Boleh Jadi Teman?

10 2 0
                                    

          Setelah melalui proses yang cukup panjang. Kini Bulan tengah berdiri di depan kelas. Ia diberi waktu oleh Bu Hani, wali kelasnya untuk memperkenalkan dirinya secara singkat. 

          "Halo semua. Na-namaku Bulan Kalasenja. Supaya lebih akrab boleh panggil Bulan. Salam kenal ya," ujar Bulan. Menatap banyak orang membuatnya grogi. Sebisa mungkin ia atasi rasa grogi itu sebisanya.

            "Bulan silahkan duduk di bangku yang kosong ya. Ibu keluar dulu ya anak-anak. Tunggu guru mapel datang. Berteman baik ya dengan Bulan," kata Bu Hani. 

             Seperti dimanapun, pasti semua murid membalas dengan kata "Iya bu" atau "Baik bu". Setelah Bu Hani pergi, Bulan duduk di tempat yang dimaksud. Bangku belakang. Paling pojok dekat jendela. Benar-benar surga.

            Semua teman-teman menghampiri mejanya. Memperkenalkan nama mereka masing-masing. Kemudian mereka bertanya hal-hal tentang Bulan. Sebelumnya sekolah dimana, punya kakak atau tidak, ganteng atau tidak, dan pertanyaan lainnya. Seperti wawancara. Semua orang pergi ketika seorang guru masuk ke kelas ini.

           Inilah pengawal kisah Bulan di kelas X IPS 3. Gadis penyendiri ini benar-benar sendiri. Di bangku belakang ini dia sendiri, tanpa teman semeja. Hanya ditemani loker-loker di belakangnya. 

                              *****

"Bulan mau ke Kantin nggak? Ayo bareng kalau mau," ajak gadis dengan rambut di kuncir kuda. Namanya siapa tadi, ya? Eum … Naya sepertinya.

         "Eh, boleh. Tunggu sebentar ya," Bulan kemudian meraih botol tumbler-nya dan menghampiri Naya.

          Sepanjang perjalanan Naya menjelaskan tempat-tempat di sekolah ini. Bahkan toiletnya Taro, kucing maskot sekolah. Taro biasa buang air besar di depan kelas 11 IPA, sebuah tempat berpasir. Maka harus hati-hati jika kebetulan harus menginjak halaman itu.

         Di Kantin Bulan membeli roti cokelat dan susu coklat hangat yang ia minta khusus ditaruh di botolnya. Bulan duduk di kursi yang disediakan menunggu Naya. Ketika Naya datang, Naya duduk membelakangi Bulan dan mengobrol dengan temannya dari kelas lain. Bulan merasa terasing. Tak apa dia memang terbiasa sendiri.

           Tadinya Bulan pikir Naya merupakan teman pertamanya di sekolah baru. Ternyata tidak ya. Bulan bergegas menghabiskan roti dan susunya kemudian bergegas pergi ke kelas.

           Bulan menggenggam botolnya dan berjalan pergi. Naya tau namun pura-pura tidak tau, Bulan melihat itu dari sudut matanya. Ketika di koridor, ada tangan yang lain menepuk bahunya.

           "Dor! Sendirian aja. Siswi baru, lho. Temannya mana?" tanya lelaki. Bulan menoleh, suara Surya.

          "Eh Kak Surya. Iya, kak. Ini udah mau jalan lagi ke kelas, kok," jawab Bulan.

           "Sini duduk. Jangan ke kelas dulu. Nggak usah panggil 'kak'. Kita pasti seumuran. Aku masuk sekolah lebih cepat setahun. Kalau umur harusnya aku kelas sepuluh. Panggil Surya aja oke?" kata Surya. Bulan mengangguk. 

         "Di botol itu apa?" tanya Surya. Surya mencium bau mencoba menerka. "Susu cokelat ya?"

            "Iya," jawab Bulan. 

            Surya mengambil botol itu. Kemudian membukanya. Bulan khawatir. Dia tak suka minum dengan orang lain, sekalipun itu Bintang. Namun tiba-tiba Surya mengambil sesuatu dari kantong yang diikatnya di gesper. Sedotan stainless. Ini sepertinya dia memang pembegal minuman.

           "Liat deh itu," kata Surya. Telunjuknya mengarah kepada Taro.

        "Kenapa?" tanya Bulan.

          "Sebentar lagi dia mau buang bebannya," jawab Surya. Ia kembali menyuruput susu cokelat itu.

          "Jorok," ujar Bulan. Buru-buru ia alihkan pandangannya dari kucing yang sudah siap mengeluarkan kotorannya itu.

          "Nggak, kok. Mau semangatin Taro nggak? Biar dia lebih tenang. Kayaknya udah pembukaan 8 deh dia," balas Surya. "Kayak gini, nih. Semangat Taro sayang, kamu pasti bisa! Kamu kuat!"

          Kucing itu mengejan untuk mengeluarkan yang terakhir. Surya mengucap syukur seperti seorang Ayah yang melihat anaknya yang baru lahir.   Bulan terheran melihat kelakuan ajaib seseorang disampingnya ini. Pemikirannya abstrak sekali. 

            "Akhirnya aku bisa menemani Taro di masa-masa sulitnya itu," ujar Surya benar-benar lega.

           "Kamu sehat?" tanya Bulan.

           "Sehat. Menurutmu aku bagaimana?" balas Surya.

            "Sedikit sakit," jawab Bulan.
   
             "Walau aku sedikit sakit, kamu mau nggak berteman denganku?" tanya Surya.

               "Meow," balas Taro. Kucing ini seakan menjawab iya atas pertanyaan yang diberikan Surya kepada Bulan. 

           Bulan menatap kucing itu yang tiba-tiba sudah ada di depan mereka. Ia lalu tertawa. Taro, si kucing perempuan ini sangat manis. Matanya cantik dan suaranya menggemaskan.

          "Bukan kamu Taro. Kalau kamu kan cintanya aku. Bukan sekadar teman. Kita teman hidup," kata Surya.

          Kucing itu mendekati kaki Surya lalu menggesekan dahinya. Bulan makin tertawa. Surya menatap wajah Bulan. Ketika Bulan hendak memergoki, lelaki di depannya ini buru-buru membuang muka. Menatap hal lain.

            "Ini botol minum kamu. Sana masuk kelas. Sebentar lagi bel," kata Surya.

          Bulan mengangguk. Botol itu segera berpindah dari genggaman Surya ke tangan Bulan. Bulan melangkah pergi menuju kelasnya. Surya menatap gadis itu yang perlahan hilang didalam kerumunan siswa yang lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SelenelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang