Prolog

16.3K 778 15
                                    

"Are you fucking kidding me?! Nyet, lo serius ditugasin jadi sekertaris anaknya big boss?" Joana menatap sahabatnya itu tak percaya.

Sementara yang ditanya hanya mengedikkan bahu, terlihat santai memasukkan barang-barangnya ke dalam box.

"Wah, bener-bener sih lo lucky bitches banget. Gue pikir Pak Arki cuma becanda doang bilang lo bakal dipindah tugasin. Huh, kalau tau lo dipindahin jadi sekertaris anaknya big boss, ngapain gue sedih-sedihan segala minggu lalu. Sialan."

Wanita itu tertawa mendengar protes Joana. Memang, ia tak memberitaukan sahabatnya itu perihal tugas barunya sebagai sekertaris. Ia pun baru tau tiga hari lalu. Jadi sekalian saja ia memberitaukannya hari ini, pikirnya.

"Lo dari pada ngebacot mulu mending bantuin gue deh Jo, masih banyak barang yang belum gue masukin box."

Mendengus kesal, Joana kemudian mengambil box yang masih kosong. Memasukkan berkas-berkas yang masih berserakan di meja.

"Eh, udah pindahan aja."

Kedua wanita itu menoleh, mendapati Edo berdiri di depan meja dengan secangkir kopi yang asapnya masih mengepul.

"Iya nih, udah mau pindahan aja dia. Naik kasta sekarang," sahut Joana.

Edo terkekeh. "Gaji pertama sebagai sekertaris jangan lupa traktir ya, pasti gede tuh."

"Yaelah, gajian masi jauh udah lo sebut-sebut aja Do."

"Yee kan biar nggak lupa. Gue ingetin dari sekarang." Laki-laki itu kemudian berlalu dengan tawanya.

"Udah siap! Yuk gue bantu angkutin, sisanya nanti biar si Edo aja yang bawa ke atas," ucap Joana.

Kedua wanita itu kemudian berjalan meninggalkan ruangan, berjalan menuju lift untuk naik ke lantai atas.

"Gue kok deg-degan ya?"

"Udah tenang aja, wajarlah lo nervous sama tugas baru. Tapi ya, lo harus hati-hati sih..." Lift terbuka, keduanya melangkah keluar. "Katanya bos lo... emm nggak galak sih, tapi dia dingin banget," lanjut Joana sedikit berbisik.

"Ihh lo jangan bikin gue tambah deg-degan dong Jo."

"Hahaha santai aja deh, itu kan masih katanya."

Sampai di depan ruangan, kedua wanita itu langsung meletakkan barang-barang di meja sekertaris. Tentu saja setelah terlebih dulu melapor pada resepsionis di lantai itu.

"Eh, di sini lantainya ruangan para petinggi kan ya?" Joana kembali bersuara. "Awas lho kecantol bos bos di sini. Seandainya dapet, lo cariin buat gue juga ya Ca, biar gue naik kasta gitu." Kalimat Joana tadi langsung dihadiahi pukulan oleh Carissa.

"Orang kerja nyari duit, lo malah nyari pacar."

"Ya sekalian. Kalau bisa dapet dua-duanya kenapa enggak hahaha. Udah ah gue balik dulu. Good luck ya buat tugas baru lo." Joana berlalu dari hadapan sahabatnya.

Mengembuskan napas berat, Carissa kembali menata barang-barangnya di atas meja. Beberapa barang sekertaris lama yang masih tersisa ia masukkan ke dalam kotak.

"Mbak Carissa?" Seorang wanita yang tadi ditemuinya di meja resepsionis sudah berdiri di hadapan Carissa.

"Iya?"

"Ini schedule untuk hari ini, tadi saya lupa minta email Mbak Carissa, makanya saya print out."

Carissa mengambil selembar kertas yang disodorkan wanita itu, lalu menyerahkan lembaran kertas kecil bertuliskan alamat email-nya. "Thanks ya Mbak Hilda."

"Sama-sama Mbak. Saya pamit dulu ya."

Carissa memperhatikan ruangan barunya dengan seksama. Ruangan yang jauh berbeda dengan ruangan lamanya. Tak ada lagi Edo yang selalu menggodanya, Joana yang kadang merepotkan, juga keriuhan karyawan lain di pagi hari. Hanya ada mejanya, sebuah sofa berwarna abu yang digunakan sebagai ruang tunggu, juga pintu ruangan bos yang sejak tadi masih belum terlihat.

"Ekhhmm."

Carissa tersentak, lamunan mengenai ruangan barunya buyar seketika. Ia sedikit terkejut melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya. Carissa merutuk dalam hati, menyesali kebodohannya yang terlalu larut dalam lamunan hingga tak menyadari keberadaan bosnya. Harusnya ia meninggalkan kesan baik di awal pertemuan.

Buru-buru ia bangkit dari duduknya. "Selamat pagi, Bu Kinal. Saya Carissa, yang akan gantiin posisi Mbak Fany sebagai sekertaris Ibu untuk sementara." Tersenyum lebar, Carissa mengulurkan tangannya.

Kinal menatap uluran tangan Carissa lama. "Kirimkan jadwal saya hari ini," ucapnya, tak merespon ucapan, bahkan membalas uluran tangan Carissa. Ia berlalu ke dalam ruang kerjanya.

Mengembuskan napas berat, Carissa mengusap dadanya berkali-kali, meyakinkan diri bahwa ia sanggup menjalani pekerjaan ini. Walau sepertinya akan sedikit sulit. Apalagi dengan atasan seperti Kinal.

Benar kata Joana, wanita itu begitu dingin.

Renjana [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang