Kalo ada yang bingung, chapter ini masih nyambung sama chapter 41
Jari-jari lentik itu menari dengan lincah di atas tuts piano. Menciptakan nada-nada indah nan mengagumkan. Seluruh pasang mata yang hadir dalam resital piano hari ini hanya tertuju pada sosok ayu yang sedang memainkan piano hitamnya dengan gemulai.
Senyum tidak henti-hentinya tersungging pada wajahnya yang berseri. Decak kagum terus berlanjut kala si gadis muda terus memamerkan kepiawaiannya dalam melarikan jari pada lempengan hitam-putih. Satu persatu lagu berhasil ditaklukannya tanpa halangan. Bukan hanya bakat, namun juga bukti dari latihan tanpa jedanya selama berbulan-bulan.
Sampai tiba pada sebuah lagu yang konon menjadi favorit salah satu orang terkasihnya; Für Elise. Nada lembut dan mendayu menjadi pembuka. Menghantarkan perasaan yang nyata terasa membahagiakan.
Memasuki tema kedua, si gadis mulai merasa ada yang janggal dalam dirinya. Tangannya terasa berat dan jarinya mendadak kaku. Sekuat tenaga dia mencoba tenang dan tetap melanjutkan permainan pianonya.
Selaras dengan alunan nada yang berubah mencekam, suasana di sekitar ikut menegang saat para manusia di dalam gedung menyadari ada yang salah dengan si gadis bergaun putih di tengah panggung.
Tepat di penghujung lagu, tangannya berhenti secara tiba-tiba namun tuts-tuts pianonya tetap bergerak mengeluarkan suara-suara sumbang yang menyesakkan telinga. Kegaduhan makin menguasai kala si gadis menjerit kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serotonin
Fanfiction"I'll be your meds. Let me be your daily dose of Serotonin." "Then i'll be your dopamine, huh? You wish." ©niciwinibiti, 2020