama kemudian daun pintu dihadapan Sabira terbuka bersamaan dengan nampaknya Andrew.
"Ada apa?"tanya Andrew lalu melirik apa yang Sabira bawa.
"Mau anterin ini."Sabira mengulurkan nampan itu membuat sebelah alis Andrew terangkat. "Sabira yang buat, diminum ya." tambahnya lagi.
Tidak menolak, Andrew menerima pemberian Sabira ia memang membutuhkan sesuatu yang hangat mungkin dengan meminum teh ini bisa membantu tubuhnya menjadi sedikit rileks.
"Pergilah ayah mau istirahat."usai mengucapkan hal itu Andrew langsung menutup pintu kamarnya.
Sabira yang sudah terbiasa dengan sikap dengan sikap dingin Andrew, hanya mengangkat bahu acuh lalu pergi dari sana.
——
Jari-jari Sabira bergerak lincah diatas keyboard laptop, sesekali matanya yang menggunakan kacamata baca melirik buku paket disampingnya.
Sabira begitu fokus dengan apa yang ia lakukan saking fokusnya dahinya nampak mengernyit jika ada sesuatu yang kiranya tidak ia mengerti.
Drrttt
Sabira terlonjak kaget saat suara ponselnya berbunyi memecah keheningan kamarnya, karena benda pipih itu ada diatas ranjang dengan terpaksa Sabira beranjak untuk mengambilnya.