Musim dingin di pagi yang sepi. Rintik hujan bergerilya turun, menciptakan sensasi dingin. Angin berhembus kencang dengan gulita awan yang semakin menghitam.
Seorang gadis melangkah menyusuri jalanan sepi, tentu saja karena hari masih pagi. Setiap akhir pekan, adalah hari yang paling dinantikannya. Agenda rutin yang dia lakukan sejak satu tahun terakhir untuk pergi ke tempat yang menjadi akhir perjalanan manusia.
Gadis itu berhenti di depan sebuah batu nisan. Menatap lama deret nama yang tertulis di batu nisan tersebut. Senyum simpul tercipta di bibir dengan warna merah muda alami tersebut. Setelah puas memandangi, dia memilih berjongkok untuk mengusap batu nisan tersebut lebih lama.
"Maaf aku baru bisa mengunjungimu sekarang," gumamnya.
"Tolong kasih aku alasan kenapa hati ini masih enggan melupa akan dirimu. Sakit! Sampai rasanya menarik napas saja terasa susah."
Selalu sama. Tetes cairan bening itu selalu jatuh dari matanya saat dia datang ke tempat tersebut. Dia selalu lemah ketika melihat sosok yang dulunya selalu berada di dekatnya telah pergi tanpa ada kata pamit. Bahkan dia belum sempat melihat wajah sosok tersebut untuk yang terakhir kalinya.
Gadis itu meraih sebuah kalung dengan ukiran nama KM yang dia kenakan, menggenggam erat ukiran nama tersebut seraya memejamkan mata, membiarkan tetesan air mata kembali jatuh bersama isakan pilu yang keluar dari bibir tipis tersebut bersama kenangan yang berputar indah memenuhi otaknya.
"Gue memang bukan cowok sempurna. Gue juga tidak bisa janji untuk selalu ada di samping lo. Tolong simpan ini baik-baik sebagai kado yang akan selalu mengingatkan lo sama gue, ketika gue tidak lagi ada di dunia ini."
Pemuda itu memasangkan sesuatu ke leher gadis di depannya. "Jaga baik-baik ya pemberian gue ini," ucap pemuda itu seraya tersenyum sendu.
Detik itu berjalan lambat. Bersama dengan suara isakan yang melebur satu dengan rintik hujan yang berganti dengan hujan deras. Tapi dia enggan beranjak dari tempatnya. Dia hanya ingin sedikit meleburkan kepedihannya bersama hujan yang menemani kelamnya semesta.
Dia mendongak menatap langit. Membirkan tetesan hujan membasahi wajahnya perlahan. Mata sayu itu terbuka bersama senyum sendunya. Setelah puas menikmati semu, gadis itu berdiri dengan mengadahkan tengannya, menampung setiap tetesan hujan yang jatuh ke arahnya.
Dulu, dia benci hujan karena sebuah alasan. Sebelum sosok itu datang mengganti kelamnya akan hujan, menjadi indahnya warna yang menerpa tubuhnya saat sosok tersebut membawanya pada hujan. Tapi sekarang gadis itu membenci hujan. Karena hujan itu datang bersama sosok yang pergi tanpa meninggalkan kata pamit untuknya.
Gadis itu beranjak pergi setelah hujan itu reda. Tapi sebelum pergi, dia sempatkan untuk mengelus pelan batu nisan tersebut untuk yang terakhir kalinya. Senyum manis terpatri apik di wajah cantik tersebut.
Dia hanya ingin sosok itu tahu, bahwa seberapa jauh jarak membentang diantara mereka.
Dia tak akan pernah berani melangkah ke depan, meninggalkan kenangan manis akan kehadiran sosok warna tersebut. Meski sosoknya telah pergi, tapi hatinya masih'lah tertinggal apik untuk gadis tersebut, begitu juga dengan salah-satu harta berharga yang dia tinggalkan pada mata cantik tersebut.
"Meskipun waktu gue terbatas untuk menikmati dunia ini, tapi gue tidak pernah menyesal dipertemukan oleh cewek kayak lo. Gue bahkan beruntung bisa mengenal lo sebagai cinta pertama gue. Makasih Mika...."
Gadis itu tersenyum manis.
"Gue bahkan lebih beruntung dipertemukan sosok kuat seperti lo. Terima kasih untuk semuanya....Selamat tinggal....."
"Semesta itu masih sama, menghadirkan warna hitam dalam pelukan gulita. "
Hallo guysss.....
Aku kembali lagi nih dengan cerita baruku. Untuk kali ini aku mau menuliskan cerita romance.Aku berharap kalian menyukainya dan mendukung cerita ini.
Btw.... Cerita ini aku ikutkan dalam Challenge WFW loh.
Jadi guyss, yang suka dengan cerita ku tolong kasih krisar dan votenya ya.
Makasih juga sudah meluangkan waktu untuk mampir ke sini.See youu ♥️♥️♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone
RomanceKalandra Samudra, seorang pemuda tampan dengan penuh senyuman. Hidup penuh senyuman seolah semua terlihat baik-baik saja, tapi mereka tak pernah mengerti sakit yang kapan saja datang dan selalu ingin membuatnya menyerah. Tapi Kala bukanlah pemuda ya...