13. A Fact

879 159 109
                                    

Derap langkah kaki menggema tegas di lantai marmer yang tampak mengkilap itu. Hawa sejuk yang membawa aroma mint segar dari mesin pendingin ruangan pun menyebar ke setiap penjuru ruangan.

Oh Sehun memantapkan raut tegasnya sejak keluar dari ruang rapat perusahaan milik kolega bisnis keluarganya. Ia barusaja ikut menghadiri pertemuan bisnis mengikuti ajakan sang Ayah. Mau tidak mau, Sehun memang terkadang harus ikut andil dalam hal yang berhubungan dengan dunia bisnis seperti ini karena statusnya yang merupakan pewaris tunggal Oh'ss Group.

Meski dia nantinya bukan lulusan bisnis sekalipun, namun ilmu tentang tata cara mengurus perusahaan telah Ia pelajari sejak masih duduk di bangku sekolah menengah. Itulah sebab mengapa Oh Sehun memilih mengambil jurusan teknik Arsitektur di bangku perkuliahan ketimbang bisnis, karena merancang property juga merupakan bagian dari passionnya.

Langkah cepat Sehun memelan ketika bidikkan fokus jelaga hitamnya bertemu pandang dengan iris cokelat hangat milik seorang pria baya bermurah senyum. Lelaki yang sudah berusia senja itu memberinya senyuman lepas dan menghampirinya.

Sontak membuat Sehun membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat.

"Kakek Kim."

"Ah, tidak perlu terlalu formal, Sehun—ah." Pria baya itu menepuk kecil bahu Sehun, "kau sendiri? Dimana ayahmu?."

"Ayah masih bersama dengan tamu yang lainnya."

"Begitu ya." Angguknya pelan, "sepertinya kau tampak semakin gagah dan tampan sejak terakhir aku melihatmu, Sehun—ah. Bagaimana kabarmu?."

Sehun tersenyum tipis menanggapinya, "Aku baik—baik saja, kakek. Terimakasih."

"Kau memang sopan seperti ayahmu, ya. Sehun—ah, aku yakin kau akan jadi pemimpin hebat nantinya di perusahaan keluargamu. Kau harus percaya itu, oke?."

"Hm, tentu."

"Hah, andai saja Luhan mau ikut bersamaku di setiap adanya acara pertemuan seperti ini, pasti kalian sudah sering bertemu ya." Ujar Shingoo sembari mengeluh pelan dengan senyuman.

Sehun sedikit tersentak mendengar nama yang tak asing tersebut.

"Cucu Anda..."

"Kim Luhan." Senyum Shingoo tersungging lebar di bibirnya saat menyebutkan nama sang cucu tercinta, "dia satu tempat kuliah denganmu, Sehun—ah. Hanya saja, kau dan Luhan terpaut usia dua tahun. Cucuku adalah hoobae—mu. Kau kenal dia?."

Sehun spontan mengangguk kecil, "Hm, mungkin hampir satu kampus mengetahui siapa dia, kakek."

"Ah benarkah?." Shingoo tertawa renyah, "aigoo, sudah kuduga dia populer di kampusnya. Cucuku memang cantik, bukan? Sehun—ah, kau pasti juga salah satu pria yang terpesona akan kecantikannya kan?."

"Ah, tentu kakek." Jawab Sehun sekenanya. Kemudian Ia di kejutkan oleh notif ponselnya yang berdering sekali. Ia mengeceknya sebentar dan mendapati pesan jika ayahnya tengah menunggunya. "Kakek, maaf aku harus undur diri sekarang. Ayah mencariku."

"Ah, ya silakan. Sampaikan salamku untuk keluargamu ya." Shingoo menepuk pundak Sehun sekali dan pria muda itu pun membungkuk singkat untuknya.

Sehun perlahan berbalik arah meninggalkan Shingoo yang tersentak kecil ketika melihat ada sesuatu yang jatuh dari kantung celana pria itu. Dia pun mengambil benda kecil tersebut dan lebih terkejut lagi ketika melihat bentuk benda kecil itu yang tak asing sama sekali untuknya.

"Sehun—ah! Kau menjatuhkan sesuatu."

Oh Sehun berhenti dan Shingoo menghampirinya.

"Kau menjatuhkan ini, nak." Pria baya itu memberikan benda kecil yang ternyata kalung milik fairy itu kepada Sehun. "Apa ini milikmu?."

Dear Princess [-and her Ice Prince]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang