1

426 46 0
                                    

Tempo dentingan piano melambat bersamaan dengan tubuhku yang terangkat ke udara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tempo dentingan piano melambat bersamaan dengan tubuhku yang terangkat ke udara. Tangan kokoh menopang paha kananku, menyempurnakan pose akhir dari rentetan gerakan. Dagu kutinggikan memperkuat kesan anggun namun kuat dan tangan kiriku yang melengkung sempurna di atas kepala.

Kedua mataku terpejam sempurna. Lewat gelapnya pejaman mata, aku merasakan cahaya terang terang menyorot, menyembunyikan ratusan pasang mata yang terfokus kepadaku. Mereka menyaksikanku dengan kagum, terbingkai panggung berukir emas dan terbalut dengan kain sifon.

Mereka semua memandangku.

Mereka semua memujiku.

Aku yang terbaik. Hanya aku.

Riuh tepuk tangan terdengar sangat jauh, memenuhi dadaku dengan rasa penuh kebanggaan.

Musik dari tape recorder berhenti dimainkan dan perlahan kubuka kedua mataku. Aku kembali ke dunia nyata.

Deretan penari yang bersandar di sisi studio memperhatikan aku. Cermin di kedua sisi ruangan membuat para penari tampak berlipat ganda. Pengarah koreo dan Pelatih menatapku dengan datar. Tidak ada senyuman. Tidak ada tepukan tangan yang riuh.

Pasanganku menurunkanku. Dia mendengus pelan, mencoba menyembunyikan rasa kesal karena membuat beberapa kesalahan dalam gerakan. Tak hanya dia, dua pasangan lain yang menari bersama kami juga memasang wajah tak puas.

Aku bisa melihat semuanya dari cermin. Hanya aku yang masih tersenyum lebar, puas dengan usaha yang kuberikan pada audisi kali ini.

"Selanjutnya," kata Ms. Hyoyeon, pemilik akademi, menulis sesuatu di atas papan berjalannya. Kelompok selanjutnya mengambil posisi kami, menyisihkan kami ke sisi studio untuk menyaksikan sisa audisi.

Balet sudah mendarah daging dalam diriku. Semenjak aku kecil, kedua orang tuaku sudah menyalurkan bakat yang turun dari nenekku.

Wanita tua yang sangat kusayangi itu menjadi panutanku. Dia penari balet yang terkenal seantero negara. Penuh kebanggaan dia membawa nama negara ke kancah internasional dengan gerakan gemulainya. Namun semuanya harus berakhir ketika dia mematahkan kakinya sendiri di atas panggung.

Aku berusaha untuk menjadi seperti nenekku (minus mematahkan kaki). Semua audisi yang ada di akademi tempatku berlatih maupun di kota selalu ku ikuti, berusaha mendapatkan peran apapun untuk mengangkat namaku.

Dan audisi kali ini, aku yakin akan mendapatkan peran utama; Juliet.

Wanita anggun dan rapuh. Aku menghadirkan semua itu dalam jiwa dan ragaku, menjadikan diriku sebagai media kerapuhan dan keanggunan Juliet di depan pemilik akademi dan pelatih.

Audisi ini bukan untuk penampilan akhir tahun seperti biasa. Banyak utusan dari perusahaan balet ternama yang akan datang ke acara untuk merekrut penari baru.

Kesempatan emas itu tidak bisa kusia-siakan. Aku berlatih mati-matian, terlebih dengan pasanganku.

Namun ah, aku tidak yakin pasanganku akan lolos. Saat latihan saja dia masih sering kagok. Aku hanya memperlihatkan yang terbaik dariku tanpa memperdulikannya yang lebih sering menggerutu tanpa memperbaiki diri.

Adagio | seulmin✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang